Sudah dua hari Alana berada di rumah orang tua Daffa. Kekasihnya itu sempat mengirim pesan yang berisi sumpah serapah pada wanita itu, karena abangnya Gafi tidak mau mengirim uang buat keperluannya lagi.
Alana tak menjawab pesan itu. Dia justru memblokir nomor Daffa. Sepertinya pria itu belum mengetahui jika Alana akan menikah dengan abangnya.
Pernikahan yang akan di adakan besok memang cukup sederhana. Diadakan di salah satu panti asuhan dan melangsungkan syukuran di tempat itu juga. Semua atas kemauan Gafi. Mama Dewi terpaksa mengikut, takut putranya itu mundur jika dia tak setuju.
Alana mengerti dengan pilihan pria itu untuk menutupi pernikahan mereka. Pasti ada hati yang harus dia jaga. Atau dia malu memiliki istri miskin seperti dirinya.
Namun, apa pun bentuk pernikahannya nanti, Alana sudah bersyukur karena ada yang bertanggung jawab dengan calon bayinya.
Semua barang miliknya yang tak seberapa telah di bawa ke rumah ini. Alana tak boleh melakukan apa pun, dengan alasan dia harus bed rest.
Alana turun dari lantai atas menuju ke dapur. Di sana telah duduk Gafi dan Mama Dewi, menunggu kehadirannya. Dia lalu memberikan senyumnya.
"Selamat Pagi, Ma. Selamat Pagi, Mas," sapa Alana begitu dia sampai dihadapan keduanya.
"Selamat Pagi, Lana. Duduklah. Tadi Mama meminta bibi membuatkan bubur ayam buat sarapan. Kamu suka'kan?" tanya Mama Dewi.
Mama Dewi langsung mengambilkan satu piring untuk Alana. Dia merasa risi dan tak enak hati karena Gafi yang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Bu, aku bisa ambil sendiri," tolak Alana.
"Tak apa, kamu duduk saja. Eh, sudah berapa kali mama katakan, jangan panggil Bu, tapi mama!"
"Baik, Ma," balas Alana.
"Gafi, apa semua persiapan pernikahan kamu besok telah rampung. Jangan ada kendala saat akan menikah," ujar Mama Dewi.
"Semua sudah beres, Ma," jawab Gafi dengan singkat.
Alana diam-diam melirik pria itu. Selama berada di rumah ini, tak pernah dia mendengar Gafi bicara banyak. Hanya menjawab jika ditanya saja.
Setelah sarapan, Gafi pamit hanya dengan Mama Dewi. Dia mencium tangan mamanya. Tanpa menoleh ke arah Alana dia pergi meninggalkan meja makan.
Alana menarik napas dalam. Entah rumah tangga macam apa yang akan dia jalani nanti. Bukan hanya tanpa cinta, tapi sepertinya juga banyak rintangan lainnya.
"Jika saja aku boleh memilih, aku juga tak mau berada di posisi saat ini, Mas," gumam Alana dalam hatinya.
***
Keesokan harinya, Mama Dewi dan beberapa karyawan di butiknya sibuk mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk pernikahan Gafi dan Alana. Sepertinya mama Dewi sangat bersemangat dalam mengurus semuanya.
Tadi pagi, dia dan Gafi telah menikah, dan siang ini mereka ingin mengadakan syukuran di salah satu panti asuhan. Semua atas permintaan pria itu.
Setelah semua dibawa dan diangkut karyawannya menuju panti asuhan, Mama Dewi lalu menemui Alana.
"Sekarang kamu dan Gafi bersiaplah. Kita juga akan segera berangkat menuju panti asuhan," ucap Mama Dewi.
"Baik, Ma," ucap Alana. Dia lalu berjalan menuju lantai atas. Di mana kamarnya berada .
Satu jam kemudian, mereka telah berada di panti asuhan. Tempat itu telah di sulap menjadi sangat cantik. Seperti berada dalam suatu gedung hotel yang mewah.
Gafi duduk bersanding menyambut ucapan selamat dari beberapa teman dekat Gafi. Alana tak mau mengundang satu pun temannya. Dia ingin menyembunyikan semua ini.
"Apa Naura tau kamu menikah hari ini?" tanya salah satu dari teman pria Gafi dengan suara pelan sedikit berbisik. Namun, tetap saja dapat ditangkap oleh pendengaran Alana.
"Aku sudah mengatakan semua dengannya," jawab Gafi.
"Berhati luas sekali Naura. Merelakan sang kekasih menikah," ucap Pria itu lagi.
"Dia memang cantik, lembut, dan berhati bak malaikat, sangat baik. Itulah alasannya kenapa aku bisa jatuh cinta dengan Naura," jawab Gafi.
Gafi bicara dengan suara yang biasa saja. Tidak ada sedikitpun menjaga perasaan Alana. Bukannya Alana cemburu, tapi apa dia tak bisa menghargai sedikit saja, jangan membahas itu di depan dirinya. Pasti temannya jadi merasa kasihan dengannya saat ini.
Demi menjaga kewarasannya Alana berdiri. Itu juga agar Gafi dan sahabatnya bisa bicara lebih leluasa.
"Mas, aku mau masuk dulu. Mau bermain dengan anak-anak di dalam," ucap Alana berpamitan. Seperti biasa, pria itu tak menjawab ucapannya.
Dua jam mereka berada di panti Asuhan. Selama itu, Alana duduk terpisah dari Gafi, pria yang telah menjadi suaminya itu. Mama Dewi sempat menanyakan, kenapa dirinya hanya duduk di dalam ruangan, Alana beralasan jika dia tak ingin capek jika duduk di luar.
Hingga jam lima sore, semua tamu undangan telah pulang. Mama Dewi lalu pamit pada pengurus panti. Alana juga ikut mengucapkan terima kasihnya.
Mereka semua kembali ke rumah. Mama meminta Alana dan Gafi tidur di kamar utama. Mereka berdua terpaksa mengikuti apa yang wanita itu inginkan.
"Mas, aku mandi duluan. Setelah itu baru kamu," ucap Alana.
Setengah jam kemudian Alana telah selesai mandi. Dia tak melihat Gafi ada di kamar. Alana berpikir, mungkin pria itu tak mau sekamar dengan dirinya.
Alana langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ketika matanya akan terpejam, Alana mendengar pintu di buka. Dia lalu membuka matanya kembali.
"Kamu sudah mengantuk?" tanya Gafi, tetap dengan nada datarnya.
"Belum, Mas. Ada apa?" Alana balik bertanya. Sebenarnya dia sudah mengantuk, tapi tak mungkin berkata jujur.
"Aku mau kamu baca ini. Surat perjanjian pernikahan kita," jawab Gafi.
Alana bangun dari berbaringnya. Mengambil lembar kertas yang Gafi berikan. Dia membacanya. Di sana jelas tertulis, jika mereka menikah hanya demi anak. Akan berpisah setelah Alana melahirkan dan bayi berusia dua bulan. Gafi juga menuliskan jika mereka berdua tidak boleh ikut campur dengan urusan pribadi masing-masing.
Alana paham maksud poin terakhir. Pastilah Gafi tak mau dia ikut campur dengan urusan kekasihnya.
"Aku sudah memiliki kekasih. Aku masih berhubungan dengannya hingga saat ini. Aku akan menikahinya setelah perceraian kita nanti. Jadi jangan heran jika suatu hari melihatku jalan dengan wanita lain, itu pasti kekasihku. Dia mau menerima pernikahan kita, dan aku harap kamu juga mengerti jika melihat dia bersamaku. Jangan sampai mama tau mengenai perjanjian kita ini!"
Alana mengangguk setuju. Ini pertama kali dia mendengar Gafi bicara panjang. Dalam hati wanita itu berkata, pastilah Gafi sangat mencintai wanitanya.
"Aku paham, Mas. Aku tidak akan pernah ikut campur dengan urusan pribadinya, Mas. Dan jangan takut, aku pasti akan bersedia berpisah setelah anak ini lahir. Kamu mau bertanggung jawab di saat aku hamil saja, bagiku sudah sangat berterima kasih," balas Alana dengan tersenyum.
***
Selamat siang semuanya. Mama doakan dalam keadaan sehat. Aamiin. Mama mau mengingatkan, jangan lupa baca novel ini setiap updatenya ya. Terima kasih.
Sebagai bonusnya mama beri visual. Jika tidak sesuai dengan yang ada dalam pikiran kalian, bisa bayangkan visual lain. 🙈🙈
Alana
Gafi
Daffa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Dwi Oethamie
mas gafi i love u, Daffa nampak y wajah brengseknya 🤭😂
2025-01-02
1
Yunerty Blessa
puji saja Gafi tapi kau tidak tahu apa yang Naura lakukan di belakang mu
2025-03-27
0
Alivaaaa
waaaahhh visualnya cucok markotop 😍😍🥰🥰
2024-11-16
0