Setelah mengurus administrasi, dan meminta petugas memindahkan Alana ke ruangan yang dia pesan, Gafi lalu menemui mama Dewi.
"Ma, ayo kita ke ruang inap gadis itu. Katanya mama ingin tau hubungannya dengan Daffa," ucap Gafi.
"Iya, Nak," jawab Mama Dewi dengan suara pelan.
Dengan memeluk lengan putranya, mama Dewi berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang tempat Alana di rawat. Sepanjang jalan pikiran wanita itu selalu tertuju pada putra bungsunya Daffa.
Keduanya sempat berhenti melangkah sebelum masuk ke kamar. Mama Dewi memandangi wajah putra sulungnya itu. Dia yang selalu ada menemani sang mama.
"Mama merasa takut, Gafi," ucap Mama Dewi.
"Apa yang mama takutkan?" tanya Gafi dengan tersenyum. Dia mengerti ketakutan ibunya. Pasti dia takut jika benar bayi yang wanita itu kandung adalah anak dari Daffa.
"Mama malu jika benar Daffa menghamili gadis itu dan tak mau bertanggung jawab. Mama tak pernah mengajari anak mama pengecut," ucap Mama Dewi.
"Ma, semua itu belum tentu benar. Kenapa Mama sudah ketakutan? Jika memang itu anak Daffa, kita tinggal nikahin saja," balas Gafi.
"Kamu benar, Nak. Ayo kita masuk," ajak Mama Dewi.
Mama Dewi dan Gafi melangkah masuk dengan perlahan. Saat mereka membuka pintu, bertepatan dengan wanita itu yang membuka mata.
Mama Dewi memberikan senyuman manisnya, sedangkan Gafi, seperti biasanya hanya memandangi dengan wajah datar. Pria itu jarang tersenyum jika bukan dengan mamanya.
"Selamat malam, Nak," sapa Mama Dewi ramah. Mama Dewi langsung mengulurkan tangannya, berjabat tangan. Alana menyambutnya dengan ragu dan heran.
"Selamat malam, Bu," balas Alana dengan suara pelan. Dia memandangi Mama Dewi dan Gafi secara bergantian.
"Kalian siapa?" tanya Alana.
"Kenalkan, Mama Dewi dan ini anak mama, Gafi. Nama kamu siapa?" tanya Mama Dewi memperkenalkan diri.
"Alana ...."
"Maafkan anak mama, dia tak sengaja menabrak kamu. Kami akan bertanggung jawab dengan semua biaya pengobatan," kata Mama Dewi.
"Bukan aku yang menabrak, Ma. Tapi dia yang ingin bunuh diri dengan menabrakkan tubuhnya ke mobil. Atau mungkin juga dia sangaja untuk memeras kita!" ucap Gafi dengan penuh penekanan.
"Gafi ...." Mama Dewi melototkan matanya pada sang putra. Gafi memang tak biasa berbasa-basi.
Antara Gafi dan Daffa memang memiliki kepribadian yang berbeda. Daffa lebih banyak bergaul dan lebih riang. Daffa lebih banyak diam. Mungkin mereka mengikuti pribadi ayahnya. Ya, Daffa dan Gafi memiliki ayah yang berbeda. Ayah Gafi meningal saat dia masih bayi, dan mama Dewi menikah kembali saat putranya itu berusia dua tahun.
Doni, papa kandungnya Daffa meninggalkan mereka demi wanita lain saat sang putra masih duduk di sekolah menengah pertama. Sejak saat itu, dia terlihat frustasi dan bergaul sedikit bebas.
"Aku berkata apa adanya! Katakan dengan jujur, kamu sengaja kan tadi menabrakkan dirimu?" tanya Gafi dengan nada penuh penekanan.
"Gafi ... biar mama yang bicara," ucap Mama Dewi dengan suara lembut.
Dia menarik bangku yang ada di samping ranjang. Meraih tangan Alana dan menggenggamnya. Mama Dewi ingin bertanya ada hubungan apa antara putranya Daffa dan gadis itu.
"Alana, maafkan Mama. Tadi Mama terpaksa membuka ponselmu. Ingin mencari nomor salah satu keluargamu, tapi sepertinya kamu menyimpan dengan nama lain. Tak ada ayah atau ibu di kontakmu," ucap Mama Dewi.
"Ayah dan ibuku telah tiada tiga tahun lalu," jawab Alana dengan suara sendu. Terbayang kedua orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan.
Mendengar jawaban dari Alana, mama Dewi menjadi sedih. Dia tak menduga jika gadis itu hidup sebatang kara.
"Maaf, jika Mama membuat kamu sedih," balas Mama Dewi.
"Tak apa, Bu." Alana tak memanggil dengan sebutan Mama, walau wanita itu memintanya.
Mama Dewi menarik napas dalam. Dia sedang berpikir kata yang tepat untuk bertanya. Takut nanti kata-katanya akan menyinggung perasaan gadis itu.
"Alana, setelah dokter melakukan pemeriksaan, di tubuhmu tidak terdapat luka serius. Jika ternyata kamu pingsan, itu karena perubahan hormon di awal kehamilan," ucap Mama Dewi.
Alana terkejut mendengar ucapan mama Dewi. Dia tak mengira sang Dokter akan mengatakan kebenaran mengenai kehamilannya.
Dia merasa sangat malu. Pasti kedua orang yang telah membawanya ke rumah sakit ini akan berpikir buruk tentang dirinya, gumam Alana dalam hati.
"Tadi saat membuka ponselmu, Mama melihat foto Daffa, ada hubungan apa kamu dengannya?" tanya Mama Dewi dengan suara pelan.
Alana jadi teringat saat dia melihat dengan mata kepalanya Daffa sedang bercinta. Dia lalu memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Air mata akhirnya tumpah membasahi pipi.
"Apa Ibu kenal dengan pria bajingan itu?" tanya Alana dengan suara terbata.
Mendengar adiknya di sebut bajingan, tentu saja Gafi tak terima. Dia langsung berdiri. Mama yang melihat langsung mencegah dengan menggelengkan kepala.
"Tetaplah duduk di sana. Biar mama saja yang bicara dengan Alana!" perintah mama Dewi.
"Apa yang telah Daffa lakukan padamu? Sepertinya kamu sangat membencinya?" tanya Mama Dewi lagi.
"Dia pria brengsek yang pernah aku kenal," jawab Alana.
"Maaf, jika pertanyaan mama kali ini sedikit pribadi. Apa Daffa ayah dari bayi yang kamu kandung?" tanya Mama Dewi dengan hati-hati.
Tangis Alana pecah saat mendengar pertanyaan itu. Dia jadi teringat tentang kehamilannya.
"Kenapa Ibu menolongku? Seharusnya biarkan saja aku mati tergeletak di tengah jalan. Biar Daffa senang. Anak yang tak dia harapkan ini mati bersamaku!"
"Alana, kenapa kamu bicara begitu? Jadi benar Daffa, bapak anakmu?" Kembali Mama Dewi bertanya. Alana mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan wanita itu.
Mama Dewi dan Gafi cukup terkejut melihat jawaban dari Alana. Walau dari awal dia telah menduga tapi tetap saja itu membuat mereka syok.
Mama Dewi lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya lagi. Air mata juga menetes dari sudut matanya. Tak menduga jika sang putra melakukan hal ini.
"Maafkan Daffa, Nak. Mama akan minta dia bertanggung jawab atas kehamilanmu. Jangan pernah lagi kau ulangi perbuatanmu yang tadi. Mengakhiri hidup bukan solusinya. Anak dalam kandunganmu itu tak bersalah," ucap Mama Dewi.
"Sebenarnya ada hubungan apa Ibu dan Daffa? Kenapa harus minta maaf?" tanya Alana heran.
Belum sempat Mama Dewi menjawab, pintu ruangan itu terbuka. Tampak sesosok pria muda masuk.
"Siapa yang sakit, Ma?" tanya Daffa dengan napas terburu. Tadi dia di minta datang ke rumah sakit. Dia berpikir abang atau mamanya yang sakit. Daffa telah bertanya kamar mana yang ditempati sebelum datang. Pandangan mata Daffa tertuju ke ranjang. Dia sangat terkejut melihat siapa yang berbaring.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
bapa dan anak sama saja.... kaki perempuan 😤
2025-03-27
0
Yunerty Blessa
mulut mu Gafi jahat,mau di slotep
2025-03-27
0
❤️MOMMY JEJE💋💋💋
💋💋💋💋💋
2024-06-16
0