Malam menjelang kala itu, memeriksa kening gadis ini."Sudah tidak demam lagi..." gumam seorang gelandangan yang masih pincang hingga kini.
Kakinya belum benar-benar sembuh, mengingat sempat terjadi infeksi. Namun, perlahan sudah membaik dan mulai kering.
Uang yang diberikan Sela masih dibawa olehnya. Cheisia sama sekali tidak menginginkan pergi ke rumah sakit.
Namun, harus ada alasan untuk menggunakan uang bukan? Menatap isi lemari es yang berkurang.
Tepat pukul 11 malam pemuda itu keluar rumah. Tujuannya? Tentu saja untuk mempersiapkan segalanya. Mengelus pelan rambut wanita-nya.
Pemuda yang membawa undangan, di hotel mana pernikahan akan diadakan dua hari lagi. Meninggalkan Cheisia di apartemen seorang diri.
*
Ini hal yang biasa terjadi, kode akses apartemen ditekan seseorang tepat pada pukul 00.30. Seseorang yang leluasa masuk, membawa seorang wanita dengan bentuk tubuh menggoda.
"Hei! Wanita hina! Sampah!" Panggil Hazel yang mabuk, merangkul seorang wanita.
Cheisia yang masih lemas terbangun. Berusaha untuk bangkit, kemudian hendak mengunci pintu kamarnya.
Namun, belum juga pintu terkunci, Hazel mendorong pintu dengan kasar.
Plak!
Satu tamparan dilayangkannya menbuat pipi Cheisia kebas."Wanita kotor! Sebaiknya kamu keluar, karena aku ingin bercinta di ranjangmu."
"Ha... Hazel lusa kita menikah. Kamu tidak bisa seperti ini terus." Ucap Cheisia tertunduk duduk di lantai. Bahkan terlalu lemas untuk bangkit.
Rambutnya ditarik, benar-benar dijambak dengan kencang hingga berdiri."Sakit! Hazel! Lepas!" pintanya.
Namun.
Brak!
Tubuhnya sentak di dorong, hingga bagian perutnya membentur sudut meja cukup kencang.
"Sakit...Neil..." Panggil Cheisia, air matanya tidak henti-hentinya mengalir.
"Kamu berani memanggil nama pria lain!? Rambut Cheisia dijambak, tubuhnya diseret, hingga keluar kamar.
Bug!
Kali ini bagian lengannya ditendang hingga memar."Wanita kotor sepertimu! Aku jijik menyentuhnya!" Teriak Hazel, memasuki kamar Cheisia.
Membiarkan pintu kamar terbuka, mulai menggagahi sang kupu-kupu malam.
Air mata Cheisia mengalir, karena inilah dirinya menyerah akan perasaannya pada Hazel. Tidak hanya sekali, namun sering kali terjadi. Memegangi perutnya yang terasa sakit. Keringat dingin membasahi pelipisnya.
Sementara di dalam kamarnya suara itu masih terdengar.
"Ah...ah...terus!"
"Uh...kamu indah...enak..."
Pujian untuk wanita bayaran yang disewa olehnya. Mencintai Hazel? Sejatinya mengapa? Ada sebuah cinta yang namanya cinta sepihak. Dirinya menjalani itu, jatuh cinta pada kakak kelasnya ketika SMU. Namun, siapa sangka mereka dijodohkan?
Mengejar cinta Hazel, cinta yang bodoh. Hazel tidak pernah mencintainya, namun kecewa dan kasar kala mengetahui dirinya menjadi korban pelecehan.
"Tolong... Hazel..." Pinta Cheisia kesakitan, wajahnya bertambah pucat.
Hingga kadang dunia ini membuat dirinya menyerah. Satu-satunya orang yang tidak menyalahkannya. Setidaknya rela berkorban untuknya."Neil...." nama itu dipanggil dalem air mata yang mengalir. Sebelum akhirnya kesadarannya menghilang.
Tubuh yang kedinginan di lantai. Seorang model, sekaligus pemain film figuran, apa itu hina? Apa menjadi korban pelecehan hanya kesalahannya sendiri?
"Agh...uh..."
Setelah beberapa pengaman digunakan barulah Hazel merasa puas. Dirinya berbaring di atas tempat tidur yang nyaman. Bersama dengan sang wanita malam.
Matanya menelisik mengamati pintu kamar yang terbuka. Cheisia masih disana, terbaring di lantai."Itulah akibatnya berani menggunakan statusmu sebagai anak kandung untuk menggangu Bianca dan menghalangi hubungan kami..." geramnya menutup matanya perlahan tertidur.
Bianca, seseorang yang menyelamatkan nyawa Hazel, dengan mendonorkan hatinya. Setidaknya, itulah kata-kata Bianca yang dipercayai Hazel hingga kini. Namun, apakah benar, Bianca menyelamatkan nyawa Hazel yang terkena kanker hati ketika SMU?
Pernyataan sepihak, dari Bianca. Sebuah kepercayaan buta, dari seseorang yang berkata memiliki cinta yang paling tulus.
Sedangkan cinta paling tulus padanya, berbaring di lantai saat ini, telah menyerah akan pengorbanannya.
*
Tepat pukul 3 pagi.
Pemuda yang tersenyum membawa banyak bahan makanan. Walaupun dirinya tidak yakin bisa memasak makanan enak.
Menghela napas kasar, setelah ini akan memeriksa keadaan Cheisia lagi. Inikah rasanya memiliki tujuan hidup? Hidupnya bagaikan tidak berwarna abu-abu lagi.
Satu hal menarik perhatiannya. Pintu apartemen tidak terkunci sama sekali. Seketika wajah Neil pucat pasi. Masuk dengan cepat, matanya menelisik.
"Nona!" Teriaknya melangkah masuk, memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi. Perampok? Itulah hal pertama yang ada di fikirannya.
Namun, bibirnya terkatup, bergerak cepat memeluk tubuh Cheisia yang tidak sadarkan diri."Nona..." panggilnya, tubuhnya gemetar. Takut jika kehilangan tujuan hidup lagi.
Hingga matanya menelisik tidak sengaja terlihat pintu kamar Cheisia yang terbuka. Sepasang tubuh tanpa busana terlihat disana.
"Mereka pelakunya?" Neil mengepalkan tangannya masih mendekap tubuh Cheisia. Bukankah dirinya sudah terlalu menahan diri?
Wajah yang tersenyum, meletakkan wanitanya yang begitu cantik di atas sofa. Melangkah mengambil pisau, tidak hanya menyentuh wanitanya. Tapi juga berani tidur di atas ranjang?
Melangkah mendekat, bibirnya tersenyum. Akan membunuh mereka, didepan...
"Neil..." Suara Cheisia terdengar pelan. Dengan cepat perhatian Neil teralih. Tidak! Dirinya mati terlalu baik untuk mereka.
Prang!
Pisau yang cukup tajam itu terjatuh.
"Nona!" Ucap Neil dengan air mata yang mengalir.
"Akhirnya kamu datang...sakit..." Suara Cheisia lirih.
"Tahan ya? Ki...kita ke rumah sakit sekarang!" Tubuh wanita itu diangkat. Seorang wanita yang hanya tersenyum, ada satu orang yang benar-benar peduli padanya.
"Ja... jangan tutup matamu. Daku tidak dapat hidup tanpa dikau..." Neil berusaha tersenyum dan bercanda, walaupun air matanya mengalir.
Bagaimana bisa kupu-kupu putih miliknya terluka.
Cheisia tersenyum dalam candaannya. Bahkan untuk berucap rasanya begitu sulit.
"Ja... jangan tutup matamu. A...aku nyanyikan lagu. Seluruh kota merupakan tempat bermain yang asik, oh senangnya...aku senang sekali. Kalau begini akupun jadi sibuk berusaha mengejar-ngejar dia." Lagu yang dinyanyikan Neil kala lift mulai turun.
Tidak ingin kesadaran Cheisia kembali menghilang."Sakit..." Lirihnya lagi memegangi perutnya.
"A...aku ada untukmu..." Janjinya, sebuah janji dari seseorang yang benar-benar otoriter.
Kembali berlari ke area depan apartemen meminta bantuan, dari penghuni yang ditemuinya.
"Jangan mati, karena jika kamu mati, aku akan menjemputmu dan membawamu kembali. Bahkan jika harus ke neraka..." Kalimat aneh yang diucapkan Neil, sebelum pada akhirnya Cheisia tidak sadarkan diri.
Dendam? Segalanya ada, kala kaki pincang itu melangkah. Menyelamatkan tujuan hidupnya. Bahkan di dalam mobil penghuni apartemen yang melaju. Neil memeluk tubuh Cheisia yang tidak sadarkan diri.
"Taukah dikau, jika dikau ingin, daku dapat membunuh mereka semua. Tinggal tunjuk saja, daku akan memberikan kepala mereka." Sebuah bisikan menyeramkan pada orang yang tidak sadarkan diri. Mengelus pelan rambut wanita-nya. Mobil yang melaju menuju rumah sakit terdekat.
Tapi kematian terlalu baik. Tidak mereka harus merasakan yang lebih buruk daripada kematian.
Bukankah Neil tipikal pasangan yang buruk?
*
Perlahan Cheisia membuka matanya, pergelangan tangannya sudah terpasang infus. Ketika membuka mata, maka.
"Nona! Kamu hidup? Syukurlah!" Neil tersenyum bagaikan anak kecil.
"Daku menyukai dikau..." Kalimat konyol kembali terdengar. Membuat Cheisia tersenyum.
🥀🥀🥀
...Bagaikan boneka kayu, disihir untuk memiliki hati....
...Diajarkan berjalan, diajarkan cara memiliki dan dimiliki. Diberi makan, disayangi, dicintai....
...Jika pemiliknya mati. Maka hati sang boneka kembali hancur, menjadi benda mati berlumuran darah....
...Itulah aku... tanpamu......
Neil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Miss Typo
dah sedih Cheisia kayak gitu, eh Neil mlh nyanyi soundtrack kartun 😁
2024-09-23
0
Bzaa
Neil penggemar Doraemon 🤣
2024-06-22
1
imel
gak ada lagu lain neiiil
2024-05-20
1