BAB 16

"Nyebelin!" Winda masuk ke warung miliknya sambil menarik jilbab.

"Hih pulang-pulang kok wajahnya ditekuk. Ada apa Neng? Nggak ketemu Damar?"

"Itu Damar lagi masak sama Anna."

Winarsih melotot. Dia menggeser kesamping buku tulisan bon-bon warga. Tangannya yang yang terdapat gelang emas banyak, menopang dagu.

"Sudah santai lNeng! Biar nanti bapakmu jodohin kamu sama Damar!"

"Memang bisa?" Winda mengangkat alisnya.

"Kenapa nggak bisa, bapakmu ketua RW. Ustadz Malik pasti kesenangan!" Winarsih menyipitkan mata dan melihat ke kejauhan. "Eh, Pak Hamdan sama siapa! Dari kemarin tuh pemuda mondar-mandir."

"Sepertinya, dia temennya Damar!"

"Kok lusuh banget! Sebentar!" Winarsih memasukkan tiga bungkus roti dengan harga 3000an. Lalu, keluar dengan tangan melambai-lambai. "Pak Hamdan, tunggu!"

Azzam menerima uluran kantong hasil mulung dari abi.

"Ini ada roti," katanya sambil menggerakkan tangan sampai suara emas-emas bergesekan.

"Bu Winarsih, terimakasih, semoga rejekinya bertambah. Bertambah berkah, bertambah kebahagiaan."

"Aamiin-aamiin. Doakan biar tambah mantu!"

"Aamiin." Pak Hamdan manggut-manggut. "Semoga Winda cepat dapat jodoh."

"Iya, bener, sama anaknya Pak Ustad. Biar selevel!"

Azzam memutar bola mata berpikir cepat. Penekanan di akhir itu terdengar sinis seperti merendahkan Pak Hamdan, membuatnya jadi sakit hati. Dia melirik abi, senyuman itu sempat hilang tetapi kembali lagi.

"Ya, semoga Winda dan Damar-"

"Betul! Mereka sama-sama lulusan luar negeri! Memangnya Anna cuma lulusan SMA mau nikahnya sama orang lulusan S1, lah ya seperti kemarin gampang diakal-akalin, ditipu pula!"

Tangan Azam terkepal. Ini sudah merendahkan orang lain. Namun, dia jadi berpikir memang siapa yang menipu Anna.

"Iya, saya maunya juga nguliahin Ana, pas aja belum ketemu rejekinya." Pak Hamdan tertawa kecil dengan wajah polos. Bagaimana dengan perasaannya? Hanya Pak Hamdan dan Allah yang tahu.

"Lah, Damar lebih cocok dengan Winda ya? Nggak cocok kalau dengan Anna yang pakaiannya aja aneh. Bayangkan saja saat Anna berjalan di samping Damar, mungkin orang-orang jadi mengira Damar membawa aliran sesat!"

"Cukup!" Azam menggerakkan giginya karena tak tahan. "Jangan berbicara sembarangan soal Anna. Dia adalah wanita baik-baik. Mungkin jauh lebih baik dari Anda saat di sisi Allah!"

"Nak Azzam?" Abi dengan tangannya mencengkeram pergelangan Azzam. Cengkeramannya kuat sampai membuat Azzam menahan nyeri. "Ayo, pulang!"

"Tidak, Abi dia harus minta maaf sama Abi," suara Azzam penuh penekanan tanpa mengalihkan pandangan pada Winarsih. "Minta maaflah kepada Pak Hamdan!"

"Kalau aku tidak mau?"

"Istighfar, Azzam!" suara Abi kini menjadi lebih keras.

Winarsih langsung masuk kedalam rumah, di dalam kamar lututnya gemetaran sampai merosot duduk di lantai.

...----------------...

"Abi, Anda tidak apa-apa?" Azzam melirik jam setengah lima sore. Dia terpaku pada Abi yang banyak senyum.

"Emang Abi kenapa?" Hamdan menikmati sejuknya angin sore dan matahari yang akan tenggelam.

"Abi tidak sakit hati, seseorang telah merendahkan Abi!"

Hamdan menggelengkan kepala. "Sudah jangan dipikirkan. Dia teman Abi. Emang begitu blak-blakan tetapi sebenarnya baik."

"Ini untuk kamu, hari ini kan ikut bantu Abi. Hasil keringatmu sendiri perlu dinikmati. Semoga berkah, ya Nak."

"Abi .... Aamiin." Azzam hampir-hampir menangis menatap uang lusuh 50 dan 10 ribu dengan mata berkaca-kaca. "Ini beneran buat aku?"

"Yah, seneng banget ya!"

Azzam mengangguk-angguk saat mendengar tawa kecil abi yang seolah tak punya beban.

*

"Assalamualaikum, Umi! Lihat Abi bawa apa ini?"

Anna keluar dari tenda lalu terpanah saat melihat wajah lelah Azam yang kemerahan disertai keringat. "Walaikum salam. Umi belum pulang, Abi."

Anna menerima uluran nasi kotak dari abi. "Alhamdulillah, Anna juga tadi dikasih makanan oleh Bu Rini."

"Umi kemana?" Tanya Azam pada Anna.

"Oh, Umi lagi nyetrika di tempat Bu Haji Rosida."

"Wah, jadi lapar kangen masakan putri Abi!"

"Tunggu!" Anna masuk ke dalam dan mengambil dua kotak nasi. "Ini dari Bu Rini. Abi dan Bang Azam makan dulu."

"Bang-?" gumam Azzam, matanya melirik kanan-kiri lalu meringis. Hatinya mendadak bergetar. Senangnya bukan main. "Anna nggak makan?"

Ana melirik Azzam lalu menunduk dengan menahan malu. "Anna puasa ... "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!