Bab 17

Hamdan masuk ke dalam bilik, diambil uang 60 ribu dari saku celana. Dia menarik juga kaleng dibawah tumpukan tas, toplesnya dibuka. "Astaghfirullahal adzim! Inalilahi wa inilahhi rajiun!"

"Ada apa Abi?" Anna menyibak kain hitam. Abi tengah membalikkan kaleng lalu menatapnya lekat-lekat ke dalamnya. Itu kaleng tempat Abi menyimpan uang. "Kenapa?"

Setiap ke pengepul Hamdan biasa mendapat 40-60 ribu. Seminggu Hamdan paling dua kali ke pengepul. Hasil jualan hari ini dapat 120 karena yang kemarin belum dibayar.

"Uang Abi, hilang Nak!" suara Hamdan begitu lirih.

"Padahal sudah hampir 1.600.000, bila ditambah dengan uang hari ini, kita bisa ngontrak ....." Hamdan terduduk loyo.

Anna tak kuat melihat kesedihan di wajah Abi. Dipeluknya Abi, yang tengah meremas-remas uang 60 ribu. "Tega sekali ada yang mencuri. Abi sabar, Insyallah nanti akan ada ganti!"

"Abi takut setiap pergi kerja karena ninggalin kamu sendirian. Sekarang Abi nggak tahu lagi," lirih Hamdan gemetar.

"Abi, Anna akan mencari tempat yang aman. Anna sering ada di rumah Winda, jarang sendirian. Anna baru pulang kalau umi mau pulang, kalau nggak nunggu umi nyamperin."

"Nak! Sebaiknya memang ada yang menjagamu." Tatapan Hamdan berubah kosong.

"Allah penjaga terbaik, Abi!"

"Iyah." Hamdan meremas bahu putrinya. "Kamu lihatlah Azzam. Apa cukup meyakinkan untuk menjadi suamimu?"

Hamdan teringat saat putrinya tadi dihina, Azzam membela. Dia menyunggingkan senyum getir. "Tetapi dia bukan asli Indonesia.. Abi takut ada apa-apa dengan kamu ... Kita tak tahu seperti apa keluarganya. Dia_"

"Abi, kebaikan itu datang dari Allah ... Abi yang bilang sendiri. Mungkin kebaikan dari Allah itu, kali ini melalui abang."

"Bisa jadi kehilangan uang ini sebagai petunjuk agar kita mau menerima kebaikan dari orang lain. Bang Azzam suka berbagi dan sering datang ke masjid. Insyaallah Bang Azzam orang yang baik dan tulus kan, Abi?"

*

"Mau kemana kita, Zam?" Damar bingung saat mengemudikan motor. Dari tadi penumpangnya tidak menunjukkan tujuan yang jelas.

"Itu! Cepat minggir! Rumah cat kuning!" Azzam menepuk bahu Damar lalu menunjuk sebuah warung.

"Yaelah, es duren! Bilang dong dari tadi? Di dekat komplek kan juga ada! Kamu ya!!"

"Ini tempat yang ramai di google!" Azzam turun dari kendaraan. Damar menyusul.

"Yang spesial di sini apa, Kak?" Tanya Azzam dengan antusias.

"Mabok durian, Bang!"

"Yaudah saya pesan itu... " Azzam menghitung dengan jari. Anna, abi, umi, Bu Rini, Ustad, gue, Damar. "Tujuh," katanya sambil menunjuk tujuh jari.

"Yaelah banyak banget, buat apa! Mau dibagiin?" Damar menunggu jawaban Azzam. "Kamu dari rumah Pak Hamdan, jangan-jangan ini mau untuk beliau? Tahun nggak, Pak Hamdan nggak doyan!"

Azzam mengerutkan kening. Dia berpikir Damar tidak mendukung usahanya.

"Jadi mau berapa banyak, Bang?" tanya pelayan perempuan berseragam hitam yang mencatat pada kertas.

"Es duren maboknya tujuh. Ditambah sop buah, ehm ... dua. Cepat ya mau Adzan nih!"

"Siap, Bang!"

Damar mengelus dagu. Dulu, waktu ke Surabaya dan berhenti di penjual durian, ia ingat ayahnya megajak Pak Hamdan mencoba durian lalu Pak Hamdan muntah-muntah karena aromanya. "Gue udah kasih tahu ya, Zam. Awas kalau sampai Pak Hamdan jadi sakit."

"Itu udah kupesankan sup buah." Azzam melihat sekitar. Ada penjual martabak manis yang ramai pembeli. Dia melirik jam tangannya. Sayangnya, sudah mau buka puasa.

...----------------...

Damar dan Azzam pun sampai di masjid saat suara adzan Pak Hamdan berkumandang.

Azzam dan Damar berebut untuk menuruni beton miring. Tentu Azzam menang tinggi dan langkahnya lebih besar jauh hingga dia bisa tiba lebih awal.

"Assalamualaikum!"

"Walaikum salam!" Bu Sarah yang telah memakai mukena bingung pada kehadiran dua pemuda itu. "Ada apa? Suami saya sudah di masjid, dengar kan adzan barusan?"

"IYA Bu tapi ini loh Azzam bawa es duren. Saya sudah memberitahu kalau Pak Hamdan nggak suka dengan buah duren!" kata Damar dengan bangga. "Tetapi dia ngeyel."

"Umi ini ada es buahnya kok, tak perlu khawatir. Kalau abi tak suka duren bisa pilih yang biasa. Yang penting Anna bisa buka puasa dengan yang manis-manis," ucap Azam lembut.

Mendengar panggilan Azzam, Damar membeku. Umi dan Abi?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!