Setelah memasuki kamar Markus tidak keluar lagi meski untuk sekedar mengambil air minum di dapur, Vanes pun memasak makan malam seperti biasa sendirian.
Perempuan berambut gelombang itu sesekali melihat ke lantai atas, haruskah ia membuat makan malam untuk penghuni lantai duanya? Mungkin saja Markus tidak ada tenaga setelah seharian mencari rumah sewa, anggap saja ini sebagai ucapan selamat datang dari Vanes.
"Tapi aku juga tidak mau mengganggu waktu istirahatnya, bagaimana jika dia sedang tidur dan tidak mau diganggu?" Pikir Vanes menimang-nimang.
Sambil menyuap makan malamnya Vanes bergelut dengan isi pikirannya sendiri, ia bimbang dengan dua pilihan, antara kasihan tapi juga takut lancang.
"Hmm... Ya sudahlah" Vanes mendesah dan memilih untuk tidak membawa makan malam untuk Markus.
Vanes pun menghabiskan makanannya dengan lahap, setelah itu ia mencuci piring dan kembali masuk ke kamar tak lupa mengunci pintu dengan rapat.
Keesokan paginya Vanes bangun seperti biasa, Markus belum terlihat batang hidungnya sejak malam, apakah pria itu tidak bekerja? Padahal hari sudah menunjukkan pukul 7 lebih.
Vanes sebenarnya tak mau ikut campur, toh itu urusan pribadi tidak ada kaitan dengannya, tapi anehnya Vanes selalu dibuat kepikiran, bisa jadi karena ini pertama kalinya dia menjadi ibu kos.
Vanes membuat masakan untuk menjenguk ayahnya yang masih di rawat di rumah sakit, Vanes selalu ingin membawa sesuatu untuk kedua orang tuanya, meski mereka tidak meminta sekalipun.
Dengan lihai Vanes mengoseng-oseng panci yang berisikan lauk pauk buatannya, aroma masakan wanita cantik itu menyeruak hingga ke seluruh penjuru ruangan. Bisa dipastikan kalau hasil tangannya dijamin lezat.
Satu panci susun kini sudah terisi semua, Vanes tinggal bersiap-siap dan berangkat ke rumah sakit.
Saat wanita itu sudah bersiap keluar rumah Vanes baru ingat jika ia tidak bisa sembarang mengunci pintu seenaknya, bagaimana kalau Markus juga mau keluar? Ditambah Vanes belum membuat kunci cadangan.
"Apa aku titip saja kuncinya pada Tuan Ernan? Biar dia yang mengunci pintu dari dalam"
Mau tidak mau Vanes pun menitipkan kunci rumah pada si penghuni lantai dua, ia naik ke atas melewati puluhan anak tangga yang bertingkat.
Sesampainya di depan kamar Markus, Vanes lalu mengetuk pintu beberapa kali, hampir tiga kali Vanes mengetuk tetap tidak ada sahutan dari dalam. Sebenarnya Markus ada atau tidak? Apa pria itu berangkat kerja tanpa sepengetahuannya?
Baru saja Vanes berniat turun saat itu juga pintu kamar terbuka, Markus muncul dengan rambut acak-acakan dan baju kusut yang masih sama dengan kemarin. Vanes tebak Markus baru saja bangun sebab wajah bantalnya pun masih melekat.
"Ada apa?" Tanya Markus dengan suara serak khas bangun tidur.
"Tuan, saya pikir anda tidak ada di dalam. Maaf telah menganggu tidur anda" Vanes merasa tak enak hati.
"Hmm... Tidak apa, kenapa kau mengetuk pintu kamarku?" Ulangnya sembari menguap lebar.
"Ahh... Itu karena saya mau menitipkan kunci rumah, saya mau pergi dulu namun saya lupa belum membuat kunci cadangan untuk anda. Tidak mungkin saya bawa kuncinya karena siapa tau anda juga mau keluar nanti" jelas Vanes mengasongkan benda kecil itu kepada Markus.
"Lalu kau masuk pakai apa kalau aku sedang pergi?"
"Saya akan membeli kunci cadangan sepulang nanti"
Markus pun meraihnya tanpa banyak bicara.
"Pergilah, tidak perlu khawatirkan rumah" ucap Markus.
Vanes mengiyakan dan pamit untuk pergi sekarang juga.
"Kalau begitu saya permisi, silahkan lanjutkan kembali tidur anda"
Markus mengangguk dan membiarkan wanita itu berlalu dari hadapannya, setelah Vanes tidak terlihat lagi Markus pun benar-benar melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda.
***
"Hilang??? Apa maksudnya?!"
Ratna histeris tatkala mengetahui jika sang putra menghilang sejak kemarin, tak ada yang memberitahunya padahal Ratna dan keluarga berniat mengunjungi Markus hari ini.
"Dia kabur dan kami belum dapat menemukan keberadaannya"
Tak hanya Ratna, semua syok mendengar berita mengenai Markus. Mereka semua mencemaskan keadaannya, bisa saja ada orang yang mengenal Markus dan melakukan amuk massa tanpa mempedulikan peraturan hukum.
"Hardin, apa kamu tau keberadaan Markus?" Ujar Ratna pada lelaki berkacamata yang duduk di depannya.
"Tidak, Nyonya. Semua murni atas kehendak Tuan Markus sendiri"
Ratna memejamkan mata ketika tak mendapat jawaban, jika Markus sampai tertangkap kembali bisa saja eksekusi itu semakin dipercepat, kenapa malah semakin rumit begini masalahnya.
"Pah.... Apa yang harus kita lakukan? Anak kita menghilang, bisa saja dia mati kelaparan disana"
Rengekan sang istri hanya bisa dibalas dengan usapan tangan, Fras juga tak kalah bingung, hilang atau tidaknya Markus kematian anak itu akan selalu menunggu di depan mata. Pengajuan banding yang sedang ia usahakan bisa-bisa gagal karena ulah Markus sendiri.
"Kira-kira apa kamu tau Markus pergi kemana? Atau tempat yang sedang dia kunjungi, apa dia bercerita?" Fras membuka suara.
"Sama sekali tidak, Tuan. Tuan Markus hanya meminta saya untuk memegang urusan perusahaan, beliau tidak seterbuka itu menceritakan sesuatu" ungkap asisten Hardin.
Keringat dingin bermunculan di area pelipis dan tulang hidungnya membuat kacamata yang dia pakai merosot ke bawah, asisten Hardin harus dengan berat hati menutupi masalah besar ini kepada keluarga bos-nya sendiri, hidup dan matinya pun seakan dipertaruhkan pula.
"Aku hanya takut apa yang dilakukan akan semakin memperparah hukumannya, padahal aku sedang berusaha mengajukan banding ke pengadilan" keluh Fras mendesah pelan.
"Saya mengerti, tapi mungkin Tuan Markus berpikir untuk mengambil solusinya sendiri walaupun kita tidak tau apa itu. Dan lagi polisi meminta kita untuk jangan menyebarkan kabar ini sampai ke telinga masyarakat" balas sang asisten.
Suasana diliputi kegundahan, semua diam namun hati dan pikiran mereka saling bersautan.
"Pah!!"
Ratna tiba-tiba teringat sesuatu, dugaan yang entah benar atau salah tapi melintas begitu saja di otaknya.
"Kenapa, mah?"
"Apa jangan-jangan.... Markus pergi ke rumah Tamara?"
Alis Fras mengernyit saat sang istri berpikir demikian, tapi ia merasa tidak mungkin kalau Markus kabur dan bersembunyi di kediaman mantan calon tunangannya tersebut.
"Sepertinya tidak mungkin, mah. Tamara saja membatalkan pernikahan mereka saat Markus baru diberitakan sebagai bandar narkoba, Markus tidak mungkin mau menemui wanita yang sudah menyakitinya"
"Tapi bisa saja, pa!" masih mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan.
"Mana mungkin Markus bisa kesana, Tamara pindah dan tinggal diluar negeri sekarang. Markus tidak mungkin bisa menaiki pesawat, dia tidak memegang sepeserpun uang dan berkas diri"
Barulah Ratna menyadari perkiraannya melenceng, lantas kemana perginya anak itu? Ratna berharap dimana pun Markus berada dia hidup dengan baik disana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Eka Bundanedinar
markus aman mah lg otw jodohnya janda kembang semmoga sesui kinginan mama
2024-05-19
2
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
tenang mama. Markus bersama wanita yg tepat. pastinya bukan tamara
2024-05-17
2
Syafrida Kadir Ida
Tenang ma,... Markus ada di tempat aman.. InsyaAllah calon mantumu 🤣🤣🤣
2024-05-16
3