Abnormality
...Chapter 1...
Kehidupan, kematian, ada dan tidak ada, cinta dan sejenisnya sama sekali tidak bisa kupahami. Menalar, memaknai setiap kejadian tak terduga di muka tidak, bukan sesuatu tindakan yang kugemari. Berulang waktu otak mengatur pertemuan, mencoba menerima keadaan. Namun tetap, ketidakselarasan pemikiran dan perasaan enggan, tiada berkemauan menyatukan diri ke dalam suatu perpaduan. Tapi sudahlah, suatu saat nanti mungkin diri memahami makna barusan.
Semoga saja.
Omong-omong ini di mana? Mengapa kegelapan tanpa penerang menjadi jawaban utama atas fungsional retina? Ahhh, hampir melupakan. Rutinitas sehari-hari. Tugas harus dijalankan, tak peduli marabahaya yang senantiasa menghantui.
Fuuuuhhh.
“Awas!!”
Kampret, tidak bisakah ketenangan tergapai? Astaga, kalian ngapain, sih? Ngurus makhluk beginian saja gak selesai-selesai.
Tckkkkk!
Selagi rambut terurai, membiarkan angin sejuk menerpa keberadaan, sebuah letupan entah dilahirkan dari mana datang, menampakkan eksistensi tiada prakira, melahirkan ledukan lumayan kuat sampai-sampai pohon besar selaku tempat peristirahatan rusak tak berbentuk kembali.
Emang kampret kalian semua, tidak merasa kasihan terhadap tulang, seorang kaum terlemah sepanjang manusia didirikan?
Hhhh!!
“Tembak- tembak!!”
Adaw, nyantai dikit, syalan. Pelurumu nyaris menembus zirah di sekujur badan.
Graaahhhh!!
Belum juga usai perlakuan anarkis bagi lingkungan sekitar, suatu persenjataan bernama M4A1 kemudian terngiang, mengaktifkan fungsi sesuai kehendak, mengarahkan banyak sekali alat pencabut nyawa tepat ke lokasi terakhir diri menormalkan pernapasan.
Biadab, terus-terusan saja mimpi buruk nih menghantui kehadiran. Aelah sempak, mau sampai aku begini? Kemunculan, penanganan dan penamaan kenapa dapat bertukar, mengevolusikan rangkaian tidak berkemanusiaan. Kalau begini saja aku hampir nyerah, apalagi orang lain?
Fiuuuuuh.
“Grahhhhh!!!’
Diam kau, makhluk tanpa nama. Karenamu raga terpaksa datang ke lokasi.
“Tckkkk!!”
Tengok nih, jawara telah menginjakkan kaki di lokasi terkait. Gila dah, padahal rembulan memancarkan pencahayaan melebihi apa yang kuduga, tapi sesuai kesimpulan struktural mata, remang-remang pada jalan menjadi pertanda keasrian enggan diganggu gugat oleh penduduk lokal.
Horyaaahhh!!
Memahami misi kali ini bukan bertujuan untuk membunuh, pencarian ajal sengaja diarahkan oleh kapten, menghantarkan lima regu ke sebuah hutan terseram lagi terangker bagi kehidupan umat di kala pemberlakuan lari-lari berjalan, menghindari pengubahan santapan teruntuk raga.
Hiiiih, menyeramkan sekali, astaga. Aku tidak tahu itu apa, namun kelihatannya macam kadal berwujudkan setengah kambing dan juga manusia kidal. Eits, kutegaskan bahwasanya benak sama sekali tidak, tiada merasakan ketakutan selain kegelian semata. Meski rupa keabnormalan tersaji melalui visualisasi, tingkah sok berani masih sempat diwujudkan beberapa grup selagi nyanyi-nyanyi tidak bermutu keluar, menghaturkan ejekan teruntuk oposisi di depan.
Kaaa- fuuuhhh.
“Hoaaaaahhhh!!”
Diem kau monyet, kakiku masih bergerak. Jangan harap keberadaan harus berakhir di bawah kunyahan.
Haaaaahhh!!
Tetap mensinergikan penggerak bawah, jeritan nan kuat atas bentuk kelaparan predator kemudian timbul, tersembul atas dasar nurani makhluk hidup, memuncungkan mulut agar kesadaran mampu dipulangkan sedikit lebih cepat.
Aelah, serius diri mesti mengalami hal seperti nih? Bukan bermaksud mengeluh, tapi diri agak muak, mendapati kejengkelan tak mampu diturunkan sesuai kodrat.
Awas saja kau makhluk jelek, sebentar lagi sebuah bahan peledak akan menghantam, merobek keberadaan sehebat mungkin.
Hhhh.
“Haah- haah- haah.”
Sabar dulu otak, teruskan kinerja Anda sampai beberapa menit ke depan. Sumpah, nih makhluk apakah dilahirkan atas dasar ketidakinginan? Menetapkan tekad dan keinginan pada fase di luar batasan sama sekali tidak, tiada memudahkan kehendak dalam meloloskan diri.
Diakibatkan rasa lapar, memenuhi hawa nafsu suatu makhluk hidup dalam kurun waktu berlarut-larut, perpindahan diri menuju utara laut disusul, dibuntuti sebegitu cepat oleh raksasa besar setinggi puluhan meter, menginjak lagi merobohkan pepohonan setiap lintasan, melahirkan dentuman besar sejalan pengembangan waktu.
Gila, sial banget. Coba pikir dikit, lah. Bagaimana caraku selamat apabila dihadapkan situasi begini? Aduh tolong dong, berguna dikit peran Anda di sini. Tunjukkan pada hamba sebuah jalan bagus, lurus lagi tak menyesatkan.
Tahulah!
“Sinta!!”
Kayak kenal, terasa familiar gitu waktu didengar. J- jangan bilang kapten tim? Hmmmmh? Tapi apa kemauan ia sampai harus melakukan obrolan di kala kegentingan dini?
Wajib ditanyai, sih.
“Haaah?!”
Teruskan melangkah sobat, ketidakmauan menurunkan kecepatan terus ia pacu, mengacuhkan larangan-larangan demi memuaskan hasrat sekaligus lambung tersendiri.
Adududuh.
Selagi kaki bergerak, memindahkan ke sana dan kemari bertujuan mengecoh pandangan target, keseriusan diri dalam melakukan penggocekan dibalas, merangkaikan sepenggal kata tiada disela, melukiskan sebuah panggilan khas teruntuk diri sendiri.
Haih, nama panggilanku adalah Sinta, dan saat nih pemimpin sekaligus ketua dalam pelaksanaan misi memanggil, berusaha mengutarakan suara walau tahu itu dapat mendatangkan bahaya untuknya.
Humu? Kalian bertanya padaku maksud perbuatan? Bodoh, apakah kepala berjaya dibenturi bebatuan tak berujung sampai melupakan kegawatan kali ini, hah?!
Uhhhhhh.
“Gunakan sesuatu untuk memperlambat makhluk tersebut!”
Woho, cerdas sekali kawan. Mana kusangka kebrilianan ide mampu, sanggup terhasilkan di kala penjepitan marabahaya.
Fiuuuuuhhh.
Memahami tangkapan daging empuk layak, patut disematkan terhadap raga yang sedang melakukan serangkaian penyelamatan, instruksi mengenakan barang-barang sekitar lalu timbul, menyembulkan kehadiran sejalan isi kehendak, berjaya memenuhi kebutuhan dalam rangka menahan, mengatasi kelajuan oposisi di belakang.
Huhu, makin laju, dan tetap menaikkan percepatan. Memakai rencana subjek demi keselamatan pribadi sama sekali tak, enggan menemukan alasan buat menolak satu patah kata. Yokai bos, mengingat intuisimu sangat tidak dibenarkan untuk menjatuhkan keraguan, dalam waktu dekat perencanaan mencapai kata akhir.
Monster jelek, bersiap sedialah menghadapi kematian Anda!!
“Seperti nih?!”
Semuanya menunduk, diri takkan menjamin keselamatan sekalipun Anda pengguna ilmu hitam.
Hoooooooh.
Menuruti arahan tidak lain sedari atasan, beberapa granat di bagian siku diambil, meletakkan tenggeran benda nan terikat pada telapak, melepaskan salah satu bagian sesaat pencabutan, pelepasan tangkai peledak terlaksana sambil melangkah.
Hehehe, jangan remehkanku, brengse*k. Kau tidak tahu seberapa banyak penjajah gugur, menghantarkan kesadaran mereka semua tiada tersisa satu orang pun? Harap dipikir, siapa pelaku, umat berdosa yang berani melangsungkan perbuatan tuh?!
Arghhhh!!
Selang pelancaran, membuang granat dengan rasio ledakan sepantar luas negara sebelah, pemasukan bahan peledak ke dalam muncung mulut terjadi, melahirkan ketepatan presisi selagi badan berbalik, segera melaksanakan guling ke depan demi menghindari resiko penyantapan.
Haaah, aku tidak tahu bagaimana cara granat memasuki bagian mulut. Namun sewaktu berguling, melangsungkan tindakan terkait di atas tanah bertekstur lembek, letupan besar kemudian datang, mewujudkan kehadiran sesuai prakira, menghancurkan beberapa bagian vital bagi keabnormalan sehingga akselerasi diam, berjaya menurun dan semakin anjlok sampai pada fase di mana kejatuhan teridentifikasi teruntuk target.
Alhamdulillah, berhasil juga dalam menumbangkan makhluk tak jelas. Selepas sekian lama sesi kejar-kejar berlangsung, kegemilangan mampu teraih, digapai sesuai hati nurani.
Fiuuuuuhhh.
“Aduuuuuhhh.”
Tolong dong, berikan hamba obat pereda luka. Mungkin terlalu dini, namun kengiluan terus-terusan menyerang, menenggerkan keberadaan pada masing-masing penggerak untuk menghilang, menurunkan kadar cidera terhadap bagian terkait.
Fufufu.
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
D'Arca
narasi terlalu sok puitis.. bosen
2024-10-08
0