"Bisa tidak kamu berhenti mengikuti ku? Aku lagi kerja, Lily!" sentak Fahmi dengan nada tegas dan tatapan mata yang nyalang. Bahkan rahang kokohnya terlihat mengetat saat bicara tadi.
Lily yang sedari tadi mengikuti Fahmi yang mondar mandir membawa barang keluar masuk pasar, terlihat ketakutan. Dia menatap wajah marah Fahmi dengan kedua matanya yang terlihat ingin sekali menangis.
"Dasar menyebalkan," ujar Fahmi kemudian kembali melanjutkan langkah, tapi gerak kakinya tertahan oleh kedua tangan kecil milik Lily yang memegangi lengan bagian otot-ototnya.
Tidak sampai di situ saja, Lily bahkan berani menyeret laki-laki itu untuk masuk ke dalam sebuah gang sempit yang ada di pasar itu, lalu kemudian memposisikan Fahmi berdasar di tembok gang.
"Kamu jangan macam-macam, Lily," peringat Fahmi dengan sorot mata yang tidak kelihatan sedang bercanda.
Lily yang mendengar itu tidak mengindahkan kata-katanya. Dia memilih untuk merobek selembar kertas dari buku kecil yang tergantung di lehernya. Sekalian dia juga menggenggam pulpen yang ada di sana, lalu mulai menulis apa yang ingin dia katakan.
Tidak lama waktu yang Lily butuhkan dan setelah selesai menuliskan semua yang ingin dia katakan itu, dia langsung menyerahkan lembaran tersebut ke Fahmi.
Fahmi dengan raut wajah yang marah terlihat membaca tulisan yang ada di lembaran kertas itu. Setelah mengetahui isinya, laki-laki itu langsung menatap ke arah Lily dengan satu alis terangkat.
"Kamu masih bisa bertanya kenapa aku begini? Aku tahu kamu tidak bodoh, Lily. Tanpa aku beritahukan alasannya, kamu juga pasti akan langsung-"
Perkataan Fahmi terpotong saat tiba-tiba saja Lily kembali menyodorkan lembaran kertas ke arahnya. Laki-laki itu jelas langsung mengambil itu dan bahkan langsung membacanya dengan cepat.
"Maaf, jujur aku tidak bermaksud untuk tidak ke sini. Hanya saja Papaku melarang untukku ke sini lagi lantaran waktu itu aku membawa pulang roti dari pasar ini. Aku tidak tahu kalau Papaku tidak suka ads yang membawa masuk makan dari luar tembok ...."
Fahmi berhenti membaca isi di lembaran kertas itu dan memilih untuk melihat ke arah Lily kembali, "Terus, kenapa kamu bisa keluar sekarang?" tanya laki-laki itu dengan raut wajah terlihat menuntut sebuah jawaban.
Lily terlihat ingin menulis sesuatu lagi, tapi Fahmi menghentikan gerak perempuan itu, "Apa kamu ingin mengatakan aku berhasil menjelaskan semuanya?" tebak laki-laki itu dan membuat si wanita bermata hazel itu mendongak melihat ke arahnya.
Fahmi terlihat menarik satu sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyum ironi, "Lima hari, apa kamu butuh waktu selama itu untuk menjelaskan semuanya? Atau jangan-jangan kamu memang tidak ingin bertemu denganku lagi?" tebak laki-laki itu dan membuat Lily terlihat kaget dengan kelopak mata yang semakin terbuka lebar.
Jelas wanita itu akan langsung menggelengkan kepalanya untuk membantah tebakan Fahmi. Masalahnya, jika memang dia tidak ingin bertemu lagi, mana mungkin Lily akan ada di sini sendirian.
Iya, wanita itu datang ke pasar sendirian. Itu semua dia lakukan tentu saja untuk bertemu dengan Fahmi. Bahkan Carlos, pengawal kepercayaan keluarganya dia minta menunggu di mobil sana hanya agar dia mendapatkan yang namanya privasi.
"Sudahlah. Sebelum kita kenal lebih dekat, sebaiknya memang kita sudahi saja kedekatan ini. Dilihat juga, kita memang tidak sepantasnya mempunyai hubungan sedekat ini. Kamu orang kaya dari ibu kota dan aku orang jelata dari desa pinggiran."
Lily semakin tercengang. Sementara Fahmi semakin melebarkan senyum ironisnya, "Kamu belum tahu kehidupan yang aku jalani, Lily. Aku juga masih belum tahu seperti apa kamu. Bisa dibilang kita ini masih saling kenal di permukaan saja. Jadi, maaf. Aku pergi dulu, Nona."
Setelah mengatakan itu, Fahmi bergerak mundur dengan perlahan. Untuk terkahir kalinya, dia terlihat memberikan sebuah senyum terlampau manis untuk Lily yang masih mematung di tempat. Setelah dia merasa jaraknya sudah lumayan jauh, laki-laki itu memilih untuk berbalik dan langsung berjalan ke luar dari dalam gang.
Sementara Lily. Tiba-tiba saja dia merasa dadanya serasa sesak. Air matanya terlihat sudah membendung di pelupuk matanya, tapi gadis itu terlihat belum ingin menumpahkan tangisnya. Pada akhirnya, dia dengan rasa sakit yang asing memilih untuk berjalan dengan langkah gontai keluar dari gang.
Langkah kaki Lily terlihat lemah. Bahkan kepala gadis itu terlihat menunduk, 'padahal kebersamaan kita baru terjalin, tapi kenapa semuanya jadi begini?' batinnya dengan terus berjalan keluar dari gang.
Sesampainya dia di bibir gang, Lily tiba-tiba tersentak kaget saat sosok Fahmi muncul mengagetkan dengan teriakan paling mengesalkan.
"Bagaiman tadi, apakah aktingku bagus, Lily?" tanyanya dengan raut wajah paling menyebalkan yang pernah Lily lihat.
Sementara di sisi Lily, perempuan itu tiba-tiba tidak bisa mengolah apa yang saat ini sedang terjadi. Buktinya saat ini dia terlihat berdiri dengan raut wajah melongo bingung.
"Satu sama kawan. Aku kira pembalasan yang aku lakukan setimpal dengan rasa jenuhku yang terus menerus menunggu kedat-"
Suara Fahmi seketika tergantikan dengan sebuah teriakan penuh kesakitan lantaran saat ini Lily sedang menarik-narik rambutnya. Terlebih lagi ekspresi wajah perempuan itu terlihat penuh dendam saat melakukan aksinya.
"Ampun, maaf, aku tidak akan lagi melakukannya," ujar Fahmi memohon dengan panik. Lily yang mendengar itu membuka mulutnya untuk mengeluarkan suara tawa yang bisu. Raut wajah bingung perempuan itu sudah berubah senang kembali, bahkan air mata yang tadi terlihat menumpuk di pelupuk matanya, terlihat menetes keluar menjadi air mata kebahagiaan.
***
"Jadi kamu ke pasar ini sendiri?" tanya Fahmi dan Lily yang mendengar itu tentu saja langsung menganggukkan kepala untuk menjawab.
Saat ini mereka berdua sedang berjalan di jalan pasar yang terlihat kering karena cuaca terik di siang hari ini. Ekspresi wajah Fahmi sudah kembali seperti biasanya. Dia menjadi sosok yang ceria lagi di depan Lily yang selalu bisa dibuat tersenyum senang oleh segala tingkah laki-laki itu.
"Bukankah itu kesempatan bagus?" tanya Fahmi sembari menoleh ke arah Lily yang sedang menikmati roti Scone miliknya. Wanita itu terlihat menatap Fahmi dengan bingung.
Fahmi yang menyadari arti tatapan itu terlihat langsung bergerak menggenggam satu tangan putih bersih milik perempuan itu, "Akan buang-buang waktu jika aku menjelaskannya. Lebih baik aku menunjukkannya langsung kepadamu. Jadi, ayo. Aku akan memperkenalkan pasar ini kepadamu."
Fahmi tanpa melihat situasi langsung menyeret tubuh Lily untuk ikut berlari dengannya. Semua orang yang melihat keanehan itu tentu saja langsung memandangi mereka dengan sorot mata yang terlihat kebingungan. Akan tetapi, Fahmi tidak mempedulikan tatapan semua orang. Saat ini yang terpenting adalah membuat Lily merasakan perasaan seseorang yang memiliki hubungan pertemanan.
Iya, tujuan Fahmi setelah membaca surat itu hanya satu, yaitu, membuat Lily merasakan betapa indahnya memiliki seorang teman untuk dia yang selalu dijauhi. Hanya itu dan Fahmi tidak akan melebih-lebihkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Lydia
Lanjut Author... terima kasih 😁
2024-05-03
1