JUMAT, 20 MARET 2020
pukul 14.10
Ambulance yang membawa petugas Dak Ho sampai dirumah sakit, disambut oleh petugas medis dari rumah sakit yang sudah bersiap menyelamatkan petugas Dak Ho.
"Petugas polisi terluka parah. Tiga luka tembak! tekanan darah kacau, tak sadarkan diri. Tidak ada denyut distal baik akibat cedera langsung atau hipotensi akibat syok hemoragik dan gangguan saraf tidak mampu merasakan rangsangan distal."
Petugas medis dari tim ambulance melaporkan pada dokter yang telah bersiap.
"Baik, terimaksih." tim medis cepat tanggap dengan kondisi petugas Dak Ho.
Dokter-dokter bedah spesialis pun telah bersiap menyelamatkan salah satu petugas polisi ini. Semua bekerja keras sesuai dengan bidang masing-masing.
.
.
.
Sementara itu, di tempat lain, para rekan petugas dak Ho juga sedang berjuang mati-matian mengejar salah satu terduga pelaku.
"Argh!" petugas Ahn tampak pucat, dan mulai jatuh.
"Sudah kubilang mundur!" bentak ketua Han menghentikan langkah, lalu berbalik menghampiri petugas Ahn.
"Maafkan aku ketua, aku berhenti sejenak. Kalian teruskan mengejar." nafas petugas Ahn mulai tersengal.
"Kirimkan helikopter! Petugas Ahn terluka kehilangan banyak darah! Lokasi aku kirimkan!" seru ketua Han dalam panggilan telepon pada kepala polisi Da Gwang Seok.
"Maafkan aku ketua!" ujar petugas Ahn sambil berbaring telentang. "Aku akan diam di sini, ketua lanjutkan mengawal rekan-rekan."
Dooor!!! Door!! Door!!! Door!!!!
Suara tembakan beruntun membuat ketua Han merebahkan diri tengkurap di sela-sela semak dan rerumputan.
Beberapa detik kemudian, hanya menyisakan sunyi. Tak ada pergerakan apapun. Ketua Han menyelidik dengan mata dan telinga. Hanya suara angin dan bau mesiu yang tercium.
Daerah bekas perkebunan yang terbengkalai seluas puluhan hektar itu, harus bagaimana mengira-ngira dari arah mana hujan peluru itu datang.
"Kalian baik-baik saja?!!!!!" teriak ketua Han memberanikan diri memastikan anak buahnya baik-baik saja.
Namun tak ada satupun sahutan. Hanya terdengar gesekan dedaunan alang-alang yang tumbuh subur setinggi dada orang dewasa.
Pikiran ketua Han mulai kacau. Ketua Han merangkak perlahan, berlindung diantara semak-semak setengah kering. Desis angin menderu menandakan tanah yang begitu luas dan lapang.
"Ketua!! Hati-hati, batalkan bantuan heli, berbahaya jika mereka benar-benar tiba. Kita belum tahu siapa yang kita hadapi." ujar petugas Ahn telentang mengatur nafas.
"Kurasa kamu benar. Tak bisakah kamu kembali mundur saja?" tanya balik ketua Han.
Dooor!!!... Dooor !!... Dooor!!!!
Suara tembakan beruntun kembali datang.
Sebuah peluru melesat dengan cepat, menghampiri pipi ketua Han. sangat tipis peluru itu melesat sedikit menggores kulit ketua Han.
Reflek yang bagus menyelamatkan ketua Han dari timah panas yang hampir saja meledakkan kepalanya.
Ketua Han sedikit terpelanting, darah ulai menampakkan warnanya di pipi kiri ketua Han,membentuk sebuah garis melintang memotong tulang wajahnya.
"Ketua!" seru petugas Ahn.
"Aku baik-baik saja." sahut ketua Han.
Melihat dari arah datangnya peluru dan memperhitungkan kecepatannya adalah hal yang dilakukan ketua Han selanjutnya.
Ketua Han berpikir cepat, inti-inti sel di otaknya terpacu, dengan situasi Medan pernah yang mengharuskannya bertindak berani dan sendiri.
Bayangan wajah-wajah anak buahnya membuatnya harus menemukan siapa dalang semua peristiwa yang telah melukai rekan-rekannya. Senyum dan tawa saat merasa puas dan bangga setelah berhasil mematahkan mata rantai pelaku kejahatan, terbayang bergantian di kepala ketua Han.
Wajah-wajah keluarga Daan orang-orang tersayang yang dengan bangga dan berusaha ikhlas melepas para petugas penyidik untuk bertugas, sangat menyiksa batin ketua Han.
Meruntuhkan namun juga menguatkan. Membuat ketua Han menemukan satu-satunya cara untuk bertahan dan jika berhasil, dengan sekali tembak, pelaku akan langsung terlumpuhkan di titik yang tepat.
"Aku rasa, aku tahu dimana posisi penembak itu." gumam ketua Han sambil mengatur detak jantungnya.
"kesempatanku hanya sekali,akan berhasil atau gagal. Pilihanku hanya dua, tertembak atau berhasil menembak tepat sasaran." gumamnya lagi mengumpulkan sisa tenaga.
"Atau kemungkinan terbesarnya, aku bisa tertembak setelah berhasil menembak."
Ketua Han menghirup oksigen sebanyak mungkin, memasukkannya sampai penuh dan sesak di rongga dadanya, lalu melepaskannya dengan kuat-kuat. Ia siapkan ulang pistolnya, cek kesiapan dan jumlah peluru.
Dengan cepat, ketua Han berdiri tegak, mengarahkan pistol ke arah jam 2 dari tempatnya berdiri, lalu melesatkan dua peluru dengan cepat.
Disaat yang bersamaan, dua peluru juga bersarang di bahu kanan dan di perut ketua Han. Ketua Han terhuyung dan jatuh terpental telentang karena hempasan peluru yang melesat cepat.
Dilangit, terlihat, wajah cantik putri kesayangannya yang saat ini mulai beranjak dewasa. Putri yang beberapa bulan terakhir ini belum sempat ia temui lagi.
"Ayah, berjanjilah akan berhati-hati dan selamat dari setiap menaklukkan pelaku kejahatan. Lalu tengok aku kesini, bawakan bunga kesukaanku, sebagai upahnya, akan aku belikan ayah makanan kesukaan ayah. Kita makan bersama. Berjanjilah jangan terluka!" ujar Na Hee saat terakhir ketua Han mengunjunginya di tempat kerja putrinya di kota lain.
Ketua Han tak begitu yakin dua peluru yang ia lepaskan akan melumpuhkan pelaku tepat sasaran, namun cukup membuatnya cacat yang tak akan mudah disembuhkan.
Air mata ketua Han menggenang di sudut kedua matanya, mengaduk semua rasa bersalah pada semua orang, ketika ia kembali mengingat wajah-wajah patuh penuh semangat semua petugas penyidik yang selalu melakukan semua pekerjaan berbahaya dibawah komandonya.
Bayangan ingatan ketua Han menuju ke beberapa Minggu sebelumnya, disebuah kedai.
"Ketua!!!terima kasih makan malamnya!!! Mari bersatu dan jangan terluka!!" seru seluruh tim saat terakhir mereka berkumpul merayakan kemenangan dan keberhasilan menghukum pelaku kejahatan.
"Kita kalahkan semua kejahatan!! Kita tunjukkan siapa kita!" seru petugas Dak Ho sambil mengacungkan gelas persahabatan.
"Buat mereka jera saat melihat kita!!" sahut petugas Ahn.
"Mereka akan menciut saat melihat salah satu dari kita." sahut petugas Bae.
"Apalagi saat kita bersama, mereka akan langsung menyerahkan diri. atau lari sejauh mungkin."
Bayangan -bayangan senyum itulah yang terlihat di langit, tepat di atas ketua Han yang masih telentang dengan dua peluru yang bersarang di tubuhnya.
Rasa sakit karena luka dari timah panas, tak ia rasakan. Namun rasa sakit dari kegagalan memimpin tim untuk menaklukkan pelaku kejahatan, membuat ketua Han tak mampu membuka mata.
Darah yang terlalu deras mengalir dari dua lubang di bahunya, membuat pandangannya mulai berkunang-kunang, kepala mulai sedikit pusing. Rasa haus tak bisa lagi tertahan. Namun, entah kenapa ketua Han tak mampu lagi bangun dan merasakan anggota tubuhnya
"Oh, benarkah ini akhir dari segalanya? Sampai disini sajalah perjuangan kita? Maafkan aku kawan-kawan, aku tidak berhasil melindungi janji-janji kita untuk tidak terluka."
Kalimat terakhir ketua Han, dan akhirnya matanya tertutup rapat.
Angin di tanah luas itu seakan mengharu biru turut berduka setelah menyaksikan darah-darah dari para petugas penyidik yang terluka.
...****************...
To be continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
ramanda
jadikan pelajaran. aku melihat tim polisi ini mudah sekali masuk ke jebakan para penjahat.
2024-10-15
0
ramanda
mungkin lebih tepat menggunakan kalimat mematahkan mata rantai ketimbang mematahkan rantai makanan.
2024-10-15
0
🌞MentariSenja🌞
/Cry//Cry//Cry//Cry//Cry//Cry//Cry/
2024-09-20
1