JUMAT, PUKUL 12.40
"Ini seperti di daerah industri lama. Daerah ini sedang ramai sengketa kan." ujar petugas In Hae sambil mengamati layar ponselnya.
"Sepertinya iya. Polisi setempat belum bisa mendamaikan. Entah apa permasalahan awalnya." sahut petugas Ahn tetap fokus pada arus lalu lintas jalan.
"Aku dengar banyak jalan yang diblokir. Tapi kenapa petugas Dak Ho bisa masuk?" petugas In Hae sedikit berpikir.
"Mungkin sudah banyak jalur yang dibuka. Atau seseorang yang dikejar petugas Dak Ho adalah orang sana yang tahu mana jalan yang dibuka." jawab santai petugas Ahn sambil mengemudikan mobil dengan sedikit ngebut.
"Hmmm... Bisa juga." petugas In Hae manggut-manggut.
PUKUL 12.57
Perlahan petugas Ahn melaju sambil memperhatikan daerah yang tak jauh lagi dari titik lokasi petugas Dak Ho. Daerah itu sangat sepi. Hampir tak ada kehidupan dan aktivitas, seperti kampung mati.
Perasaan sedikit ngeri menghampiri keduanya. Kaca mobil ditutup rapat-rapat, mata melotot sempurna, waspada melihat sekeliling.
"Kenapa sunyi sekali?" gumam lirih petugas In Hae.
"Benar- benar tak ada kehidupan." petugas Ahn terus mengawasi sekitar.
"Waspada petugas Ahn, entah kenapa dari tadi aku curiga, kenapa titik petugas Dak Ho tak bergerak sama sekali?" petugas In Hae mulai menyadari sesuatu.
"Tempat apa ini? Benar-benar kosong." kata petugas Ahn semakin memperlambat kemudinya.
Benar-benar kosong. Hanya terlihat rumpu-rumput kering yang beterbangan terbawa angin. Pemandangan sepanjang kanan dan kiri sisi jalan, sangat mengerikan. Ruko-ruko dan rumah penduduk rusak parah , jendela copot sebelah dengan kaca pecah berantakan, pintu-pintu tak lagi terpasang dengan benar, dinding-dinding penuh coret-coretan yang tak jelas.
Berderet pabrik terbengkalai, dengan gerbang yang terbuka lebar-lebar, bahkan ada yang sengaja seperti di robohkan. Sengketa dan perselisihan antar daerah yang terjadi berkepanjangan, membuat semua warga ketakutan, dan direlokasi ke tempat aman oleh pemerintah setempat.
"Gang depan belok kanan." ujar petugas In Hae.
"Perasaanku mulai tak senang melihat situasi disini." ucap jujur petugas Ahn sambil perlahan berbelok kanan.
Tepat seperti apa yang mereka pikirkan. segerombolan orang dengan ukuran badan beragam, menyambut kedatangan kedua petugas dengan wajah garang.
"Apa yang terjadi? Siapa mereka?" petugas Ahn sedikit ragu dan menghentikan laju mobilnya.
"Bagaimana ini? Sepertinya ini jebakan? Tapi dimana petugas Dak Ho?" ujar petugas In Hae.
"Dimana lagi menurutmu, setelah melihat mereka ternyata siap menyambut kita." kata petugas Ahn lalu menghela nafas dan mematikan mesin mobil patroli polisi yang sedari tadi dikemudikannya.
"Jadi... Bagaimana? Yakin kita bisa menyentuh otot-otot kekar mereka?" ujar petugas In Hae sambil memasukkan ponsel ke saku celananya.
"Sssshhh... Tidak ada salahnya mencoba. Yang jelas babak belur, tapi setidaknya seri." sahut petugas Ahn.
"Benar, memang apa yang bisa kita lakukan sekarang? Setidaknya aku mengirimkan lokasi kita pada ketua." ujar petugas In Hae.
"Hahahahaha.... Jadi kita keluar sekarang?" kelakar petugas Ahn.
"Oke!"
Melihat kedua petugas penyidik keluar dari dalam mobil patroli, barisan pria-pria berbadan kekar yang tadinya melebar memenuhi hampir seluruh bahu jalan masuk ke halaman rumah besar itu, bergeser perlahan seperti membentuk huruf V.
Dari sanalah mulai tampak terlihat, seseorang tergantung tengkurap menghadap bawah, dengan perut terikat dan terpaut pada gigi sebuah ekskavator yang ditarik full ke atas.
Luka-luka terlihat di sekujur tubuhnya yang telanjang dada. Darah segar masih menetes di ujung-ujung jarinya, di wajah dan di seluruh tubuhnya yang bergelantungan lemas tak bergerak.
Petugas In Hae dan petugas Ahn saling pandang dengan mata yang membulat sempurna. Keduanya menggertakkan gigi, menahan amarah, syok, dan rasa khawatir di saat bersamaan.
Meskipun hal-hal semacam ini sudah bukan hal aneh lagi, namun rasanya tetap saja tidak terima jika rekan mereka menjadi korban keganasan para penjahat.
"Selamat datang para pahlawan." ujar seorang pria setelan putih lengkap dengan topi Bowler berwarna hitam, persis yang dipakai Charlie Chaplin.
"Siapa dia?" ujar pelan petugas In Hae.
"Entahlah. Aku juga baru melihatnya kali ini." sahut petugas Ahn.
"Lawan kita sepertinya penguasa di sini. Harus hati-hati." bisik petugas In Hae waspada tingkat tinggi.
Kedua petugas berjalan melewati pria-pria berbadan kekar yang minggir di sisi kanan dan kiri.
"Stop! Jangan maju lagi, atau rekan kalian akan terlempar ke dalam perapian di sana!" seru ketua bandit dengan topi Bowler hitam itu.
Seketika langkah kaki kedua petugas terhenti setelah mendengar hentakan ancaman tadi. dan keduanya berhenti ditengah2 para pria berotot.
"Habisi juga mereka! Dasar polisi suka ikut campur!!" teriak si ketua bandit.
Petugas In Hae dan petugas Ahn, menyatukan punggung mereka, bersiap posisi kuda-kuda, dengan kepalan tinju di kedua tangan, siap menerima gelitikan dari para pria berotot.
"Hyaaaaa!!!"
"Syaaa!!"
"Bug..bug... Bug"
"Slaaaankkk!"
"Desss... Dess.."
"Aaarggh!!!".
"Gedebuuuk!!! gedebuuuk!!"
Aneka suara dari keributan dan hantaman-hantaman adu daging, tulang dan otot terjadi begitu sengit di halaman rumah besar itu.
Kedua petugas penyidik tamak mulai kewalahan. Beberapa kali mereka sudah terkena hantaman dan pukulan dari para bandit pengeroyok itu.
Petugas Ahn menyeringai sambil mengusap darah kecil di sudut bibirnya, Lalu kembali menghadapi gerombolan tanpa lelah itu.
"Petugas Ahn!!!!! Awas!!!!" terimakasih petugas In Hae.
"Slaaaaak!!!! Bug!! Claaaank!!" suara keras dari tongkat besi yang mengenai kaki, punggung dan kepala petugas Ahn secara berurutan.
Petugas Ahn yang tak menyangka serangan dari belakang, terhuyung dan jatuh. Petugas In Hae hendak berlari mendekat, namun ia ditangkap oleh dua orang berbadan tegap.
"Bug.. Bug.. bug..!" tiga kali tinju keras mendarat di perut petugas In Hae dan membuatnya sedikit kesakitan.
"Kalian ini selalu sok pahlawan. Jadi bagaimana? Kalian menyesal? Atau kalian akan bergabung dengan dia untuk menuju api pencucian? Hahahahahaha ......" seru ketua bandit.
Jung Bum Sik adalah seorang ketua bandit penguasa klan terkuat di wilayah distrik II. Sudah jelas kejahatan mereka, namun belum ada polisi ataupun pihak berwajib yang berhasil membuat klan ini jera. Terlalu banyak kekuatan tak terlihat yang selalu membuat mereka lolos dari jerat hukum.
Tak ada yang tahu jelas bagaimana kelompok ini menghasilkan uang, namun mereka memiliki segalanya. Usaha yang jelas terlihat hanya satu Bar yang tak begitu ramai pengunjung.
Kedua petugas tampak sangat kelelahan. Pukulan dan serangan bertubi yang mereka terima dari otot-otot kekar, membuat nafas mereka terengah.
"Kenapa bantuan tak segera datang? bagaimana cara kita menyelamatkan petugas Dak Ho?" ujar pelan petugas Ahn.
"Kita bukan kalah kuat, tapi kalah jumlah." sahut petugas In Hae mengatur nafas.
"Benar. Tapi kita harus bertahan sampai bantuan datang." sahut petugas Ahn sambil mengusap keringat di dahinya yang sebagian bercampur darah.
"Baik. Kita mulai lagi." ajak petugas In Hae. Disambut anggukan mantap petugas Ahn.
"Hyaaaaaaaak!!!" seru kompak kedua petugas kembali mengerahkan sisa tenaga, berusaha melumpuhkan para bandit kekar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
✍️⃞⃟𝑹𝑨 ••iind•• 🍂🫧
Gedebuk gedebuk 🤣😭😭., Ya Allah mbah part ini bikin bengek dah ah
2024-11-17
0
ramanda
aku rasa penjahatnya sudah tau kalau diikuti, jadi dia melajukan mobil dengan kecepatan normal. dengan sengaja untuk menjebak polisi.
2024-10-11
1
Kustri
lama bgt bantuan datang! kasian, jgn smp mati sia"
2024-06-12
0