[REVISI]
.
.
.
Jika pengantin baru lainnya, mereka menginap di hotel untuk menikmati malam pengantin mereka. Tetapi untuk pasangan Qiana dan Chandra, mereka tidak.
Walaupun awalnya Chandra ada maksud ke arah sana, dengan kondisi Qiana yang masih tak nyaman dengan sentuhan tentu tidak memungkinkan. Ditambah Qiana yang mendapatkan tamu bulanannya, membuat mereka menikmati menginap mereka dengan mengobrol untuk mengenal satu sama lain.
Baik Qiana ataupun Chandra, mereka sama-sama memiliki rahasia yang mereka simpan rapat-rapat. Mereka sama-sama merasa masa lalu biarlah berlalu, masa sekarang yang paling penting bagi mereka untuk menata masa depan. Sehingga keduanya sama-sama tidak mencari tahu masa lalu masing-masing. Hanya saja mungkin masa lalu itu akan terbuka seiring berjalannya waktu.
Keduanya kini sedang merebahkan tubuh mereka. Qiana tidur terlentang, sedangkan Chandra miring ke arah Qiana sambil menggosok lembut perut istri kecilnya. Awalnya Qiana menolak, tetapi setelah dipaksa ia merasa nyaman dengan kehangatan yang dihasilkan dari gosokan tangan suaminya.
"Dek... Kamu pilih rumah kontrakan permanen, semi permanen atau kayu?" tanya Chandra.
"Apa saja, Mas. Yang terpenting akses ke tempat kerja gampang. Tapi, sebenarnya Mas kerja apa?” tanya Qiana yang masih tidak tahu pekerjaan suaminya seperti apa.
“Aku seorang mekanik alat berat di sebuah perusahaan rental alat berat, Dek. Pekerjaanku tidak menetap, jadi setiap beberapa tahun sekali aku akan di mutasi atau dikirim ke cabang lain. Dan sekarang, aku bekerja di Kalimantan Tengah. Di cabang-cabang yang sebelumnya, aku akan menetap di mess karyawan yang disediakan perusahaan penyewa yang ada di area tambang atau “site”. Jika di sana aku bisa melakukan pekerjaanku pulang pergi. Tetapi untuk cabang yang sekarang, aku tidak bisa. Mungkin ada kalanya aku akan pulang pergi dan akan ada kalanya aku akan pergi selama 3 hari, 1 minggu, bahkan 2 minggu baru bisa pulang.” Jelas Chandra.
“Mengapa bisa seperti itu, Mas?”
“Kantor yang sekarang ada di perkotaan, Dek. Dan pekerjaan yang dilakukan sudah pasti di area tambang yang ada di tengah hutan. Untuk ke sana, bisa menghabiskan waktu selama 1 hari penuh atau bahkan 2 hari perjalanan dan untuk perbaikan menyesuaikan tingkat perbaikan yang dilakukan. Jika ringan sehari selesai, jika berat dan menunggu pembelian suku cadang akan membutuhkan waktu lama.”
“Bagaimana makan dan tempat tinggalnya jika seperti itu?”
“Jika di tambang resmi, mereka memberikan akomodasi mess. Tetapi jika tambang tersebut masih berskala kecil atau perorangan yang menyewa, makan saja yang diakomodasi dan kami tidur di dalam mobil.”
“Berbeda dengan Ilham ya, Mas?”
“Jelas beda, sayang. Ilham itu operator, dia bekerja dengan kontraktor. Sedangkan suamimu ini dealer yang menyewakan alat berat ke kontraktor.”
“Jadi, Ilham yang mengoperasikan alat berat, Mas yang memperbaiki alat beratnya?”
“Ya, seperti itu. Nanti ketika aku berada di pelosok, kemungkinan aku tidak bisa dihubungi, Dek.”
“Mengapa?”
“Jika sudah berada di tempat yang jauh, akses sinyal akan sulit, Dek. Aku tidak akan bisa mengabarimu ataupun dihubungi.” Dengan menceritakan pekerjaannya, Chandra berharap istri kecilnya bisa mengerti dan sabar menunggunya jika ia tidak bisa pulang.
"Tak apa, Mas. Aku sudah memutuskan untuk mengikutimu ke mana pun kamu pergi. Maka aku akan menanggung semuanya. Aku tak apa ditinggalkan sendiri, aku bisa jaga diri." Qiana meyakinkan sang suami.
"Tapi apakah yakin kamu mau tinggal bersama Mamak sementara waktu? Jika tidak, kamu bisa kembali ke Rembang dulu, nanti aku jemput ketika cuti."
"Tidak, Mas. Aku tinggal di sini dulu saja. Hitung-hitung aku mengabdi dengan Mamak sebelum mengikuti, Mas."
"Baiklah, tetapi jika kamu berubah pikiran kamu bisa ke sana kapan pun."
“Iya, Mas. Tenang saja.” Qiana meyakinkan suaminya.
Topik pembicaraan pun berganti mengenai kakak Chandra. Ia menceritakan jika hubungannya dengan sang kakak mulai tidak harmonis semenjak sang kakak menikah dan memutuskan untuk meminta istrinya mengenakan cadar. Pandangan sang kakak mengenai Islam berbeda dengan pandangannya. Hal inilah yang membuat hubungan mereka, kakak beradik menjadi tidak sama lagi.
Chandra berpesan, apa pun yang Qiana lakukan nanti sebisa mungkin untuk tidak bersinggungan dengan sang kakak. Takutnya, Qiana akan di kecam karena tidak sama dengan mereka. Tetapi Qiana memastikan dirinya akan bisa membaur dengan mereka dan beradaptasi. Apalagi Mamak menerimanya dengan baik dan selama Qiana membantu bersih-bersih setelah acara kemarin, tidak ada yang aneh dari sikap kakak iparnya.
Chandra bisa tenang meninggalkan Qiana di rumah bersama Mamak. Ia tidak bisa langsung membawanya karena ia masih tinggal di mess perusahaan. Untuk keluar mess, ia perlu mengurus beberapa surat yang menyatakan jika ia membawa keluarganya dan mengganti statusnya yang "single" menjadi status berkeluarga. Belum lagi ia harus mencari kontrakan untuk mereka tinggali nantinya.
Semuanya perlu proses, meskipun sebenarnya ia bisa membawa Qiana dan membuatnya menginap di hotel terlebih dahulu. Tetapi tidak ia lakukan karena pekerjaannya yang tidak menentu. Takutnya saat ia membawa Qiana tanpa persiapan, ia justru harus meninggalkan Qiana sendiri di hotel untuk pergi ke tempat yang jauh.
"Mas, aku boleh tanya?" Chandra menganggukkan kepalanya.
"Apakah Mas masih ada hubungan dengan perempuan? Pacar mungkin?" tanya Qiana ragu.
"Tidak, mengapa?"
"Aku sempat melihat ada foto perempuan di lemari pakaian." cicit Qiana yang takut menyinggung suaminya.
"Astagfirullah. Maaf kan aku, Dek. Aku lupa membersihkannya. Kamu buang saja jika menemukan foto itu nanti."
Qiana sudah menyiapkan mentalnya. Ia yang bersalah karena menikah dengan Chandra secara tiba-tiba tanpa tahu suaminya itu memiliki kekasih atau tidak. Ia pun menguatkan hatinya.
"Mas, jika kamu masih punya hubungan dengan perempuan itu. Kamu bisa mengakhirinya baik-baik, aku akan menunggu."
"Sudah tidak ada hubungan, Dek. Demi Allah." takut Qiana salah paham, akhirnya Chandra pun menceritakan masalah perempuan tersebut.
“Namanya Novi, ketika aku baru saja di pindahkan dari Jakarta ke Banjarmasin. Secara kebetulan aku membantunya mengumpulkan kertas tugasnya yang tercecer karena kantong plastik yang robek. Karena aku merasa pekerjaanku sudah mapan dan penghasilan stabil, aku memutuskan untuk berhubungan dengan serius dengannya yang masih berstatus pelajar. Umur bagiku tidak masalah dan orang tua Novi menyambut baikku kala itu, sehingga aku menyanggupi segala kebutuhannya.” Chandra berhenti sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.
“3 tahun aku menjaga, melindungi dan memenuhi semua kebutuhannya. Akan tetapi, ketika lulus ia meminta waktu untuk merasakan dunia kerja. Karena memang dari awal aku tidak menginginkan istri yang bekerja, aku memberikannya waktu selama setahun. Tetapi Novi ingkar di tahun kedua ia bekerja, jadi tidak ada alasan bagiku untuk melanjutkannya karena targetku menikah di umurku yang ke 25. Setelah itu aku ada menyukai rekan kerja di Batulicin karena sifatnya yang tenang ditengah-tengah pekerjaan yang mayoritas laki-laki. Tetapi seiring berjalannya waktu, sifatnya berubah menjadi perempuan yang dekat dengan laki-laki sana-sini.” Chandra mengakhiri cerinya.
“Kamu adalah satu-satunya prioritasku, Dek. Tidak ada perempuan lain!” Chandra meyakinkan istri kecilnya.
Qiana percaya dengan apa yang dikatakan oleh suaminya karena selama bercerita, mata Chandra tidak lepas dari pandangannya. Ia bisa melihat tidak ada keraguan di sana, justru Qiana tersentil dibuatnya. Ia masih memiliki ganjalan di hatinya, yaitu Iqbal. Meskipun Qiana tidak menyanggupi perasaan Iqbal, janji yang di ucapkan Iqbal masih berlaku. Entah bagaimana Qiana akan menyelesaikan simpul tersebut.
"Mas..." Qiana mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap ke arah suaminya.
"Ya..."
"Ada sesuatu yang ingin aku ungkapkan." tiba-tiba ponsel Chandra berdering.
Ia pun beranjak dari tempat tidur untuk mengambil ponsel yang ia letakkan di meja samping tempat tidur. Tertera nama "foreman" nya di sana. Ia pun menjawab panggilan tersebut.
Qiana merasa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengungkapkan masalah Iqbal. Ia pun melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 11.30 malam dan ia juga sudah merasakan kantuk. Qiana membenarkan selimut dan mengamati suaminya yang sedang berbicara dengan seseorang membahas peralatan yang tidak ia mengerti sampai ia menutup matanya.
Pembicaraan Chandra masih berlangsung lama karena banyak masalah yang perlu ia pecahkan berdasarkan informasi yang diberikan oleh "foreman" tersebut, membuatnya tidak sadar jika istri kecilnya telah terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Yani
Mungkin Chadra kaget
2024-06-07
1