[REVISI]
.
.
.
Qiana terbangun ketika mendengar suara adzan subuh dari mushola yang berjarak 50 meter dari rumahnya.
Saat Qiana ingin meregangkan tubuhnya, ia terkejut dengan tangan asing yang ada di perutnya. Qiana menoleh ke arah pemilik tangan dan hampir saja ia berteriak mengetahui ada laki-laki di kamarnya. Tetapi setelah memperhatikan, ternyata laki-laki tersebut adalah Chandra, suaminya. Ia pun mengelus dadanya, ia lupa jika sudah menikah kemarin.
Dengan perlahan Qiana melepaskan tangan Chandra dan beranjak keluar kamar. Setelah mengambil air wudhu, Qiana mengerjakan sholat subuh di ruang tamu. Dan seperti biasa, kegiatannya setiap bangun tidur adalah membersihkan rumah. Selesai membersihkan rumah, Qiana mencoba membangunkan suaminya untuk sholat subuh.
"Mas, bangun.. Sudah pagi." sambil menepuk pelan lengan suaminya.
"Jam berapa?" tanya Chandra dengan suara parau tanpa membuka matanya.
"Setengah enam."
Seketika Chandra duduk dan mengejapkan matanya. Melihat Qiana yang memandangnya dengan wajah polos, membuat alarm paginya berdering. Segera Chandra keluar kamar tanpa melihat Qiana dan bergegas ke kamar mandi.
"Dasar!" umpatnya ketika sudah berada di dalam kamar mandi.
Perginya Chandra yang terburu-buru membuat Qiana berpikir jika sang suami sudah kebelet pipis, sehingga tidak mempermasalahkannya. Ia pun membersihkan kamar tidurnya dengan mengembalikan kasur ke atas ranjang dan melipat kembali kasur lipat yang kemudian ia letakkan di samping lemari kayunya.
Chandra masuk kamar dengan wajah yang sudah segar dan rambut sedikit basah karena air wudhu. Qiana sudah menyiapkan sajadah dan sarung untuk keperluan Chandra. Ia pun pamit untuk memasak di dapur, sementara Chandra melaksanakan sholat. Selesai sholat, Chandra menyusul Qiana di dapur.
Ia sadar tidak bisa membantu, jadi ia hanya bisa memperhatikan Qiana yang sibuk dengan bahan dan alat masaknya. Qiana yang menyadari suaminya memperhatikannya, ia pun mendekat dan menanyakan suaminya ingin minum kopi atau teh. Chandra menjawab teh, yang segera Qiana tuangkan ke gelas.
Tanpa ditanya, Qiana menjelaskan jika setiap pagi ia selalu membuat teh hangat satu teko untuk Ibu dan adiknya. Setelah menyuguhkan teh, Qiana juga menyuguhkan pisang rebus yang baru saja matang di hadapan Chandra. Kemudian ia melanjutkan masakannya.
Qiana adalah orang kedua setelah Mamaknya yang memperhatikan dan melayaninya seperti sekarang ini. Berbicara tentang Mamak, ia pun teringat jika dirinya belum mengabari beliau sejak kemarin. Chandra pun bergegas mengambil ponselnya di kamar, yang ternyata sudah mati karena kehabisan baterai.
"Dek, kamu punya charger type C tidak?" tanya Chandra yang menghampiri Qiana.
"Tidak, Mas. Adanya micro USB." jawaban Qiana yang hanya ditanggapi "oh" oleh Chandra dan ia mengembalikan ponselnya ke kamar.
Tepat pukul setengah 7, Qiana sudah selesai memasak dan ia pun bergegas membersihkan diri. Pukul 7 ia sudah siap dengan seragam kerjanya, ia pun mengajak sang suami untuk sarapan. Tetapi karena Chandra sudah minum teh dan makan 3 pisang rebus, ia mengatakan jika nanti saja sarapannya.
Ketika Qiana akan berangkat kerja, ia ingat jika ponsel suaminya perlu charger type C yang mana banyak teman kerjanya menggunakan charger tersebut. Ia mengutarakan niatnya untuk membawa ponsel Chandra ke tempat kerja, di sana ia bisa meminjam charger teman kerjanya. Chandra setuju, ia pun menyerahkan ponsel dan kartu ATM kepada Qiana.
"ATM untuk apa, Mas?"
"Nanti kamu ambil dari ATM ini untuk membayar penalty. Pin nya 242526." jawab Chandra santai.
Qiana menganggukkan kepalanya dan mencium punggung tangan suaminya. Diruang tamu ia juga berpamitan kepada sang Ibu yang masih bersikap cuek, sedangkan adiknya sudah berangkat sekolah lebih dulu. Sikap cuek Ibu Ningsih, tidak luput dari pandangan Chandra yang melihat istri kecilnya berlalu keluar rumah.
Tempat kerja Qiana ada di pusat Kota Rembang. Dengan mengendarai bus umum sekitar 40-45 menit, Qiana akan sampai di Alun-alun Kota Rembang. Dari alun-alun ia masih harus berjalan sekitar 200 meter untuk sampai di tempat kerjanya.
Sesampainya di tempat kerja, Qiana melakukan absen dan mulai membersihkan meja tempatnya bekerja sebelum menyalakan komputer. Qiana bekerja sebagai customer service di sebuah CV percetakan. Gaji yang ia dapat sebesar 1,2 juta dengan sistem kontrak selama 1 tahun. Sebenarnya, Qiana merupakan kandidat yang akan dikirim ke kota Yogyakarta untuk membuka cabang baru di sana.
Qiana sudah menantikan hari itu, karena ia ingin merasakan jauh dari sang Ibu. Bukan ia tidak suka dekat dengan sang Ibu, tetapi ia hanya ingin jauh untuk menghindar dari beberapa orang yang diinginkan Ibunya sebagai menantu. Tetapi sekarang keadaannya sudah berbeda, Qiana sudah menikah dan suaminya menginginkannya untuk tidak bekerja. Maka ia akan mengajukan resign hari ini.
Hari ini banyak pelanggan yang datang, membuat Qiana tidak sempat menemui manajer untuk mengajukan resign. Tepat sebelum jam makan siang, Qiana meminta rekan CS nya untuk meng-handle pekerjaannya, sementara ia ingin menemui manajer CV. Sayangnya, manajer CV telah meninggalkan kantor saat itu.
"Sepertinya tidak bisa resign hari ini." gumam Qiana.
"Siapa yang mau resign?" tanya Mbak Wahyu, admin utama CV.
"Saya Mbak, apa Mbak bisa bantu?" tanya Qiana berharap.
"Bisa sih, tapi kamu masih karyawan kontrak. Jika resign sekarang kamu akan dapat penalty."
"Tidak apa Mbak. Saya akan tanggung."
Mbak Wahyu mengajak Qiana masuk ke dalam ruangannya. Setelah Qiana duduk, Mbak Wahyu mengutak-atik komputernya yang kemudian mencetak surat pengunduran diri. Mbak Wahyu meminta Qiana untuk tanda tangan diatas materai dan juga menandatangani surat pernyataan penalty.
“Hah...” Qiana terkejut melihat nominal yang tertera dalam surat yang ia tanda tangani sebesar 5,6 juta rupiah.
“Itu hasil perkalian gaji kamu dengan bulan tersisa di kontrak. Kamu bisa membatalkan keputusan resign kamu jika dirasa berat.” Kata Mbak Wahyu yang melihat keterkejutan Qiana, ia tidak tega Qiana mengeluarkan sejumlah uang tersebut.
“Terima kasih, Mbak. Saya sudah mantap, boleh bayar pakai kartu debit, Mbak?"
"Boleh, tolong kamu ambilkan mesin EDC-nya di depan ya!" Segera Qiana kembali ke mejanya untuk mengambil mesin EDC dan kartu ATM di dompetnya.
Setelah transaksi selesai, Qiana menerima surat pengalaman kerja dari Mbak Wahyu yang menyatakan jika ia telah bekerja dengan baik selama waktu yang tertera. Qiana mengucapkan terima kasih dan kembali ke desknya. Tidak lupa Mbak Wahyu mengatakan jika Qiana sudah boleh meninggalkan kantor saat ini juga. Qiana menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Terimakasih ya, Mbak Ana." ucap Qiana yang mengembalikan charger milik Mbak Ana.
"Sama-sama. HP baru ya?"
"Tidak Mbak, ini punya suamiku."
"What?" sontak membuat beberapa karyawan melihat ke arah Mbak Ana yang berteriak.
"Kapan nikahnya, Na? Kamu jangan bercanda!" tanya Mbak Ana yang kini menggunakan suara pelan.
"Kemarin Mbak."
"Astaga, Qiana! Bagaimana dengan Iqbal?"
Deg. Qiana melupakan Iqbal. Laki-laki yang memintanya menunggu sampai tahun depan untuk melamarnya. Iqbal saat ini sedang berada di cabang Kota Tuban, ia merupakan ketua cabang di sana. Qiana tidak memberikan jawaban kala itu, tetapi Iqbal tetap bertekad untuk melamar Qiana. Menurutnya, tahun depan ia akan ditarik kembali ke Kota Rembang sehingga mereka tidak perlu LDR an.
"Mbak, aku boleh minta nomor Mas Iqbal?" Mbak Ana segera mengirimkan nomor Iqbal via SMS. Qiana mengucapkan terima kasih dan mengatakan jika dirinya akan pulang sekarang. Ia juga mengatakan jika ia sudah resign, Qiana mengucapkan terima kasih atas bantuan Mbak Ana selama ia bekerja. Tidak lupa, Qiana juga berpamitan kepada karyawan lain yang selama ini sering berinteraksi dengannya.
Hingga pukul 14.00, Qiana meninggalkan kantor dan menaiki becak untuk menuju pasar kota yang lumayan jauh jaraknya. Sebelum pulang, ia ingin berbelanja kebutuhan rumah terlebih dahulu. Ia juga ingin membelikan beberapa keperluan untuk sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Yani
Selalu ada orangtua yang pilih kasih sama anaknya
2024-06-06
2