[REVISI]
.
.
.
"Kenapa tidak di tawar?" tanya Chandra yang penasaran dengan jawaban Qiana.
"Astagfirullah, Mas. Kenapa muncul tiba-tiba?" Qiana terkejut dengan kehadiran Candra di belakangnya. Chandra hanya tersenyum karena merasa lucu degan reaksi istri kecilnya.
"Mas tadi tanya apa?"
"Mengapa belanjaannya tidak ditawar?"
“Harga yang ditawarkan dengan barang yang dijual menurutku worth it, makanya tidak aku menawar. Tetapi aku meminta potongan harga karena dari yang aku lihat selama mengikuti Mas tadi, Mas menawarnya selalu 40% di bawah harga yang ditawarkan oleh pedagang dan mendapat kesepakatan harga di antara 30-35% persen dari harga awal. Lumayanlah kalau dapat potongan 20% dari harga total.” Jelas Qiana malu-malu.
Chandra hanya bisa menggelengkan kepala. Terkadang pemikiran istri kecilnya tidak masuk di akalnya. Tetapi ia tetap tersenyum dan mengiyakannya agar tidak mengecewakan Qiana.
Karena sudah banyak yang mereka beli, keduanya pun keluar dari Pasar Beringharjo yang mana bertepatan dengan adzan dzuhur. Sebelum lanjut berjalan, Chandra bertanya apakah istri kecilnya masih sanggup berjalan. Qiana menganggukkan kepalanya. Akhirnya Chandra mengajak Qiana kembali ke parkiran Mall Malioboro dengan berjalan kaki. Kurang lebih berjarak 500 meter, mereka berjalan selama 10 menit.
Sampai diparkiran, Chandra memasukkan belanjaan di belakang kursi kemudian. Kemudian ia mengajak Qiana berjalan lagi sampai ke Masjid Malioboro DPRD untuk melaksanakan sholat dzuhur. Karena saf perempuan dan laki-laki terpisah, Chandra mengatakan siapa pun yang selesai lebih dulu harus menunggu di serambi agar mudah untuk dicari.
Ternyata yang selesai lebih dulu adalah Chandra. Qiana berjalan menghampiri sang suami yang sedang memainkan ponselnya. Suaminya sedang memainkan salah satu game yang sedang populer akhir-akhir ini. Sebuah game moba yang beranggotakan 5 orang. Qiana hanya memperhatikan sampai sang suami menyelesaikan permainannya.
Qiana sendiri juga menyukai game, akan tetapi ia lebih suka game hidden object yang lebih banyak ia mainkan di komputer. Ia tidak suka dengan game moba yang isinya pertarungan.
15 menit kemudian, Chandra telah menyelesaikan permainannya dan memasukkan kembali ponselnya kedalam tas selempangnya. Melihat Qiana sudah terlihat lebih segar, Chandra mengajak istri kecilnya berjalan lagi ke sebuah tempat makan yang menyediakan berbagai masakan selain gudeg.
Qiana memesan rawon dan es buah, Chandra memesan nasi rames dan es teh. Untuk tambahan, Chandra memesan perkedel dan empal. Setelah pesanan datang, keduanya makan sambil membicarakan destinasi selanjutnya. Disinilah Chandra mengatakan jika dirinya harus segera kembali ke Kalimantan Tengah untuk bekerja karena cuti yang ia ambil tersisa 3 hari saja.
Chandra meminta Qiana untuk sementara tinggal di Jogja sampai ia cuti kembali. Qiana hanya diam, ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Chandra menggenggam tangan Qiana dan mengatakan jika Qiana mau, Chandra akan mencari kontrakan di sana agar Qiana bisa ikut bersamanya.
Pandangan Qiana kini tertuju pada wajah suami yang baru beberapa hari ini ia nikahi. Hanya ada ketulusan di mata sang suami, beberapa hari ini Chandra juga sangat menjaga dan memanjakannya. Sudah menjadi sebuah kewajiban istri untuk mengikuti kemana pun suaminya pergi.
"Iya, Mas. Aku mau ikut." jawab Qiana mantap.
"Apa tidak sebaiknya kamu melanjutkan kuliah saja?" tanya Chandra yang merasa sayang dengan prestasi istri kecilnya.
"Belum ingin, Mas." Qiana terdiam sejenak.
Ia pernah ingin melanjutkan kuliah lewat jalur bidik misi, tetapi ditentang oleh Ibu Ningsih. Menurut beliau, perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena ujung-ujungnya juga hanya akan di rumah mengurus suami, anak dan keluarga. Keras kepala pun percuma, Qiana hanya bisa mengubur mimpinya untuk kuliah. Dan sekarang ia ditanya untuk kuliah, minatnya tidak ada. Bukan tidak ada, lebih tepatnya belum tertarik. Membantu mengerjakan tugas kuliah teman-temannya sedikit banyak sudah memberikannya gambaran dunia perkuliahan. Tetapi untuk terjun secara langsung, ia masih enggan.
Chandra bisa menebak apa yang dipikirkan oleh istri kecilnya lewat raut wajahnya saat ini. Ia pun tidak lagi membahas tentang kuliah, ia mengganti topik seputar pekerjaannya. Ia menjelaskan jika dirinya adalah lulusan sarjana teknik yang sekarang ini bekerja sebagai mekanik di salah satu dealer alat berat terbesar di Indonesia. Ia baru 3 bulan bekerja di Cabang Kalimantan Tengah, tepatnya di Kota Muara Teweh. Sebelumnya ia bekerja di Cabang Kalimantan Selatan selama beberapa tahun.
Sebelum melanjutkan penjelasannya, Chandra meminta ponsel Qiana dan kartu ATM yang pernah ia berikan, lalu mendownload mobile banking di sana. Chandra memberikan sandi dan pin untuk mobile banking, hal ini ia lakukan agar Qiana lebih leluasa menggunakan ATM tersebut. ATM tersebut merupakan ATM yang memang ia siapkan khusus untuk istrinya. Qiana terkejut melihat nominal yang tertera di sana, sedangkan Chandra hanya tersenyum.
"Tidak percaya kalau suamimu ini kaya, Dek?" Qiana menggeleng.
"Aku justru takut memegang uang sebanyak ini, Mas."
"Tidak apa, itu bisa kamu gunakan untuk memenuhi keinginan mu dan mengatur rumah tangga kita." ucap Chandra seraya mengusap puncak kepala istri kecilnya.
Jika perempuan di luar sana hanya melihat hartanya, istri kecilnya justru takut memegang uangnya. Apa mungkin Allah sengaja mengirimkan Qiana kepadanya untuk ia manjakan? Mungkin saja, karena tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Ia yang sebelumnya telah memanjakan jodoh orang lain, dikirimkan jodoh yang justru tidak ingin dimanjakan. "Lucu" batin Chandra.
Tiba-tiba Chandra memiliki ide untuk mengajak Qiana menginap. Dengan menginap 2 hari 1 malam, ia bisa menghabiskan waktu bersama istri kecilnya tanpa ada gangguan. Ia juga bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk mengukir kenangan indah sebelum ia hidup menjomblo 70 hari ke depan.
"Dek, bagaimana jika kita menginap di hotel malam ini?" sontak saja pertanyaan Chandra membuat Qiana menyemburkan minuman yang hampir ia telan.
"Pelan-pelan minumnya, Dek." Chandra membantu Qiana mengusap air dengan tisu.
"Mas yang menyebalkan." sungut Qiana.
"Kenapa jadi aku yang menyebalkan, Dek?"
"Iya, Mas ini mengajak menginap padahal tadi pagi pamit ke Mamak untuk jalan-jalan."
"Aku bisa telepon Mamak untuk mengabari, Dek. Beres kan?"
"Kita tidak bawa pakaian ganti, Mas."
"Pakai saja yang baru saja kita beli tadi, Dek." Qiana kehabisan kata-kata.
"Jadi gimana? Kita menginap saja ya?" dengan pasrah Qiana menganggukkan kepalanya, membuat Chandra tersenyum puas.
Mereka telah meninggalkan rumah makan dan kini berjalan menuju 0 kilometer. Setelah mengambil beberapa gambar selfie berdua, Chandra membawa Qiana ke parkiran mobil untuk pergi ke destinasi selanjutnya. Mobil yang dikendarai Chandra memasuki area parkiran sebuah gedung yang lebih mirip dengan Mall. Ketika keluar dari mobil dan berjalan menuju gerbang, barulah Qiana tahu jika mereka sekarang berada di Jogjatronik Mall. Sebuah Mall di Jogja yang terkenal dengan kelengkapan elektronik yang di jual.
Qiana bingung mengapa sang suami membawanya ke Jogjatronik Mall, tetapi ia hanya diam dan mengikuti langkah Chandra yang menggandengnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Erik Raraawi
cerita nya gk menarik
2024-07-23
1
Yani
Suami siaga
2024-06-07
1