[REVISI]
.
.
.
"Apa masih ada lagi selain Iqbal itu?" tanya Chandra kepada istri kecilnya yang sudah tenang.
"Tidak ada, Mas." jawab Qiana dengan suara kecil.
Melihat Qiana dengan mata sembabnya, membuat Chandra merasa bersalah. Ia diam bukan karena marah kepada Qiana, ia sendiri tidak sadar jika ia telah mendiamkan istri kecilnya. Ia hanya berpikir, berapa banyak laki-laki yang mengagumi Qiana. Walaupun dirinya menang sebagai suaminya, tetap saja membuatnya tidak percaya diri dengan pernikahan kilat mereka.
Qiana izin ke kamar mandi untuk mencuci muka, ia ingin menyegarkan tampilannya yang kacau setelah menangis. Chandra menganggukkan kepalanya, seraya memberi jalan untuk Qiana.
Di dalam kamar mandi, Qiana menatap wajahnya di depan kaca. Apa yang mengganjal hatinya telah ia lepaskan. Iqbal baginya adalah sosok yang perhatian dan menghormatinya. Selama mengenal Iqbal, ia adalah laki-laki ketiga yang tidak memandangnya dari penampilan. Karena yang pertama adalah Alvin, yang kedua almarhum Raffi. Menurutnya Iqbal adalah laki-laki yang baik, tetapi memang benar Qiana tidak memiliki perasaan khusus terhadapnya. Jika saja ia tidak menikah dengan suaminya sekarang, ia juga tidak tahu apakah ia akan menerima Iqbal atau tidak. Karena ketika Iqbal mengungkapkan perasaannya, ia sedang kacau dan tidak memiliki kesan apapun terhadap Iqbal.
Ketika Qiana keluar dari kamar mandi, ia mendapati Chandra sedang memainkan ponselnya. Ia mendekat dan duduk di sebelah sang suami untuk melanjutkan pekerjaannya di laptop. Fokusnya kini ada di lembar kerja yang sedang ia susun, sebuah paragraf argumentasi mengenai analisa strategi pemasaran. Beberapa sumber sudah ia buka di laman web, termasuk modul yang telah ia download di sebuah perpustakaan digital. Tanpa ia sadari, Chandra telah selesai memainkan game dan sekarang sedang memperhatikannya.
Setengah jam berlalu, paragraf argumen yang ia susun sudah selesai dan segera ia simpan. Saat ia membuka emailnya, ada email baru masuk di sana. Bukan dari Almira atau temannya yang biasa menghubungi untuk tugas kuliah. Qiana membuka email dengan nama sebuah tim sepak bola dunia tersebut, yang ternyata isinya adalah surat cinta. Sontak saja Chandra yang sedang minum air mineral tersedak.
"Mas tidak apa-apa?" Qiana mengambil tisu dan menyeka bibir dan tangan Chandra yang basah.
"Tidak apa, Dek." kata Chandra mengambil alih tisu dari tangan Qiana.
"Banyak sekali sainganku." gumam Chandra yang didengar oleh Qiana.
"Saingan apa Mas? Apa permainannya kalah?" tanya Qiana polos. Ia belum tahu jika sedari tadi suaminya memperhatikannya.
"I-Iya." jawab Chandra kikuk.
Ia pun mengalihkan topik dengan menanyakan apakah pekerjaan Qiana sudah selesai. Qiana mengangguk dan mengatakan jika ia akan mengirim pekerjaannya lewat email, setelah itu ia akan membuka web design grafis apakah ada pekerjaan yang bisa ia lakukan.
"Itu email apa?" tanya Chandra pura-pura tidak mengerti.
Qiana jadi mengalihkan pandangannya kembali ke laman emailnya. Surat dari seseorang tersebut belum Qiana baca seluruhnya, ia baru membaca pembukaannya. Ia pun membaca isi keseluruhan surat tersebut dan menemukan nama pengirim di bagian bawah surat. Donny.
Nama yang asing bagi Qiana, ia pun tidak menghiraukan surat tersebut dan menutupnya kemudian mengatakan kepada sang suami jika email tersebut tidak penting, ia juga tidak mengenal siapa pengirimnya. Ia beralih membuka email dari Almira dan membalasnya dengan mengirim file tugas dengan format word yang telah selesai ia kerjakan. Kebetulan Almira sedang online, mereka pun terlibat percakapan di sana. Awalnya, mereka hanya membicarakan tentang tugas kuliah yang sudah Almira kirimkan sebelumnya. Lama-kelamaan percakapan mereka sampai pada pernikahan Qiana yang tidak diketahui siapa pun.
“Kamu tidak kawin lari kan, Na?”
“Jelas tidaklah, kami menikah secara sah.”
“Tapi mengapa tidak mengabariku?”
“Pernikahanku tidak diadakan besar-besaran sepertimu, jadi aku lupa mengabarimu dan sekarang aku sedang berbulan madu.” Jelas Qiana.
“Bulan madu? Bagaimana malam pertamamu, Na? Bagaimana rasanya? Sakit apa tidak? Kamu ketagihan tidak?” Almira yang heboh mendengar kata bulan madu, memberondong Qiana dengan pertanyaan.
“Semuanya baik, terima kasih.” Qiana menjawabnya secara ambigu.
Almira sampai kesal dan ia pun menceritakan pengalaman pertamanya. Sontak saja Qiana segera menutup layar laptopnya mengejutkan Chandra. Tentu saja hal ini dimanfaatkan Chandra untuk menggoda istri kecilnya.
"Kita sedang bulan madu, Dek?" goda Chandra.
"A-Aku cuma mengatakannya agar Almira tidak menginterogasiku banyak-banyak, Mas."
"Kenapa tidak jujur saja kejadiannya seperti apa."
"Apakah tidak apa-apa aku menceritakan aib kita?"
"Selama bukan aib keburukan, tidak masalah. Toh masalah pernikahan kita, lambat laun orang lain akan tahu karena banyaknya mulut yang membicarakannya."
Benar yang dikatakan oleh Chandra. Kabar pernikahan Qiana karena digrebek sudah sampai di desa tetangga. Mereka sedang membicarakan Qiana yang mereka kira alim, tapi ternyata ada main dengan laki-laki di pos kampling pula. Meskipun ada yang mendengar versi kebenarannya seperti apa, tetap saja yang sudah diberikan bumbu tambahan yang paling hangat diperbincangkan.
"Lihat saja nanti, Mas."
Tiba-tiba Chandra menarik tubuh Qiana dan membuat mereka berhadapan. Chandra masih menggoda Qiana dengan kata bulan madu, tetapi ia mengungkapkan jika dirinya tidak mendapatkan madunya. Dengan perlahan Chandra mendekatkan tubuh keduanya hingga menyisakan sedikit jarak diantara mereka.
Qiana yang sadar dengan kewajibannya, sudah merapalkan doa agar dirinya bisa menerima sentuhan suaminya. Sedangkan Chandra yang awalnya ingin menggoda istrinya menjadi tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Keduanya larut dalam tatapan masing-masing, sampai Chandra mendekatkan kedua bi bir mereka.
1
2
3
Selama 3 detik keduanya membeku. Mereka sama-sama baru dalam hal ini. Chandra dengan instingnya mulai merapatkan tubuh mereka dan mulai mendalami ci uman. Sayangnya, Qiana yang panik menahan nafasnya dan membuatnya berontak dari dekapan suaminya. Chandra yang sadar dengan yang ia lakukan segera melepaskan tautannya dan tersenyum melihat Qiana yang mengambil nafas dalam.
"Bernafas itu pakai hidung, Dek." Chandra merasa lucu dengan tindakan istri kecilnya saat ini.
Sedangkan Qiana merasa malu yang kemudian menutupi wajahnya. Chandra yang ingin membuka tangan Qiana dan perlahan mendekatkan wajahnya, justru mendapat tamparan dari Qiana.
"Maaf Mas. Aku tidak sengaja." Qiana merasa bersalah. Ia pikir ia sudah terbiasa dengan dengan sentuhan Chandra tetapi ia salah. Ia masih belum bisa lepas dari traumanya.
Chandra yang sadar jika tamparan itu adalah bentuk reflek Qiana, ia hanya tersenyum dan memliki ide untuk menjahili istri kecilnya.
"Sakit, Dek." tunjuk Chandra ke pipi sebelah kirinya sebagai kode.
Qiana yang merasa bersalah pun mendekat dan mencoba meniup pipi kiri suaminya seperti ia sedang mengobati keponakannya. Chandra yang terkejut dengan tindakan Qiana pun ingin menepuk dahinya karena kepolosan istri kecilnya. Ia pun mengungkapkan keinginannya yang sebenarnya dengan gamblang. Seketika pipi Qiana bersemu merah, antara malu gagal pahamnya dan malu karena permintaan Chandra.
Ia pun dengan cepat memberikan kecupan singkat di sana dan kembali ke posisinya untuk mematikan laptopnya agar ia bisa kabur dari sang suami.
Sedangkan Chandra yang merasa puas telah menjahili istri kecilnya, merapikan pakaiannya dan dengan santai mengajak Qiana untuk melanjutkan jalan-jalan mereka sebelum kembali pulang ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Susanty
yang sabar yah Candra, butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi traumanya Qiana
2024-07-14
2
Yani
Bukannya Qiana lagi ke datangan tamu bulanan ya
2024-06-07
1