Chating

Hasil ujian masuk universitas akan di umumkan tanggal 20 Juni. Masih tersisa satu bulan lagi untuk pengumumannya.

Ah, hatiku selalu berdebar setiap kali teringat dengan tanggal istimewa itu. Aku kembali bekerja di cafe, sebab saat ini sedang libur panjang kenaikan kelas di SLB. Aku jadi punya banyak waktu sengang.

Khanza sudah pulang ke rumahnya hari ini. Dia mendapatkan pesan dari Ayahnya yang mengharuskannya dia pulang hari ini. Dia meneleponku karena itu. Meski begitu, dia tidak mengatakan alasan Ayahnya menyuruhnya pulang. Aku merasa ada satu garis di hadapanku yang menghalangi langkah kami yang selaras. Garis itu, penghalang yang sulit ku tembus.

Astaga, kenapa aku selalu berfikir keras tentang kehidupan Khanza yang tak bisa ku tahu. Aku berusaha meyakinkan diriku, Khanza pasti akan bercerita padaku.

Jam shiftku selesai. Ponselku memiliki beberapa notifikasi. Aku melihatnya. Itu pesan dari Elgard. Aku membacanya sekilas. Dia bertanya tentang rumahku. Untuk apa dia tau? Bagaimana kalau Khanza marah padaku? Khanza memang tak pernah marah. Aku hanya takut dia bertindak sama seperti saat aku bertemu dengan Gavin tanpa sengaja.

Aku menghiraukannya. Tidak membuka pesannya di Whats App. Aku pulang ke rumah Bu Vety dengan berjalan kaki. Menelepon Khanza sama seperti permintaannya.

[Hai, hari ini kamu jalan kaki lagi?] Suara Khanza sama seperti biasa. Begitu halus dan menenangkan.

"Iya. Apa kamu sudah sampai di rumah?" Tanyaku sambil menoleh ke kanan-kiri untuk menyebrang.

[Haha, sudah. Ada sejaman aku nyampe. Jangan lupa makan]

Aku mengangguk tanpa sadar. "Iya, sudah istirahatlah dulu. Entar ku telpon lagi" Entah mengapa? Aku merasa senang dengan setiap ucapan yang Khanza ucapkan.

Kurasa, aku memang benar-benar menyukainya. Aku ingin sekali bertemu dengannya hari ini. Melihat wajahnya dan mengusap rambutnya.

[Aaa, jangan di tutup telponnya. Aku beneran kangen suaramu] Khanza merengek. Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresinya setiap kali dia mengeluarkan nada rengekkan. Alisnya akan naik ke atas, garis matanya akan sedikit turun ke bawah, dan bibirnya manyun.

Senang sekali membayangkan bagaimana raut Khanza hari ini.

"Jangan hanya mengingatkanku untuk makan, kamu juga jangan lupa" Ucapku melewati lorong kecil menuju rumah.

Aku hampir sampai.

[Gimana ya? Maunya di suapin]

"Astaga, boleh. Ku suapin online nih?"

Kami terkekeh bersama.

"Aku dah nyampe rumah, ah iya. Khanza...." Panggilku sambil membuka pintu rumah.

[He'em?]

"Tadi, Elgard nge-chat aku. Apa aku perlu menjawabnya?" Aku masuk ke dalam rumah.

[Nge-chat apa?]

"Tanya rumahku"

[Oh, jawab aja]

Ah, apa ini? Kenapa jantungku tiba-tiba berenyut aneh. Apa ini benar-benar jawaban yang ku inginkan?

[Mungkin aja, dia pengen mampir. Biasa, dia kalau sengang sukanya jalan-jalan]

"Ahaha, tapi aku tidak tau tempat yang bagus di daerah ini?" Tanyaku.

[Ya, entar biar aku bantu. Tenang aja~ Pacarmu ini sering jalan-jalan. Mungkin, dua minggu lagi aku akan kembali ke sana. Yang sabar ya, Ayahku-ah aku pasti akan sangat rindu padamu] Ucapnya.

Aku masuk ke dalam kamarku. Dia memang begini. Selalu menjaga setiap ucapannya tengang kondisi rumahnya. Setiap keceplosan, dia akan mengalihkan pembicaraan.

Aku terdiam sejenak. Tiduran di kasur. Mungkin, Khanza memang belum bisa bercerita padaku. Sama seperti ucapannya saat itu. Saat Elgard memiliki alasan lain yang tak bisa dia ceritakan untuk masuk di Prodi Psikologi Anak. Mungkin, kondisi Khanza memang tak bisa memaksa untuk bercerita.

"Iya, aku akan menantikan itu. Tapi, beneran ya! Bantu aku jawab kalau Elgard tanya tempat!" Seruku.

[Haha, iya-iya Ay] Jawabnya.

"Ay?" Ini membuatku sedikit merinding. Tapi, sebenarnya aku suka, ah apa ini pertama kalinya mangkannya rasanya aneh?

[Gak suka?]

"Enggak, aku sedikit malu" Jujurku.

Khanza tertawa di telpon.

Kami terus bertelponan saat aku menjawab chating Elgard. Elgard sungguh fast respon. Khanza sudah seperti peramal. Dia bertanya tentang wisata bagus di daerah rumahku. Khanza menyebutkan beberapa tempat yang sering ku dengar di obrolan pelangan cafe.

Akhirnya, Elgard akan datang di desa ini dua minggu lagi. Aku mengatakan untuk menunggu Khanza. Dia yang tau dengan tempatnya.

Dia tiba-tiba mengirimkan pesan, [Aku mau menyemir rambutku. Apa warna hitam bagus denganku?] Ku kira ini hanya kerandomannya saja.

Aku tidak mengatakan pesan itu kepada Khanza karena dia sudah menutup teleponnya. Bersiap keluar bersama dengan Ayahnya.

[Mungkin, warna cokelat yang sangat tua hampir mendekati hitam akan bagus] Jawabku, itu warna normal untuk rambut orang Asia. Ya, itu juga pasti akan bagus dengan warna irisnya.

[Hehe, thanks ya,] Balasnya.

Dan kami berhenti sampai disana.

Aku kembali mengerjakan novelku. Khanza beberapa kali mengirimkan foto pemandangan kota padaku. Salah satunya, satunya seperti foto gapura merah [Ini icon kota. Nanti kita kalau sama-sama lolos, wajib ke sini].

[Haha, aku jadi tidak sabar] Balasku.

Dia mengirimkan emoticon lucu padaku. [(╯✧ ▽ ✧) ╯ Yey!! Janji ya♡] Aku tersenyum tipis membacanya. Typing Khanza tidak pernah membuatku bosan.

[Iyaaaa] Balasku.

Aku kembali membuka aplikasi E-Book ku. Akhirnya, aku ketiduran karena kehabisan ide novel. Itulah keseharianku saat berniat menulis novel.

...----------------●●●----------------...

Aku terbangun saat Bu Vety mengetuk pintu kamarku. "Sekar, ayo makan dulu" Panggil Bu Vety.

Ah, mataku langsung terbuka dengan cepat. Aku tidak membantu Bu Vety memasak makan malam. Aku langsung keluar membawa ponselku, mendatangi Bu Vety. Makanan sudah rapi di meja makan.

"Ah, bu kenapa tidak membangunkan Sekar? Ibu kan jadi capek masak sendiri" Ucapku sambil memijat lengan Bu Vety.

Bu Vety tersenyum sambil mengusap rambutku. "Sudah, ayo makan. Kamu habis kerja. Jadi, pasti lebih capek. Lagian, Ibu juga gak masak kok. Ini dari lebihan dari arisan Bu Laras" Jawab Bu Vety.

Aku tersenyum lebar. "Nanti, biar Sekar ya bu yang cuci piring. Ibu istirahat aja ya..." Ucapku sambil duduk di kursi makan.

"Iyaaa" Jawab Bu Vety dengan lembut.

Makan malam usai. Cuci piring pun usai. Ponselku yang ku cas berbunyi. Aku langsung melihatnya. Itu dari Elgard. Dia mengirimkan foto sekali lihat.

"Aduh, apa ini?" Aku penasaran. Tapi, takut juga untuk membukanya. Kenapa dia mengirimkan foto padaku?

Aku pelan-pelan membukanya. DEGH!

"PFFFT, Puahahaha! Astaga!" Elgard menyemir rambutnya sesuai dengan jawabanku. Hasilnya bagus. Warna kulitnya terlihat lebih segar dan selaras dengan matanya. Dia juga potong rambut model two-block haircut.

Model rambut itu, potongan sisi samping dan belakang yang dipotong pendek, sedangkan rambut bagian atas lebih panjang. Volume area rambut serta poni bagian atas tampak disconnected. Bagian atas rambut hingga depan jidat dibiarkan memanjang sampai poni hingga tampak kontras. Aku ingin sekali menunjukannya kepad Khanza.

Aku membaca captionnya. [Cocok gak? Aku gak yakin sama potongannya] Tulisnya disana.

[Bagus banget, tunjukin juga ke Khanza] Balasku.

Pesanku langsung di baca.

[Aduh, nggak deh. Ngapain nge-pap ke Khanza? Biar liat sendiri aja klo dah ketemu dua minggu lagi]

Haha, Elgard aneh sekali, padahal kita baru ketemu kemarin. Dan dia malah mengirimnya padaku. [Ya, dah] Jawabku.

Pesan kami selesai disana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!