Kanza ku paksa masuk ke dalam rumah. Aku tidak menyangka dia tipe pemalu. Aku menarik tangannya. Menunjukkan dimana kamar mandi rumah berada. Dia menahan tanganku. "Sekar, tapi aku tidak mules! Huhu..." Rengeknya sambil berpegangan gorden pembatas.
Aku memasang wajah bingung.
"Aku tidak mules...." Ucapnya sekali lagi sambil mengosok ubun-ubunku.
[Lalu, kenapa kau tadi berjongkok?] Tulisku di note.
Dia melihatku dengan wajah anehnya setelah membaca note ku. Kemudian dia tersenyum canggung. "Serius gapapa. Gapapa kok" Ucapnya sambil meringis kaku.
...----------------●●●----------------...
Khanza pulang setelah dia mandi. Dia menolak untuk makan disini karena tak enak dengan omongan orang lain. Kami tidak sempat bercerita apa-apa. Dia menjadi kikuk beberapa waktu yang lalu.
Ponselku berdering. Itu pesan dari Khanza.
[Bsk, sengang gak?(· ω ·)]
Eh? Apaan ini? Tiba-tiba dikasih emot?
[Aku nemu tempat baru lagi yang bagus. Ikut yuk ╰ (▔∀▔) ╯ Aku traktir lagi mau ya] Lanjutnya.
Hais, dia ini...
Aku mulai mengetik. [Aku ada banyak PR]. Kirim. Dia langsung membacanya.
Khanza: [Ku bantu, mau?]
[Ha? Emang paham sama tugasku?]
Kanza: [Ya enggaklah. Ku bantu temenin maksudnya (¯ ▽ ¯)]
Haha. Dia lucu. Aku kembali mengetik. [Kalau kau memang bosan, kau boleh datang ke rumahku. Asal tidak malam hari] Kirim.
[Kalau emang tugasku cepat selesai, kita keluar] Kirim.
Khanza: [Shangkyu (ᵔ◇ᵔ)]
Aku banyak terkekeh karena typingnya yang lucu. Kurasa, aku tidak akan sedih lagi meski Ibu sudah tidak ada. Aku melihat figura Ibu dan Ayahku yang terpajang di dinding. Aku menyentuhnya.
Ibu, Ayah. Aku punya teman baru. Namanya Khanza, dia adik kelasku. Dia orangnya lucu dan dia selalu menemaniku di sekolah. Cerita panjangku dihadapan figura orang tuaku.
...----------------●●●----------------...
Aku tidak tau sudah berapa lama kami berteman. Aku merasa semakin paham dengan sosok Khanza yang periang. Dia sebenarnya adalah anak yang kesepian.
Setiap kali dia mengajakku keluar, itu artinya dia sedang ada masalah. Meski begitu, dia tidak pernah membuka mulutnya. Dia memendamnya seorang diri.
Kini sekolah kami mengadakan Class-Meet setelah ujian akhir semester 1. Aku berada di perpustakaan. Mengetikkan novelku di platform E-Book. Khanza menemaniku di sana dan melihat layar laptopku. Bibirnya terlihat manyun dari pantulan layar laptopku.
[Ada apa?] Ketikku di laptop dan menepuk bahunya.
"Dari tulisanmu ini, kau seperti suka dengan dia" Ucap Kanza menunjuk salah satu karakter novelku.
[Aku memang suka dengannya] Ketikku di laptop.
"Huh? Suka? Ah, dia itu tidak pantas kau sukai. Cari itu yang baik. Jangan hanya karena tampang. Masih juga tampanan aku"
Ha? Aku paham maksudnya ini. Ucapan dia merujuk pada Galih. Teman sekelasku.
[Aku suka padanya bukan karena wajahnya. Dia baik] Ketikku.
"Uh? Sungguh? Baikkan dia daripada aku?" Bisiknya.
[Tidak juga. Aku tau ini mustahil, tapi akhir-akhir ini, aku merasa biasa saja dengannya] Ketikku.
Khanza menepuk bahuku. "Ya harus gitu dong. Tak perlu mencari seseorang yang harus kamu pahami. Carilah seseorang yang bisa memahamimu" Ucapnya.
Apaan ini? Apa dia bertingkah bijak lagi? Aku meringis tipis melihatnya. Dia membuatku bergidik setiap kali, mengeluarkan nada bijaknya.
Aku mengangguk. Dia bermaksud baik.
Aku kembali mengetik. [Kamu tidak lapar?] Tanyaku.
"Laparlah. Ini aku menunggumu agar cepet selesainya. Kita makan di warung padang sana yuk! Aku pengen makan cumi" Ucapnya membantuku beres-beres.
Aku tidak pernah melewatkan waktu makanku setiap ada Khanza. Aku merasa berat badanku semakin nambah. Setiap kali aku menyampaikan itu, dia selalu mengatakan hal yang sama. "Iya, biarin agak ngisi. Entar kalo ada angin kenceng gak terbang" Khanza adalah laki-laki humoris.
Aku ingin sekali gantian mentraktirnya. Tapi, apa yang dia lakukan? Dia akan merajuk kalau aku tidak menerimanya. Dan aku sudah pernah melakukannya. Dia sampai berani meninggalkan kelas olahraganya untuk ikut kelas denganku. Sampai-sampai aku kena teguran Guru. Meski teguran itu saat Khanza sudah pergi.
Aku mulai melahap makananku. Tapi, tatapan dari Khanza mengangguku. Aku bertanya [Ada apa] dengan bahasa isyarat padanya.
"Liburan ini, ikut aku ke kota yuk, Ayahku ingin bertemu denganmu"
"KLONTANG!!!" Sendokku langsung jatuh karena terkejut atas ucapannya.
"Ha?!" [Aku? Kau ajak?!] Tulisku dengan cepat di note kecilku.
Dia mengangguk sambil meringis. "Aku menunjukkan fotomu pada Ayahku. Dia tidak percaya kalau aku sudah punya teman disini. Ayahku, tau kondisimu. Jadi, jangan merasa tak nyaman. Ya?"
Aku gugup. Tidak. Bagaimana kalau aku akan merasa sakit hati atau sesuatu yang buruk menimpaku disana? Aku tanpa sadar mengerakkan bahasa isyarat tentang kondisi perasaanku saat ini.
"Gugup? Tak perlu gugup. Ayahku, orang yang penyayang. Dia juga orang yang seru saat kau bercerita. Kurasa, dia menyukaimu. Tapi, tenang saja. Aku tidak akan membiarkan Ayahku menyukaimu" Khanza langsung berekspresi berbeda. Dia terlihat seperti tidak suka.
HAH!? A..APA MAKSUD UCAPANNYA BARUSAN!?
[Aku tidak mau ikut] Tulisku di note kecil.
Dia tiba-tiba menepuk bahuku. "Jangan di tolak ya. Ayahku sudah memesankan dua kursi kereta" Dia menunjukkan dua tiket digital di ponselnya.
Mati aku.
...----------------●●●----------------...
Saat hari H aku mengenakan pakaianku yang paling bagus diantara pakaianku yang lain. Kembali berkaca, atasan biru langit polos dengan rok panjang bermotif bunga di bagian renda bawah memutar rok-ku yang berkembang karena angin.
Aku tidak tau bagaimana menyelaraskan outfit. Tapi, aku merasa pakaianku saat ini sudah sopan. Ponselku berdering. Khanza mengirim pesan padaku.
[Aku sudah di depan]
"Eee?" [Iya, aku keluar] kirimku dengan cepat. Aku segera keluar dari kamarku dan mengunci semua pintu yang ada. Kembali memastikan dapur sebelum ku tinggal. Ya, semuanya aman.
Aku mengunci pintu rumah dan di depan sana sudah ada Khanza. Dia menggunakan pakaian sederhana. Lebih tepatnya baju santainya dan celananya juga menggunakan training olahraga, dengan tas pinggang abu-abu yang dia kalungkan dari bahu kanan ke pinggang kiri.
"Cuz" Ucapnya membuka pintu taksinya.
Aku menepuk dagu dengan dengan tiga jari tangan kananku, dan membuka kedua telapakku setinggi dadaku. [Terima kasih].
"Haha, sama-sama" Ucapnya sambil menggunakan bahasa Isyarat dan tak lama kemudian masuk ke dalam mobil.
Taksi mulai berjalan.
"Sudah makan?" Tanyanya sambil mengerakkan tangannya juga.
[Sudah] Jawabku melibaskan tanganku ke bawah dan mengangguk.
Aku melihat ujung bibirnya terangkat ke atas. "Baiklah, nanti kalau Ayahku berkata aneh-aneh, jangan dimasukkan ke hati ya. Dia orangnya emang agak random" Dia selalu mengatakannya berulang kali padaku.
Aku mengangguk dan Khanza tiba-tiba mendekat ke arahku. Memasangkan earphone Bluetoothnya yang berwarna putih di telinga kiriku. "Kita nonton bareng. Biar gak bosan"
Aku melihatnya kemudian melihat ponselnya yang tengah menunjukkan intro Neflix. Aku penasaran dengan film yang dia putar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments