Bab 14 Kisah Endang

Pada saat terjadinya serangan manusia lumpur ke desa untuk kali pertama setelah terjadinya pembakaran di pelataran balai desa saat itu Endang hanya bersama Yayan dan Feri adiknya yang tidur di rumah. Sementara Pak Tomo pamit kepada anak-anaknya karena ada perlu keluar desa. Endang dan Feri dibawa oleh manusia lumpur yang memanggul mereka berdua untuk dibawa ke embung.

Yayan yang juga terbangun saat kedatangan makhluk menjijikan itu merasa aneh kenapa ia sama sekali tidak digubris oleh makhluk itu. Ia memberikan perlawanan kepada manusia lumpur yang menculik kedua teman baiknya itu. Tapi tenaganya yang masih anak-anak sama sekali tidak menggetarkan makhluk buas itu. Sama seperti warga yang lain yang juga bertarung di malam itu Yayan tidak ingin kalah dengan melepaskan Endang dan Feri begitu saja. Ia mengikuti manusia lumpur yang membawa kedua sahabatnya itu ke embung.

“Ambil aku saja sebagai gantinya!”, Yayan kecil berteriak memukul-mukul manusia lumpur namun ia sama sekali tidak dihiraukan oleh penghuni embung itu.

Ketika hampir sampai embung Yayan pun tak habis akal. Ia pergi dahulu ke kebun bambu untuk mengambil bambu kuning untuk ia gunakan sebagai senjata melawan manusia lumpur. Setelah mendapatkan bambu kuning itu ia segera kembali mengejar manusia lumpur untuk menyelamatkan Endang dan Feri. Tepat waktunya sebelum kedua temannya itu hendak dimasukkan ke dalam embung Yayan memukuli manusia lumpur dengan menggunakan bambu kuning yang membuat makhluk itu ketakutan dan melepaskan kedua sandera yang dibawanya. Yayan terus memukuli dan mengusir manusia lumpur itu hingga sosok itu kembali masuk ke dalam embung.

Setelah berhasil menyelamatkan Endang dan Feri Yayan pun berencana membawa mereka untuk sementara bersembunyi di kebun bambu kuning hingga sampai hari menjadi pagi dan hujan menghilang.

“Aa…… Tolong…..”, teriak Feri yang ditarik oleh manusia lumpur dari dasar embung.

Yayan dan Endang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan adik mereka kembali. Namun setelah berhasil melepaskan Feri dari cengkraman manusia lumpur justru Endang yang kini berhasil ditarik oleh manusia lumpur untuk dibawa masuk ke dalam embung. Sialnya Yayan kini sudah tidak bisa berbuat jauh lagi ia kehilangan bambu kuningnya yang jatuh tercebur ke embung saat pergulatan menyelamatkan Feri tadi. Yayan sekuat tenaga memegangi Endang yang perlahan mulai tertarik masuk ke dalam embung. Sementara Feri di situasi itu hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Manusia lumpur sudah tidak terlihat sementara lengan kiri dan kepala Endang sudah masuk ke dalam embung. Yayan hanya bisa pasrah dengan memeluk erat kedua kaki Endang.

“Aaa……..”, Endang menjerit sangat kencang hingga tidak sadarkan diri.

Pak Tomo datang di saat yang tepat menebas lengan putrinya.

***

Dari waktu ke waktu. Musim yang datang silih berganti. Tahun demi tahun dijalani. Manusia lumpur makhluk penghuni embung melekat menjadi bagian dari kehidupan penduduk desa Banyukumpul yang tidak terpisahkan sejak kemunculannya. Sosok mereka akan selalu datang di setiap malam di kala hujan deras selama musim penghujan.

Warga pun menyikapinya dengan sebuah kebijakan untuk bisa hidup berdampingan dengan mereka meskipun terpisah waktu dan tujuannya. Mereka tidak lagi melakukan perlawanan yang selalu saja memakan korban jiwa meskipun kemenangan bisa diraihnya. Semua perjuangan berdarah itu sia-sia karena manusia lumpur akan selalu kembali. Yang terbaik yang bisa dilakukan adalah tetap bertahan dan menjalani hidup dengan selamat tanpa lagi bersinggungan dengan mereka.

Ada sebuah kisah tentang Endang yang menyebabkan mengapa ia bisa berubah dari yang dulunya seorang pribadi yang ramah dan menyenangkan menjadi seorang yang bersikap dingin bahkan sampai mengacuhkan seluruh warga desa. Kejadian ini adalah ketika perempuan ayu itu baru saja berkeluarga. Laki-laki beruntung yang dipilihnya adalah Rustam teman sepermainannya sewaktu kecil.

Saat itu musim tanam sudah tiba. Menanam padi baik dilakukan di musim hujan karena akan terpenuhinya ketersedian kebutuhan air. Di samping itu para petani juga tetap membutuhkan sinar matahari yang cukup terlebih di desa ini. Biasanya Endang selalu ikut suaminya ke sawah. Namun pada hari itu ia sedang kurang sehat sehingga tidak diperbolehkan oleh Rustam untuk menemaninya dengan alasan supaya istrinya itu menjaga kesehatan terlebih untuk kesuburannya. Pengantin yang masih baru itu ingin disegerakan punya momongan.

Rustam yang bekerja sendiri sedikit tertinggal dengan yang lainnya ketika menggarap ladangnya. Ketika orang-orang yang lain sudah pulang Rustam masih lembur di sawah seorang diri. Ketika pekerjaannya terselesaikan ia tidak sabar untuk segera pulang menemui istrinya di rumah. Berpisah sebentar saja rasa rindu sudah meluap-luap tak terbendung bagi dua sejoli yang baru beberapa bulan meresmikan ikatan cinta mereka.

Sayangnya dalam perjalanan pulang ia harus berlari lebih cepat lagi untuk segera sampai di rumah. Bukan untuk segera bertemu dengan Endang tapi untuk mendahului rintik-rintik yang kian lama terasa berat baginya. Hujan yang beberapa hari terakhir runtuh hanya di kala malam sekarang secara mengejutkan turun di waktu sore yang biasanya masih terang.

Rustam sudah berada di halaman rumahnya ia hanya tinggal sedikit lagi untuk sampai di pelabuhan hatinya.

“Hujan sayang”, kata Rustam dari luar rumah berharap istrinya mendengar kepulangannya.

Rustam terlebih dahulu mengangkat jemuran yang masih berada di luar rumah. Endang pasti tertidur pikirnya. Setelah mengamankan jemuran dari sapaan air hujan pria tampan itu hendak segera masuk ke dalam rumah melewati pintu berlapis bambu kuning yang akan mengamankan dirinya.

Belum sampai ia meraih pintu tubuhnya tertahan. Entah darimana datangnya ia seketika tidak berdaya dalam sergapan manusia lumpur. Rustam diambil makhluk-makhluk embung.

Mendengar suara yang tidak asing memanggilnya Endang terbangun dari tidurnya dengan kepala yang sedikit pusing. Ia yang dalam kondisi sakit berjalan perlahan menuju ruang depan. Ia mengintip dari jendela hujan yang sudah berisik itu. Ia juga melihat jemurannya sudah diangkat. Pasti suara yang memanggilnya tadi adalah suaminya yang sudah pulang ke rumah.

“Mas… kamu dimana?”, kata Endang lemah mencari Rustam.

Hingga esok hari Endang tak juga menemukan suaminya di dalam rumah mereka. Menurut kabar yang cepat tersebar dari mulut ke mulut sore itu Rustam berhasil ditangkap oleh manusia lumpur. Rumah-rumah warga yang dilalui para manusia lumpur yang membawa Rustam hanya bisa menyaksikan kejadian itu tanpa berbuat apa-apa. Mereka seakan terpaku setelah sekian lama tidak ada korban yang menjadi mangsa embung.

***

Sama seperti kedua sahabatnya Yayan juga mempunyai kisahnya sendiri. Ia mempunyai rahasianya sendiri yang akan terus ia simpan sampai nanti.

Peristiwa demi peristiwa dilewati membawa Yayan kepada sebuah kesimpulan yang juga diketahui oleh sebagian warga desa yang memperhatikannya. Adalah para penghuni embung manusia-manusia lumpur itu tidak menyerang keturunan langsung dari Wasiman si pengkhianat desa dimana darahnya lah yang pertama kali mengalir mencampuri embung. Kenyataan ini membuatnya mengambil langkah untuk pergi dari desa dan memilih untuk tinggal di hutan. Terlebih lagi masyarakat desa sudah tidak menganggapnya. Tidak hanya kehidupan di desa yang terpaksa ia tinggalkan. Ia juga harus berpura-pura untuk bersikap cuek demi kebahagian teman dan perempuan yang akan selalu dicintainya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!