Sebuah desa yang terletak di ujung wilayah kecamatan terpencil sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses air. Tekstur tanah yang keras dan berbatu membuat mereka susah untuk melakukan kegiatan bercocok tanam sesuai dengan keinginan kemampuan dan gairah mereka. Masalah ini terus menjadi momok bagi penduduk desa selama bertahun-tahun tanpa adanya kepastian solusi. Ibarat kata mereka selalu bertahan dalam kepasrahan keadaan yang menyulitkan diri mereka sendiri.
Berangkat dari keresahan dan permasalahan ini akhirnya sebuah pergerakan muncul. Di pimpin oleh seorang penggiat masyarakat bernama Kus sebagian warga desa berinisiatif untuk membuka lahan baru untuk dijadikan sebagai tempat tinggal mereka. Sebuah tempat dengan lingkungan yang mendukung untuk kegiatan mereka sebagai seorang petani. Mereka sudah melakukan survei dimanakah tanah yang cocok untuk dijadikan pemukiman baru itu. Mereka memilih kawasan yang dekat dengan sumber air dan juga mempunyai unsur tanah yang subur. Usulan ini pun mereka ajukan kepada pemerintah setempat yang diwakili oleh kantor kecamatan.
Setelah menunggu berbulan-bulan lamanya akhirnya surat mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Pengajuan mereka disambut baik oleh pemerintah daerah yang bersedia memfasilitasi dan mengawasi perpindahan dari desa yang lama ke sebuah lahan yang akan dijadikan sebagai pemukiman yang baru. Meski demikian tidak semua warga di desa itu ikut serta dan setuju untuk pindah. Sebagian warga ada yang menolak dan ingin tetap tinggal di rumah mereka yang sekarang. Bagi mereka sebuah pasar di seberang jalan yang beroperasi setiap minggunya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Desa yang baru itu mereka namakan Banyukumpul. Banyu artinya air sedangkan kumpul berarti menjadi satu dalam jumlah yang besar. Makna dari pada nama ini adalah sebuah doa dan harapan supaya masyarakat yang tinggal di sana diberi kemudahan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Dari mulai tanah yang subur. Sumber air yang melimpah dengan akses yang mudah. Alam yang kaya menyajikan berbagai macam suguhan. Tempat itu memberikan nafas harapan baru yang membuat warga kembali bersemangat dan bahagia menjalani kehidupannya.
Seiring waktu berjalan dari tahun ke tahun perubahan pun mereka alami dengan mampu beradaptasi dan berevolusi dengan baik. Musim kemarau yang jika datang masanya cukup menyusahkan berhasil mereka akali dengan membuat embung untuk mengatur dan menampung suplai aliran air hujan. Dekatnya sumber mata air juga memantapkan warga untuk membuat sumur di dekat rumah mereka masing-masing guna meringankan beban kerja para ibu rumah tangga supaya tidak harus setiap hari berjalan jauh ke sendang untuk mencuci. Mereka juga dengan cermat memanfaatkan sumber daya alam yang ada guna menunjang kesejahteraan hidup mereka.
Selain Kus yang terpilih menjadi kepala desa pertama di Banyukumpul bermunculan juga generasi baru yang mempunyai keinginan untuk memajukan desa. Dirman, Tomo, dan Wasiman adalah tiga orang sahabat yang sama-sama punya visi yang sama yaitu untuk menjadikan desa mereka sebagai desa yang berbuah manfaat kepada kemakmuran penduduknya.
Sebuah peluang mereka ciptakan dari tawaran alam yang mereka temukan. Warga desa menemukan bambu kuning yang tumbuh subur di bumi desa mereka tinggal. Sadar akan apa yang bisa mereka dapatkan dengan membudidayakan tanaman langka tersebut warga desa sepakat untuk melestarikannya. Mereka memperluas area kebunan tanaman bambu kuning untuk mereka jadikan sebagai salah satu komoditas utama desa.
Pada saat itu bambu kuning masihlah sebagai tanaman langka yang susah didapatkan di daerah mereka. Untuk itulah bambu ini dihargai dengan nilai yang tinggi tidak seperti bambu jenis biasa lainnya. Bambu kuning biasa digunakan sebagai bahan kerajinan atau pun sebagai tanaman hias yang mahal nilai estetisnya. Bahkan bambu yang memiliki rasa manis ini juga bisa dimanfaatkan untuk pengobatan.
Perjalanan komoditas bambu kuning berjalan mulus sesuai dengan harapan dengan mendatangkan pundi-pundi keuntungan bagi masyarakat Banyukumpul. Kerja keras orang-orang desa mengembangkan budidaya bambu kuning menjadi sebuah kebun yang luas terbayar lunas. Wasiman yang diberi kepercayaan dan tanggungjawab untuk mengurus transaksi dan pengembangan bambu kuning dengan pihak luar selalu membawa kabar yang menyenangkan. Bahkan dikatakannya pemerintah setempat tertarik untuk menjadikan desa Banyukumpul dengan bambu kuningnya sebagai desa wisata.
Sepandai-pandainya bajing meloncat pastilah kelelahan juga. Sama seperti bau busuk yang disembunyikan lama-lama akan tercium juga. Dirman dan Tomo yang lebih mempunyai peran untuk pembangunan di dalam desa mengendus kejanggalan tentang bambu kuning. Dari tahun ke tahun penjualan bambu kuning selalu menunjukkan grafik yang meningkat tapi hal itu berbanding terbalik dengan pemasukkan yang didapatkan oleh desa yang kian menipis. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir angka pendapatan menurun drastis disaat permintaan pasar akan tanaman yang berwarna elok ini meningkat. Hal ini diselidiki oleh Dirman dan Tomo yang juga secara langsung melaporkannya kepada Kus sang pemimpin desa.
Akhirnya setelah diselidiki ternyata selama beberapa tahun belakangan ini Wasiman telah membodohi warga desanya sendiri dengan melakukan tindak kejahatan korupsi. Ia memakan uang hasil dari kebun bambu kuning yang dikelola warga bersama-sama. Tentu saja hal ini membuat penduduk desa naik pitam. Keringat dan kerja keras mereka berbalas dengan pengkhianatan oleh orang yang sebenarnya mereka percayai dan mereka hormati. Wasiman beserta antek-anteknya yang terlibat dalam perbuatan curang yang merugikan dan menyakiti hati masyarakat disidang di balai desa oleh seluruh warga Banyukumpul.
Suasana sidang berlangsung ricuh. Dari pagi hingga sore hari tidak ditemukan titik temu kesepakatan diantara dua pihak yang saling bertentangan. Hujan menghujam deras tanah Banyukumpul. Suara hujan yang lebat itu layaknya tabuhan irama genderang yang membakar emosi warga menyulut amarah yang tak kunjung mereda. Entah siapa yang memulainya Wasiman dan enam orang lainnya dihujani makian dan cacian bertubi-tubi. Sialnya bukan hanya hujatan kasar itu yang mereka terima. Ketujuh tersangka itu juga menerima pukulan dan hantaman dari seluruh warga yang sudah terlanjur naik darah. Tidak sampai di sana bahkan alat-alat pertanian juga digunakan untuk menyasar tubuh mereka tanpa berbelas kasihan. Perlawanan Wasiman dan kawan-kawan tidaklah berarti melawan amukan massa. Tujuh orang itu kalah telak hingga pasrah meregang nyawa. Meski sudah mengeksekusi penjahat-penjahat desa dengan main hakim sendiri amarah warga masih belum menurun. Penduduk desa tidak sudi mengurus jenazah orang-orang itu. Di tengah hujan deras mayat-mayat itu dibawa warga ke embung. Jasad mereka dilemparkan begitu saja layaknya bangkai binatang yang sudah tidak ada lagi harganya.
Setelah tindakan mengenaskan itu selama tiga hari tiga malam Banyukumpul tidak setitik pun melihat cahaya sang surya. Musim hujan berkuasa penuh atas langit mereka dengan terus menangisi kekejian dan kebiadaban yang akhirnya mereka sendiri sangsikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments