Bab 16 Di Penghujung Musim Penghujan

Pagi ini desa kembali mengalami luka. Sebuah getir kekalahan yang harus kembali menumbalkan nyawa. Iwan sang tamu hanya bisa terdiam menyaksikan ratapan penduduk desa yang menangisi kehilangan mereka. Tujuh warga terbunuh malam itu menjadi korban makhluk-makhluk penghuni embung yang berhasil menerobos masuk rumah-rumah warga dengan bantuan Sukri yang menghitamkan bambu kuning dengan menggunakan cat.

Iwan masih bisa bersyukur tidak kehilangan Feri, Endang dan juga Pak Tomo. Tadi malam mereka berhasil mengusir para manusia lumpur yang datang ke rumah mereka melalui pertarungan yang sengit. Teman satu asrama Feri di sekolah ini pun kini telah mengetahui penyebab keberadaan manusia lumpur ada di desa ini setelah mendengarkan kisah lengkapnya dari Pak Tomo setelah berhasil lolos dari malam memilukan yang baru saja mereka lewati. Sang tuan rumah tidak ingin lagi menutup-tutupi kebenaran yang seharusnya diketahui oleh tamunya sejak awal kedatangannya. Termasuk semua peristiwa-peristiwa berdarah yang pernah terjadi di desa ini.

Musim hujan masih belum sepenuhnya usai. Beruntungnya warga desa tidak perlu untuk mencari bambu kuning baru guna mengganti lapisan pintu-pintu mereka yang sudah ternoda. Cat hitam yang belum ada satu malam itu bisa segera dihilangkan hanya dengan membersihkannya dengan air untuk mengembalikan aji bambu kuning yang malam sebelumnya tidak berfungsi. Warga yang tinggal sendiri pun diwajibkan untuk bergabung bermalam di rumah warga yang lain demi menjaga keselamatan jiwa dan juga menjaga kondisi mental mereka.

Setelah terjadinya malam mengerikan yang mengembalikan ingatan-ingatan dari masa lalu yang kelam desa ini seketika terdiam. Angka pertumbuhan penduduk desa kembali mengalami penurunan disebabkan oleh alasan yang selalu saja selama ini mereka sembunyikan dari dunia luar.

Sama seperti warga desa yang lain Iwan pun sedang enggan untuk berbicara bahkan dengan Feri dan Pak Tomo atau pun Endang. Sore itu Iwan berniat mencari singkong yang sebelumnya pernah ia dapatkan ketika bersama Feri. Kekalutan yang dirasakannya membuatnya berjalan terlalu jauh hingga masuk ke dalam hutan.

Gelap dan misterius itulah kesan Iwan terhadap hutan yang sedang dijelajahinya. Hutan di musim hujan pastinya lembab dan dingin. Hanya ia seorang yang berada di sana. Setelah cukup lama menyusuri setiap jejak dan langkah yang bisa ia dapatkan akhirnya pencariannya berbuah tidak sia-sia. Ia menemukan jamur yang bisa dimakan yang ukurannya cukup besar. Penemuannya itu menjadi acuan untuk melanjutkan pencariannya. Harapannya siapa tahu ia bisa membawa beragam cita rasa yang menghibur lidah yang akan dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama keluarga Feri.

Tetap saja jamur lah yang menjadi primadona yang akan dibawa oleh Iwan hasil dari buruannya dari hutan. Selainnya ada juga buah murbei yang cukup banyak ia dapatkan dengan tingkat kematangan yang sudah matang rasanya lebih manis dan hanya ada sedikit rasa kecut. Ia juga memetik paku sayur yang cocok dimakan sebagai lalapan setelah direbus. Ia membawa sedikit tumbuhan hijau itu karena tidak semua menyukai rasa asam. Untungnya jamur yang berhasil ditemukannya lumayan banyak cukup untuk semua orang di rumah.

Sebenarnya dalam perjalanan pulang Iwan sempat melihat kawanan burung puyuh yang berlarian di sawah. Andai saja ia bisa menangkapnya pasti hati senang rasanya perut kenyang namanya. Karena sama-sama tinggal di desa tentu Iwan tidak asing dengan kehidupan bermasyarakat di desa. Tapi desa yang ia temui saat ini adalah sebuah desa yang masih sangat asri dan juga kental dengan misteri.

***

Manusia lumpur memasuki hutan. Makhluk embung itu mengendus keberadaan manusia yang sedang lengah sendirian. Dari kejauhan mereka mengamati Iwan yang sedang sibuk mencari apa yang bisa dimakan di dalam hutan di musim penghujan yang sudah mendekati ujung waktunya ini. Namun karena mengetahui Iwan lah yang sedang berada di hutan itu para manusia lumpur undur diri. Makhluk-makhluk embung itu enggan untuk membawa tamu desa ke dalam rumah mereka.

Manusia lumpur tidak hanya membiarkan keturunan Wasiman hidup tapi juga orang yang bukan berasal asli dari desa mereka tidaklah termasuk dalam daftar buruan mangsa yang harus dibawa ke embung untuk dijadikan korban. Dendam makhluk-makhluk embung itu hanya kepada penduduk desa yang sudah menjadikan rumah mereka sebagai tampungan air berdarah dan memaksa embung menelan jasad-jasad terlantar yang dibuang dengan sengaja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!