Awan hitam menggulung gulung, dihamparan luasnya langit yang gelap berkabut mendung, berhiaskan kilatan cahaya yang membelah hampanya udara, dan pada akhirnya langit pun menangis juga. Awalnya hanya setitik, namun perlahan tapi pasti lambat laun menjadi ribuan titik dan mulai menggenangi hampir seluruh permukaan bumi yang dilalaui.
Dengan terduduk saling berdampingan serta tubuh bersandarkan kotak kayu berlapis cat berwarna cokelat, seraya tangan yang sama sama terulur mengusap perlahan tubuh yang telah kaku dan dingin terbaring didalamnya, Yura mau pun Keysa terus saja berlomba dengan sang langit, meneteskan rintikan cairan bening.
Seperti sang dewa musim, Reyhan berada tepat dibelakang tubuh rapuh kedua wanita itu, mencoba untuk menghentikan aksi mereka agar tempat yang dijadikan rumah duka bagi tubuh sang ibu tak dibanjiri dengan rintikan buliran air dari netra yang sudah sangat sembab dan sayu itu.
"Jangan membuat ibu bersedih, biarkan ibu berjalan menuju kerumah Tuhan dengan langkah bahagia. Ibu sekarang tidak lagi tersiksa karena harus menahan sakit." ucap lembut dari Reyhan seraya kedua tangan yang mengusap masing masing lengan kedua gadis yang memiliki arti berbeda didalam hatinya.
"Rey..!" seru Yura dan Keysa bersamaan, sembari menyandarkan kepala mereka kekedua sisi dada lebar nan kokoh pemuda itu.
"Ada aku disini, kalian tidak sendiri." Reyhan mecoba untuk menahan gumpalan cairan yang sudah menganak sungai dinetra bermanik hitamnya. Ia juga merasakan kesedihan, akan kepergian sang ibu yang sejak lama sudah ia kenal itu.
Ya, sang belahan jiwa Yura, dan juga wanita terkasih Keysa, sejak tiga jam yang lalu sudah tak ada lagi didunia. Setelah pesan terakhir terucap dari bibir yang nampak kaku terlapisi oleh goresan pewaran merah muda, dan tanpa kedua gadis itu tau, nyawa sang ibu sudah meninggalkan raganya.
Sangat pedih jika mengenang tragedi yang lalu dirumah sakit, setelah apa yang sudah mereka lakukan demi kehidupan panjang sang belahan jiwa.
"Yura, kita sudah mendapatkan pendonor untuk ibu. Tapi orang itu bersedia untuk melakukan operasi pendonoran, setelah ia menerima upah. Karena orang itu juga sedang membutuhkan uang." beritahu sang dokter.
Yura dan Keysa tersenyum bahagia "berapa yang orang itu mau dok..? dan juga berapa biaya untuk operasi ibu..?" tanya Yura kemudian.
"Orang itu membutuhkan uang empat ratus juta, dan untuk operasi kira kira tiga ratus juta " jelas sang dokter.
Bola mata Yura dan Keysa membeliak bersamaan "tujuh ratus juta" gumam mereka lirih. Dengan saling menggenggam tangan, keduanya mencoba untuk saling menguatkan. "Kemana kita mencari uang sebanyak itu Yura..?" tanya Keysa bingung.
Tabungan yang mereka berdua miliki, jika digabungkan saja tidak lah sampai diangka sepuluh juta. "Kita minta bantuan Reyhan..?" saran Keysa namun ditolak oleh Yura .
"Kafe Reyhan dibali sedang renovasi, dia juga pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jangan bebani dia." terang Yura.
"Lalu bagaimana..?" lagi Keysa bertanya dengan airmata yang kembali membasahi kedua sisi wajahnya. Sesaat mereka pun berfikir, sampai dimana Yura menemukan jalan keluarnya.
"Aku pergi dulu, kau jaga lah ibu. Aku tau dimana kita bisa mendapatkan uang." kata Yura yakin, seraya meminta agar sang dokter dan juga sang pendonor menunggu barang sesaat.
Yura pun berlalu pergi, menuju ketempat dimana ia akan mendapatkan uang dengan nominal tersebut.
Dua jam kemudian, dengan tubuh yang sedikit basah akibat terkena buliran air hujan, Yura sudah kembali kerumah sakit. Bertemu dengan sang dokter dan juga pendonor, untuk melakukan transaksi.
Setelah usai dengan urusan itu, operasi transplatasi hati pun segera dipersiapkan.
Hingga malam menjelang, operasi baru lah usai, setelah enam jam lamanya aktifitas itu dilakukan. Dan hasilnya pun baik, walau kembali Yura beserta Keysa dibuat cemas, karena untuk hasil yang pasti mereka harus menunggu dua puluh empat jam kemudian, apakah tubuh sang ibu menerima atau malah menolak organ baru didalam raganya.
Bersyukur tak sampai batas waktu yang diperkirakan oleh dokter, ibu Yura dan Keysa sudah membuka matanya. Dengan tatapan memohon, wanita paruh baya itu meminta agar dokter segera melepaskan alat medis yang terdapat dimulutnya.
Dengan tersendat sendat dan lirih serta mata yang menatap penuh kasih kepada kedua putrinya, wanita yang masih terbaring lemah itu berucap.
"Jangan pernah bersedih dengan apa yang sudah menjadi kemauan Tuhan, kalian harus selalu berbahagia, saling mendukung dan juga saling menjaga sampai kapan pun. Ibu sangat menyayangi kalian. Ibu sangat berharap dalam kondisi apa pun kalian harus tetap bahagia, sekali pun itu soal kepergian ibu."
Setelah berucap itu, sang ibu kembali diperiksa oleh sang dokter dan memejamkan matanya guna beristirahat.
Dengan masih ditemani oleh kedua putrinya didalam ruang perawatan, wanita paruhbaya itu menghembuskan nafas terakhirnya tanpa diketahui oleh Yura dan Keysa yang sedang terlelap juga.
"Yura, ibu..!" seru Keysa panik saat ia mencoba untuk menyapa sang ibu dipagi hari. Yura yang masih terlelap pun terbangun dan langsung memanggil sang dokter.
Dengan saling mendekap, kedua gadis itu menunggu diluar kamar inap, sudah dipastikan juga hasilnya jika sang ibu kini telah bersama sang pemberi hidup.
Luruh lah tubuh kedua gadis itu kelantai, dengan tangis tergugu tak percaya. Reyhan yang baru saja kembali keibukota setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari kuta bali, tentu dibuat panik ketika baru saja tiba dirumah sakit, saat melihat kedua gadis yang ia sayangi telah terduduk dilantai dengan meraung raung mengeluarkan cairan bening dari netra mereka.
Setelah langit menghentikan tangisnya, peti yang berisikan tubuh kaku sang ibu pun dibawa menuju kepersinggahan terakhir, yang untuk selanjut akan dijadikan tempat tinggal bagi tubuh tak bernyawa itu.
"Pergi lah dengan tenang ibu, dan berbahagi lah disisi Tuhan" salam perpisahan dari Yura dan Keysa, seraya mengusap seluruh bagian permukaan peti yang sudah tertutup rapat.
Dengan bersandarkan tubuh kokoh Reyhan untuk menopang raga lunglai mereka, Yura dan Keysa menyaksikan tubuh sang ibu yang berselimutkan peti kayu, terbenam didalam gundukan tanah merah area pemakaman.
"Berhenti lah menangis" ucap Reyhan dengan kedua tangan yang merengkuh erat pinggang kedua gadis yang kini menyandarkan seluruh bagian raga mereka, kemasing masing sisi tubuh kokoh yang berdiri dengan tegapnya.
❤️ RATE, VOTE, LIKE, KIRIMKAN HADIAH, KRITIK JUGA SARAN YA REDER, GRATIS LOH ITU ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
innalillahi wainnailaihi rojiun
2024-03-30
0