Alunan suara tuns tuns piano yang terdengar sangat merdu, menelusup masuk berirama kedalam indra pendengar pengunjung kafe The Bos yang nampak sangat ramai pada malam hari ini.
Dan semakin serasa indah saja dengan dilengkapi oleh tampilan dari sang pianis, yang terlihat sangat menawan dalam balutan gaun sederhana namun elegant berwarna hitam, serta tatanan rambut yang ia biarkan tergerai.
Dalam sorotan lampu yang terarah kepadanya, dan juga semilir angin dari pendingin ruangan, yang menerbangkan helaian surai hitamnya perlahan, lagu Claire de Luna yang dalam bahasa Perancis memiliki arti cahaya bulan, semakin sempurna dan semakin romantis saja dinikmati dimalam ini yang kebetulan juga tengah memunculkan bulan purnama.
Bibir ranum itu pun seolah tidak merasa lelah menebarkan senyuman manis, semanis permainannya dalam menekan tuns hitam putih yang terbalut dalam rangka berbahan kayu yang sudah dilapisi cairan mengkilap berwarna hitam. Wajah putih bak salju yang selalu terlihat cantik walau tanpa adanya riasan disana.
Tak sedikit mata para pemuda pengunjung kafe, yang menatap penuh kekaguman dan juga tatapan memuja kepada sang pianis. Tapi tidak bagi salah satu pengunjung, yang menempati meja yang berjarak tak kurang dari sepuluh meter itu. Walau netranya menatap kearah sang pianis, namun wajahnya tetap saja datar, tak ada ekspresi yang ia tampilkan.
Sampai dimana alunan music itu berhenti, dan suara telapak tangan saling beradu, menggema diruangan tersebut, netra itu tak juga teralihkan dari sang pianis yang tengah berdiri seraya mencondongkan sedikit raganya, lalu berjalan kearah mini bar guna beristirahat sebentar, sebelum nanti kembali memainkan lagu ketiga, yang berarti adalah lagu terakhir dimalam ini.
"Silahkan diminum nona..!" ucap sang pemuda pemilik kafe bernama Reyhan Mahardika, seraya menyorongkan gelas berbahan kacang yang memiliki bentuk panjang, dengan cairan kuning pekat sebagai isinya, serta berhiaskan potongan lemon serta lembaran pucuk daun mint.
"Terima kasih tuan..!" ucap Yura menimpali godaan sahabatnya itu.
"Bagaimana kabar ibu..?" tanya Reyhan dengan posisi berdiri dan sedikit merendahkan badannya, serta menumpukan kedua tangan dimeja bar kafe.
"Sudah jauh lebih baik, lusa jadwal kembali untuk kemoterapi." jawab Yura dan meminum cairan dari tempatnya dengan alat bantu yang yang sudah tersedia didalam gelas kaca tersebut.
"Kapan akan berkunjung kedesa..? sudah lama sekali kau dan ibu tidak kesana." kembali Reyhan bertanya.
Yura memainkan bibirnya "entah lah, ibu tidak mungkin melakukan perjalan jauh. Semenjak ayah tidak ada, dan ibu sakit, untuk melakukan perjalan itu sangat sulit." jelas Yura.
Reyhan mengenal Yura, sejak gadis itu berusia lima tahun. Ibu Yura berasal dari daerah yang sama dengan Reyhan, dan kebetulan rumah kedua orang tua sang ibu, yang berarti adalah kakek dan nenek Yura, hanya berselang tiga rumah saja dari kediamannya.
Dulu jika waktu masa liburan akhir tahun, liburan hari raya besar, atau masa liburan panjang lainnya, Yura dan orang tuanya pasti akan mengunjungi daerah kelahiran sang ibu.
Selain disana adalah daerah yang memiliki banyak tempat pilihan untuk berwisata, tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk berkunjung, karena ayah Yura sudah tidak memiliki sanak saudara dan juga kerabat.
Namun semenjak ayah Yura tiada, dan ibunya menderita sakit, Yura tak pernah lagi berkunjung kedaerah tersebut. Kesehariannya Yura habiskan untuk bekerja dan merawat sang ibu. Bahkan Yura rela tidak melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi, guna merawat belahan jiwanya itu.
"Nanti aku antar kau pulang, sekalian aku ingin menjenguk ibu." kata Reyhan memberi tahu.
Namun belum sempat Yura menjawab, dering ponsel tipe lama miliknya berbunyi. Dan setelah melihat nama yang tertera dilayar ponsel, Yura pun menggeser tombol berwarna hijau yang terdapat disana.
"Ya Key..!"
"Yura ibu, cepat kau pulang." ucap Keysa dengan penuh kepanikan.
Yura terjingkat dari duduknya "ibu kenapa Key..?" tanya Yura yang pada akhirnya tertular kepanikan juga.
"Ibu pingsan Yura, cepat lah kau pulang" titah Keysa dengan suara yang naik beberapa oktaf dari biasanya.
"Ibu kenapa Yura..?" tanya Reyhan yang tak kalah panik setelah gadis itu memutus panggilan suara dari Keysa.
"Aku izin pulang Rey, ibu pingsan." ucap Yura dengan suara bergetar dan netra yang menganak sungai tergenangi cairan bening.
"Aku antar..!"
Reyhan dan Yura dengan tergopoh gopoh, menuju kepintu keluar kafe dan mengabaikan beberapa pasang mata yang melihat kepanikan mereka dengan penuh tanda tanya.
Hanya butuh waktu tak kurang dari sepuluh menit, mereka tiba dirumah Yura. Rumah yang tampak sangat usang dibagian dindingnya, serta nampak sangat kecil jika dilihat dari jalan yang hanya bisa dilewati oleh satu kendaraan roda empat saja.
Yura langsung keluar dari kabin mobil milik Reyhan, setelah kendaraan itu berhenti, dan langsung berlari memasuki rumahnya. "Ibu...!" teriak Yura saat melihat sang ibu tergolek tak sadarkan diri diatas ranjang dengan pakaian yang dipenuhi noda cairan merah berbau anyir dibagian dadanya.
"Yura...!" seru Keysa ditengah segukan tangisnya.
"Kita bawa kerumah sakit." ucap Reyhan seraya memindahkan tubuh lemah ibu Yura kedalam gendongannya dan dengan berlari kecil membawa raga itu memasuki kendaraan, diikuti oleh Yura dan Keysa.
Butuh waktu tiga puluh menit bagi mereka untuk sampai dirumah sakit, yang menjadi tempat bagi ibu Yura selama ini menjalani pengobatan penyakitnya. Dan dengan cepat pula sang ibu mendapatkan perawatan, karena hampir semua pegawai rumah sakit sudah sangat mengenal Yura, sang ibu juga Keysa, karena saking seringnya mereka berkunjung kerumah sakit tersebut.
Hampir empat puluh menit Yura serta Keysa dan Reyhan menunggu pemeriksaan sang ibu, sampai dimana seorang dokter laki laki paruhbaya yang biasa menangani ibu Yura, muncul dari balik pintu ruangan.
"Bagaimana keadaan ibu dok..?" tanya Yura dengan diselingi isakan.
"Ibu harus secepatnya melakukan operasi transplatasi hati Yura, kemoterapi yang ibu jalani tidak sama sekali membantu. Tubuh ibu memberi reaksi penolakan, sehingga membuat kondisinya semakin lemah." jelas sang dokter.
"Oh Tuhan..!" ucap Yura dengan tubuh yang serasa tidak memiliki tulang dalam sekejap.
"Lakukan yang terbaik dokter, soal biaya akan saya persiapkan." ucap Yura memohon.
"Masalahnya bukan hanya biaya Yura, tapi soal pendonor yang sampai saat ini kita belum mendapatkannya." ucap sang dokter "kau tau bukan, dirimu dan juga Keysa tidak memiliki kecocokan untuk dijadikan pendonor, begitu juga dengan Reyhan."
Kini bukan hanya Yura yang dibuat lunglai, Reyhan dan Keysa juga pada akhirnya merasakan hal yang sama. Sampai dimana sang dokter menghilang dari hadapan mereka bertiga dan ibu Yura dipindahkan keruang perawatan, dengan berbagai peralatan medis yang menempel dihampir seluruh tubuhnya, tulang tulang ketiga orang itu tak juga kembali ketempat semula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
semoga ada pendonor secepatnya
2024-03-11
0