Hitam Putih Kehidupanku
Hallo reader yang cantik ataupun yang tampan 😊.
Terima kasih banyak telah memilih novel yang berjudul Cintanya Julia untuk kamu baca. Semoga kamu menyukai novel keduaku ini, yang tentu saja masih belum sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan ketik, typo, EYD, dan lain - lain.
Tidak boleh lupa vote dan sarannya ya 🙂.
Silahkan tinggalkan jejak dengan mengklik like di bawah cerita setiap babnya 😊.
Kasih bintang lima ya 😊.
Kasih hadiah ya 😊.
Simpan di rak buku ya 😊.
Happy reading 🤗.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Di tengah keramaian kota London, terlihat sebuah bus yang terhenti di sebuah halte. Dari dalam bus itu, turunlah seorang wanita cantik kan menawan, dia adalah Quinley Aurora Brown. Dia berusia dua puluh dua tahun. Wanita dengan wajah cantik yang memiliki senyuman yang manis, bentuk tubuh yang sempurna dan sexy. Karena itu dia menjadi daya tarik jiwa setiap lelaki yang melihatnya. Selain mempunyai wajah yang cantik jelita, dia memiliki kepintaran. Dia salah satu lulusan teknik sipil Universitas Of Oxford dengan nilai yang sangat memuaskan.
Dia selama ini hidup dengan ibunya di wilayah Chelsea. Sejak dilahirkan, Quinley tidak pernah melihat ayahnya karena ayahnya meninggal dunia akibat sebuah tragedi kecelakaan ketika dia masih berada di dalam kandungan ibunya. Quinley dibesarkan oleh ibunya dengan rasa kasih sayang yang melimpah sampai dia beranjak dewasa dan tumbuh menjadi seorang wanita yang cantik, memiliki kepribadian yang baik, penyemangat dan cerdas. Meski dia tidak pernah merasakan kehadiran seorang ayah, dia tidak pernah merasa sedih bahkan putus asa dalam menjalankan kehidupannya.
Di usianya yang sudah dewasa, Quinley pun memutuskan untuk kuliah di University Of Oxford karena dia telah mendapatkan beasiswa full dari universitas tersebut. Sejak dia menempuh pendidikan di sekolah dasar, dia selalu mendapatkan beasiswa sehingga dia bisa menabung. Dari tabungannya, dia bisa menyewa sebuah kamar saat dia kuliah di Oxford. Setelah lulus dari University Of Oxford, Quinley meminta izin sama ibunya untuk bekerja di ibukota. Karena keteguhan hatinya yang kuat, ibunya tidak bisa menahan kehendak Quinley sehingga ibunya mengizinkan Quinley untuk mengadu nasib di ibukota.
Semenjak dia merantau ke ibukota, Quinley terus berusaha keras untuk membuat hidupnya lebih berarti. Tanpa rasa lelah dan jenuh, Quinley berusaha mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazah yang telah dia tempuh di University Of Oxford. Sejak dia berada di ibukota, dia ngekost. Dalam waktu yang cepat, Quinley mendapatkan pekerjaan sebagai drafter di staff bagian konstruksi di sebuah perusahaan kontraktor dan design yang terkenal. Sudah dua minggu lebih Quinley bekerja di perusahaan itu. Saat ini Quinley melangkahkan kaki mulusnya yang tanpa lemak menuju ke sebuah gedung perkantoran untuk bekerja.
Menyusuri pekarangan gedung PT. Glory Construction And Design. Melewati taman dan parkiran VVIP hingga melewati teras lobby tower itu. Masuk ke dalam lobby gedung pencakar langit itu melewati pintu yang berputar. Tersenyum sopan sambil menganggukan kepalanya ke orang yang berpas-pasan dengan dirinya. Berjalan menyusuri lobby sehingga menghentikan langkah kakinya di depan salah satu pintu lift. Selama perjalanannya dari kamar kos-kosannya yang dia sewa sampai di depan salah satu pintu lift, ada beberapa pria menatap takjub, menatap terpesona dan menatap nakal melihat dirinya yang memakai setelan blazer hitam dan rok pensil warna hitam di bawah lutut tanpa sepengetahuan dirinya.
Memencet tombol panah ke atas yang berada di sisi kanan pintu lift. Melihat jam tangan di pergelangan tangan kanannya yang menunjukkan pukul 07.35 pagi. Dia merasakan handphone miliknya bergetar. Membuka resleting tas jinjingnya. Mengambil ponsel miliknya. Tersenyum senang melihat tulisan Mommy di layar handphonenya. Memencet tombol hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda yang bentuknya seperti balok ke telinga kirinya.
"Hallo Mom!" sapa Quinley ceria.
"Hallo Sayangnya Mommy," ucap ibunya Quinley yang bernama Quinna dengan nada suara yang ceria.
"Ada apa Mom?"
"Mommy sangat merindukanmu Sayang."
"Baiklah, besok pagi aku pulang ke rumah."
"Ok, Mommy tunggu Sayang. Kebetulan sekali, besok pagi Paman Sam datang ke rumah."
"Wah asyik dong, besok Paman Sam mau datang ke rumah. Sudah lama sekali, aku tidak bertemu dengannya. Aku sangat merindukan Paman, Mom."
"Makanya kamu besok pagi harus pulang."
"Kalau begitu nanti malam aja, aku pulang ke rumah."
"Ok Sayang. Udah dulu ya, Mommy mau belanja. Selamat bekerja anak Mommy yang cantik dan pintar mmmuuaaahhh, semangat!" ucap Quinna semangat.
"Baik Mommy, mmmuuuaaahhh."
Tak lama kemudian sambungan telepon itu terputus. Quinley menjauhkan handphone itu dari telinga kirinya. Menaruh handphone itu di dalam tas jinjingnya. Menutup resleting tas jinjingnya. Quinley melihat beberapa tombol yang berada di atas pintu lift. Dia menelisik tombol-tombol itu sambil memicingkan matanya. Tiba-tiba Quinley merasakan tepukan pelan di bahu kirinya. Dia menoleh ke orang yang yang telah menepuknya. Dia melihat sosok teman kerjanya yang satu divisi. Seorang pria yang rupawan dan memiliki tubuh yang atletis.
"Hai Quin!" sapa orang itu dengan ramah.
"Hai juga Bertand," ucap Quinley dengan ramah.
"Ini untuk kamu," ucap Bertand sambil memberikan sebuah tumbler ke Quinley.
"Terima kasih, ini apa?" ucap Quinley senang sambil mengambil tumbler dari Bertand.
"Kopi," jawab Bertand senang.
"Wah ... aku senang sekali bisa minum kopi pagi ini tanpa harus membuatnya, makasih banyak ya," ucap Quinley senang. "Kok kamu tahu aku suka minum kopi?" tanya Quinley sambil menoleh ke Bertand.
"Aku kan suka memperhatikan kamu sering bikin kopi dipantry. Oh ya, cupcake yang kemarin, kamu beli di mana? Rasanya enak sekali."
"Aku bikin sendiri."
"Wah, kamu keren sekali bisa bikin kue yang enak banget. Boleh dong aku pesan kue ke kamu?"
"Tentu boleh dong," ucap Quinley sambil membuka tutup tumbler.
"Sepertinya liftnya rusak," ujar Bertand sambil memperhatikan tombol-tombol yang berada di atas pintu lift.
"Iya, kayaknya rusak," samber Quinley setelah menyesap kopinya.
Ting!
Lift berbunyi dan pintu lift di sebelah kebuka. Bertand dan Quinley berjalan ke lift yang pintunya sudah kebuka. Ketika mereka akan masuk ke dalam lift, Bertand menarik pergelangan tangan kirinya Quinley. Quinley menoleh ke Bertand yang sedang menatap ke dua orang yang berada di dalam lift. Quinley mengikuti arah pandang Bertand. Quinley melihat ada dua orang lelaki yang belum dia kenal. Masih belum banyak yang Quinley kenal, hanya orang-orang yang satu divisi di bagian konstruksi karena baru dua minggu dia bekerja di PT. Glory Construction And Design.
Quinley terpesona dengan orang yang berada di pojok kanan lift, seorang pria yang memiliki wajah paripurna, sepasang bola mata berwarna biru, rahang yang tegas dan bulu-bulu halus di rahang mukanya. Gelayar lembut menelusup ke rongga relung hatinya Quinley. Detak jantungnya Quinley tak beraturan. Baru kali ini dia merasakan seperti itu. Sepasang mata biru pria itu telah mengunci tatapan matanya Quinley yang berbinar-binar.
"Silakan masuk, dua lift sedang di service dan diperbaiki. Ayo masuk, kita sama-sama naik," ucap pria yang telah mengambil hatinya Quinley dengan suara yang berat dan dalam.
Dari suara barito pria itu menguar aroma kekuasaan. Tiba-tiba Bertand menarik pergelangan tangan kirinya Quinley. Mereka masuk ke dalam lift bersama para pegawai yang lain. Desakan orang yang masuk ke dalam lift telah mendorong Quinley ke hadapan pria bermata biru itu dan melepaskan pegangan Bertand yang berada di pergelangan tangan kirinya Quinley. Seketika Quinley mencium aroma sandalwood yang maskulin dari tubuh pria bermata biru itu sehingga membuat Quinley terlena dan menumpahkan minuman kopi yang dia pegang ke telapak tangan dan jas kerja pria itu.
"Auwww!" pekik pria itu spontan karena kepanasan sambil menghempaskan telapak tangannya yang terkena kopi.
"Oppss, maaf. Saya tidak sengaja," ucap Quinley sambil mengambil telapak tangan pria itu, lalu meniupnya supaya rasa panasnya hilang.
"Makanya jadi orang harus hati - hati!" umpat pria itu dengan nada suara yang mengeluarkan aura kekuasaan sambil menangkap pergelangan tangan kirinya Quinley, lalu mencengkeram kuat pergelangan tangan kirinya Quinley sehingga Quinley menoleh kepadanya. "Siapa nama kamu?" lanjut pria itu sambil menatap tajam ke matanya Quinley yang memancarkan ketakutan.
"Quin — ley," jawab Quinley takut.
......🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments