Langit malam di kota London dihiasi kerlap - kerlip ribuan bintang dan cahaya rembulan yang mengiringi aktivitas para manusia pada malam hari di kota London. Seperti yang telah dilakukan oleh Quinley saat ini. Quinley saat ini masih berada di dalam bisa antar kota karena dia mengikuti rapat proyek pembangunan markas di kantornya.
Setiap hari Jum'at malam dia selalu naik bis antar kota menuju rumahnya. Karena letak rumahnya berada di pinggiran kota Chelsea. Dia harus menempuh jarak pulang pergi sekitar seratus dua puluh kilometer. Bis yang ditumpangi oleh Quinley menembus hiruk pikuk keramaian kota London dan bisingnya kota London pada malam hari.
Keadaan malam hari di kota London sangat hidup dengan segala hingar - bingar dari aktivitas masyarakatnya. Kota yang yang dikenal dengan kota yang selalu hidup, tak akan ada matinya. Bis antar kota itu terus melaju menyusuri tiap sudut kota London. Melewati beberapa pejalan kaki di trotoar yang sedang sedang berjalan.
Ada beberapa pemuda - pemudi sedang asyik memainkan alat musik dan sebagainya lagi sedang bernyanyi sambil menggoyangkan badannya. Di pojok jalan ada kelompok yang terdiri dari enam wanita yang sedang asyik bersenda gurau. Di dekat kelompok wanita itu ada beberapa para pedagang makanan sedang berteriak dengan suara lantang untuk menawarkan dagangannya.
Roda bis terus berputar melewati keramaian kota London menuju sebuah jalanan yang lebih sepi dari hilir mudik kendaraan. Pinggir jalan yang dilewati bis itu dihiasi lampu - lampu jalan dan beberapa pohon rindang. Rodanya terus berputar dengan kecepatan yang lumayan tinggi hingga melewati perkebunan dan memasuki sebuah daerah yang dilengkapi dengan berjejernya ruko - ruko, rumah sakit dan pemukiman penduduk hingga bis berhenti di sebuah halte bis. Quinley berdiri dari kursinya, melangkahkan kakinya ke pintu keluar bis.
Kemudian Quinley turun dari bis. Quinley melangkahkan kakinya dengan cepat. Kaki jenjangnya menuntun dia menyusuri tepian jalan sepi dengan beberapa lampu jalan berwarna kuning yang sedikit redup. London memang dikenal sebagai salah satu kota yang sangat ramai, tapi itu hanya berlaku di pusat kota London. Berbeda dengan daerah pinggiran kota London. Semua toko di daerah ini tutup sebelum jam dia belas malam.
Lalu lalang kendaraan yang tidak terlalu ramai dan malah didominasi dengan suara - suara hewan di malam hari yang berbunyi nyaring. Quinley hendak ingin menyebrang. Tak sengaja Quinley melihat seorang pria mengambil paksa dan tas seseorang di pinggir jalan. Menengok ke kanan kiri. Quinley menyebrang dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Setelah dia menyebrang, dia berlari mengejar penjambret sambil mendengar suara teriakan dari seorang wanita.
"Jambret!!" teriak wanita itu.
Quinley berhasil meraih pergelangan tangan kirinya jambret itu, lalu menarik dan memelintir tangan kiri penjambret itu. Dengan gerakan lihai dan sangat Quinley berhasil mengunci tangan kiri serta tangan kanan penjambret sehingga penjambret itu terkunci. Sontak barang curian itu terlempar. Beberapa detik kemudian, penjambret itu menendang kakinya Quinley sehingga kuncian Quinley di tangan penjambret itu terlepas.
Setelah terlepas, penjambret itu berlari secepat mungkin. Sedangkan Quinley meringis karena menahan rasa sakit di tulang kering kaki kirinya. Dengan langkah kaki yang tertatih-tatih, Quinley mengambil semua jaket dan tas perempuan itu. Quinley melanjutkan langkah kakinya menuju ke korban penjambretan itu. Quinley menghentikan langkah kakinya di hadapan wanita itu, lalu memberikan tas dan jaket wanita itu. Ternyata tanpa sepengetahuan Quinley, gerak-gerik Quinley diperhatikan oleh seorang pria yang merupakan ketua mafia yang berkuasa di wilayah itu.
"Cewek yang menarik," gumam pria itu bermonolog.
"Tuan Max, apakah kita masih melanjutkan pengejaran?" tanya supir sambil menoleh ke Max.
"Ok, kita lanjutkan pengejaran itu."
Tak lama kemudian mobil itu melaju sangat kencang. Tiba-tiba salah satu smartphone milik Maxim bergetar. Maxim mengambil smartphone itu dari dalam saku celananya. Melihat nama Albern di layar smartphone miliknya. Secepat mungkin dia menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Hai Dud!" sapa Albern ramah.
"Hai! Ada apa Bro?"
"Lagi di mana?"
"Lagi di Chelsea, memangnya ada apa Bro?"
"Kapan balik ke London?"
"Sekarang on the way ke London sekalian nangkap satu orang pengkhianat."
"Memangnya sekarang klan kamu sudah menguasai wilayah Chelsea?"
"Baru sebagian."
"Besok pagi aku ke apartemen kamu mau membicarakan rencana balas dendamku."
"Baik aku tunggu."
Sedetik kemudian Albern menjauhkan benda pipih itu dari telinga kirinya. Menggeser ikon merah untuk memutuskan sambungan telepon itu. Menaruhnya di atas nakas sebelah kanannya ranjang yang berukuran king size. Albern mengarahkan tubuhnya ke pintu kamarnya. Berjalan cepat ke pintu kamarnya. Menyentuh beberapa ikon di layar pemindai sehingga lampu hijau menyala yang menandakan bahwa kunci pintu kamar telah terbuka. Menekan handle pintu kamar ke bawah, lalu menariknya sehingga pintu itu terbuka.
"Hallo Sayangku," ucap Queen dengan suara yang manja.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Albern jutek sambil berjalan melewati wanita itu.
"Al, aku merindukan sentuhan dirimu," ucap Queen dengan sensual sambil berjalan mengikuti langkah kakinya Albern.
"Ya udah, kamu tunggu aja aku di kamarku," ucap Albern datar.
"Ok," ucap Queen dengan senang hati.
Wanita itu merupakan salah satu teman ranjang dan juga salah satu teman dekatnya Albern. Mereka saling mengenal sejak mereka berusia dua tahun. Dulu mereka bertetangga, tapi ketika Albern berusia sepuluh tahun, Albern beserta orang tuanya pindah rumah ke daerah Kensington. Walaupun Albern dan orang tuanya sudah pindah rumah, mereka masih berhubungan dekat.
Tak lama kemudian wanita itu membalikkan tubuhnya. Melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamarnya Albern. Dengan hati yang berbunga-bunga, wanita itu berjalan melewati pintu kamar yang terbuka itu. Berjalan menghampiri tempat tidur yang berukuran king size. Menghentikan langkah kakinya, lalu menduduki tubuhnya ditepian sebelah kanan tempat tidur.
Kringgg ... Kringgg ... Kringgg ...
Smartphone milik Albern berdering. Wanita itu mengambil smartphone milik Albern. Dengan wajah yang senang, dia melihat tulisan "Dad" di layar smartphone milik Albern. Menyentuh ikon hijau untuk menerima panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya sambil membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Al, maafkan Daddy, kalau kamu tidak mau ikut, juga nggak apa-apa," ucap Samuel sendu.
"Hallo Om, aku Queen, bukan Albern," ucap Queen ceria.
"Ohhh, kamu malam-malam begini lagi ngapain di apartemennya Albern?" tanya Samuel khawatir.
"Ah masa Om nggak tahu sich, aku dan Albern kan suka melakukan hubungan intim," ucap Queen tak tahu malu.
Tiba-tiba smartphone itu diambil oleh Albern dengan kasar, lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya dan berujar, "Ada apa lagi sich Dad?"
"Kamu suka berhubungan intim dengan Queen?!" ucap Samuel kesal.
"Iya, memangnya kenapa Dad?"
"Apakah kamu mencintai Queen dan kamu sudah bilang mau berubah?" tanya Samuel menyelidik.
"Iya, tapi kan Dad, aku nggak mungkin langsung berubah dalam kurun waktu yang cepat. Aku tidak mencintai Queen, hal itu sudah biasa dilakukan oleh orang-orang pada jaman sekarang Dad, melakukan hubungan intim tanpa ada rasa," ucap Albern yakin yang telah melukai hatinya Queen.
"Oh my God Al!" pekik Samuel.
"Udahlah Dad, nggak usah sok suci!! Aku tahu apa yang telah aku lakukan!!" ucap Albern marah.
Tiba-tiba sambungan telepon itu terputus. Albern menjauhkan benda persegi panjang itu dari telinga kirinya. Menaruhnya di tempat semula. Menoleh ke Queen yang sedang ketakutan. Tak lama kemudian Albern mengungkung tubuhnya Queen. Albern mengangkat dagunya Queen dengan kasar. Menatap tajam ke sepasang matanya Queen. Mencengkeram dagunya Queen dengan erat.
"Apa yang telah kalian bicarakan!?" ucap Albern marah dengan volume suara yang pelan.
"A—ku ngomong apa adanya Al," ucap Queen sedikit ketakutan.
"Kau telah membuat masalah denganku!!!"
"Maaf — kan aku Albern."
Kringgg ... kringgg ... Kringgg ...
Bunyi dering dari smartphone milik Albern. Albern melepaskan cengkeramannya. Albern beranjak dari tubuhnya Queen. Berdiri sambil mengambil smartphone miliknya. Mengerutkan keningnya ketika melihat nomor asing di layar smartphone miliknya. Menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Hallo ini siapa?" tanya Albern datar.
"Apakah benar ini dengan Tuan Albern?"
"Iya benar, saya Albern."
"Saya Roy, kepala pelayan rumah utama. Anda disuruh datang ke rumah utama malam ini sama Tuan Besar," ucap Roy sopan.
"Bilang ke Tuan Besar kamu, saya tidak bisa ke sana malam ini!"
💐🌷🌹💐🌷🌹💐🌷🌹💐🌷🌹💐🌷🌹💐
Terima kasih sudah membaca novelku yang ini 😊😊😊🥰🥰🥰.
Semoga para readers suka membaca novelku. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam novel ini karena novel ini masih jauh dari kata sempurna 😊😊😊.
Di like ya
Di komen ya
Di vote ya
Di kasih bintang lima ya
Di kasih hadiah ya
Love you all 😁😁😁😁😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments