Lelaki yang sedang berdiri di hadapan Quinley sambil memegang erat pergelangan tangannya kiri Quinley dan menatap tajam ke bola mata Quinley yang berwarna hijau. Menelisik wajah cantiknya Quinley yang memiliki hidung yang mancung, bibir yang merekah dan dagu yang lancip. Lelaki itu bernama Albern Cedric Smith. Al, nama panggilannya. Hanya dari nama marga keluarganya sebagian orang - orang di negara Inggris pasti mengenalnya. Smith adalah sebuah nama marga keluarga yang sangat terpandang di United Kingdom. Smith merupakan nama marga keluarga dari papinya.
Pria yang sudah berusia tiga puluh tiga tahun itu tumbuh menjadi seorang pria tampan yang hebat dan digilai semua kaum hawa. Bahkan dia merupakan seorang casanova yang tampan karena banyak sekali para wanita yang ingin berhubungan intim dengannya sehingga membuat ayahnya khawatir dengan kehidupan free seks dirinya. Seorang pria yang memiliki wajah yang paripurna, memiliki sepasang mata berwarna biru, bibir yang tipis, garis rahang muka yang tegas, memiliki postur tubuh yang proporsional dan tinggi badan 180 sentimeter.
Selain mempunyai wajah yang tampan, dia juga memiliki kecerdasan dan bakat alami dalam dunia bisnis sehingga dia lulus dengan predikat suma cumlaude dari Universitas Cambridge jurusan manajemen bisnis dan arsitektur di usia muda. Kemampuannya dalam berbisnis tentu saja menurun dari papinya. Dia adalah pendiri, pemilik dan seorang CEO dari sebuah perusahaan yang bernama PT. Glory Construction And Design. Kekuasaan, kejayaan, kekayaan dan bahkan wibawa seorang pemimpin melekat di dalam dirinya.
Namun dibalik kesuksesannya, Albern mengalami kesedihan yang amat terdalam sehingga timbul rasa benci dan rasa ingin membalas dendam. Dari cerita pamannya, dulu Albern pernah merasakan memiliki keluarga yang sempurna nan harmonis. Ayahnya yang sangat mencintai dan menyayangi ibunya, begitu juga sebaliknya. Mereka saling menyayangi satu sama yang lainnya. Tapi itu hanya berlangsung sebentar. Saat usia dirinya menginjak dua belas tahun, ayahnya selingkuh dengan mantan kekasihnya. Mantan kekasih ayahnya merupakan seorang penjual kue di wilayah Chelsea.
Kenyataan yang sangat pahit membuat kehidupan keluarganya maupun dirinya berubah drastis. Ayahnya tidak pernah memperhatikan keluarganya dan jarang pulang ke rumah untuk melanjutkan kisah asmara terlarang mereka dan tinggal bersama kekasihnya. Namun sungguh naas kisah asmara terselubung antara ayahnya dengan kekasih ayahnya. Hubungan mereka ketahuan publik sehingga ibunya melabrak kekasih ayahnya. Setelah melabrak kekasih ayahnya, ibunya mengalami kecelakaan tunggal di jalan raya sehingga mengakibatkan ibunya meninggal dunia di tempat kejadian.
Berita buruk itu tersebar luas seantero dunia dengan cepat, secara ibunya merupakan seorang artis terkenal di London dan seorang istri dari seorang pengusaha yang sukses. Berita itu telah membuat keluarganya hancur berkeping - keping bagaikan pecahan kaca. Sejak itu ayahnya Albern jadi semakin menggila. Ayahnya jarang pulang ke rumah karena menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di perusahaan kakeknya dan semakin cuek dengan kehidupan dia dan adiknya. Ayahnya malah sering pergi ke kota Chelsea untuk menemui kekasih gelapnya.
Semua itu membuat Albern muak dan benci sehingga dia tidak mempercayai arti dari sebuah cinta dan membenci kekasih ayahnya yang bernama Quinza Patricia Johnson. Baginya cinta adalah kebohongan. Bilang cinta namun dibalik kata cinta itu ada sebuah pengkhianatan yang menusuk dari belakang. Sungguh jijik dengan arti kata cinta. Dari dampak kata sebuah cinta itu meleburkan kekacauan yang telah terjadi kepada keluarganya. Karena itulah dia tidak pernah jatuh cinta dan suka gonta-ganti wanita.
Kringgg ... Kringgg ... Kringgg .... Bunyi dering dari smartphone milik Albern yang telah melepaskan genggaman Albern dari pergelangan tangan kirinya Quinley. Albern membuka kancing jas kerjanya. Mengambil smartphone miliknya yang berada di dalam saku jas kerjanya. Tersenyum kecut melihat nomor ayahnya di layar smartphone miliknya. Mau tak mau, dia menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda persegi panjang itu ke telinga kirinya.
"Hallo, ada apa Dad?" tanya Albern datar.
"Besok pagi ikut Daddy ke Chelsea," jawab ayahnya Albern yang bernama Samuel Cedric Smith.
"Ngapain aku ke sana?"
"Untuk bersilaturahmi dengan Tante Quinza."
"Aku nggak mau menemui wanita itu Dad!" ucap Albern kesal.
"Sudah Daddy bilang berkali-kali, bahwa Tante Quinza bukan selingkuhan Daddy! Daddy tidak pernah menyelingkuhi Mommy kamu!!!" bentak Samuel.
Tanpa basa-basi lagi, Albern menjauhkan benda pipih itu dari telinga kirinya. Menggeser ikon merah untuk memutuskan sambungan telepon itu. Menaruhnya di tempat semula. Albern menoleh ke Quinley yang sedang menundukkan kepalanya. Albern menarik sudut bibirnya melihat Quinley yang sedang salah tingkah. Albern berniat menjadikan Quinley sebagai mainannya.
Ting!
Bunyi detingan lift yang menandakan pintu lift kebuka. Beberapa karyawan keluar dari dalam lift. Bertand melihat tombol angka 5 menyala, lalu dia menyenggol pinggangnya Quinley untuk memberitahu bahwa Quinley dan dirinya harus keluar dari dalam lift. Spontan Quinley membalikkan badannya. Bertand menarik pergelangan tangan kirinya Quinley, lalu mengajaknya keluar dari dalam lift melalui pintu lift yang kebuka.
"Kenapa Bos marah kepadamu? " tanya Bertand kepo setelah mereka keluar dari dalam lift.
"Aku nggak sengaja menumpahkan kopi ke jasnya, memangnya dia bos kita?" ucap Quinley sambil menyusuri sebuah ruangan yang luas.
"Iya, dia itu pendiri, pemilik dan CEO dari perusahaan ini. Semoga dia tidak memperpanjang masalah ini. Kamu sudah minta maaf ke dia?"
"Udah, tadi aku langsung minta maaf," ucap Quinley lesu.
"Selamat pagi Bu," sapa Bertand ramah ketika melihat atasnya sedang berjalan menghampiri mereka.
"Selamat pagi Bu Beatrix," sapa Quinley sopan.
"Selamat pagi semuanya," ucap Beatrix ramah sambil menghentikan langkah kakinya. "Perincian logistik dan konstruksi untuk proyek di Sunderland sudah jadi?"
"Sudah Bu," jawab Bertand dan Quinley kompak.
"Bagus, tolong berkasnya taruh di meja kerja saya, mau saya pelajari dulu,"
"Baik Bu," ucap Bertand dan Quinley serempak.
Tak lama kemudian Beatrix melanjutkan langkah kakinya ke pantry. Sedangkan Quinley dan Bertand melanjutkan langkah kakinya menuju ke meja kerja mereka masing-masing. Quinley menaruh tumbler di atas meja kerja dan tas jinjingnya di atas kursi kerjanya. Mengambil berkas proyek di Sunderland. Membalikkan tubuhnya, lalu melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerjanya Bu Beatrix yang merupakan seorang proyek manajer di Sunderland. Menghentikan langkah kakinya di depan ruangan Beatrix.
"Ayo masuk!" ajak Bu Beatrix ramah sambil berjalan melewati dirinya.
Tak lama kemudian Quinley masuk ke dalam ruang kerjanya Beatrix. Mengikuti langkah kakinya Beatrix. Quinley menghentikan langkah kakinya ketika Beatrix menaruh cangkir kopinya di atas meja kerjanya. Beatrix membalikkan tubuhnya. Quinley memberikan berkas yang tadi dia bawa ke Beatrix. Beatrix menerimanya, lalu membuka map berkas itu. Menelisik isi dari lembar pertama berkas itu.
Kringgg ... kringgg ... kringgg .... Bunyi dering dari pesawat telepon yang menandakan ada panggilan interkom. Beatrix menutup map berkas itu, lalu menaruh berkas itu di atas meja kerjanya. Mengerutkan keningnya ketika melihat nomor interkom dari asisten pribadi CEO perusahaan. Mengambil gagang pesawat telepon itu. Mendekatkan benda itu ke telinga kirinya.
"Hallo selamat pagi Tuan Noah, ada yang bisa saya bantu?" ucap Beatrix sopan.
"Suruh Quinley menghadap ke Tuan Albern!" titah Noah yang tak bisa dibantah.
"Baik Tuan Noah."
Tak lama kemudian sambungan interkom itu terputus. Beatrix menjauhkan benda itu dari telinga kirinya, menaruh benda itu di tempat semula. Beatrix menoleh ke Quinley. Beatrix mengerutkan keningnya ketika melihat wajah innocentnya Quinley. Beatrix nggak habis pikir kenapa Quinley harus menemui Albern pada pagi ini. Beatrix menepuk bahu kanannya Quinley dengan pelan.
"Kamu disuruh menghadap ke Tuan Albern," ucap Beatrix ramah.
"Memangnya kenapa Bu, saya disuruh menghadap ke Tuan Albern?" tanya Quinley polos.
"Saya tidak tahu, saya juga bingung kenapa kamu disuruh menemui Tuan Albern, kamu ada masalah apa dengan Tuan Albern?"
"Tadi pagi aku nggak sengaja menumpahkan kopi ke jasnya. Tapi, tadi aku langsung meminta maaf ke dia, Bu," ucap Quinley lemas.
"Ya udah sebaiknya kamu datang ke sana, semoga Tuan Albern tidak mempermasalahkan itu ke kamu," ucap Beatrix bijak sambil mengelus bahu kanannya Quinley.
"Baik Bu. Di lantai berapa, ruang kerjanya Tuan Albern?"
"Di lantai 10, letaknya di ujung lorong lantai 10."
Saya permisi dulu."
"Iya."
Tak lama kemudian kemudian Quinley membalikkan tubuhnya. Melangkahkan kakinya menuju ke pintu ruang kerjanya Beatrix. Berjalan melewati pintu yang masih kebuka, lalu mengarahkan langkah kakinya ke lift. Quinley menghentikan langkah kakinya di hadapan Bertand yang sedang tersenyum manis ke dirinya. Quinley membalasnya dengan senyuman yang sopan.
"Kamu mau ke mana?" tanya Bertand penasaran karena Quinley berjalan ke arah lift.
"Aku mau ke ruangan Tuan Albern."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments