"Mainan seksku yang baru akan segera tiba," gumam Albern bermonolog yang sedang memperhatikan Quinley dari laptopnya yang tersambung dengan kamera CCTV.
Saat ini Albern melihat Quinley yang sedang menyusuri lorong di lantai 10. Lorong yang berlantaikan marmer. Sisi kanan kiri lorong dihiasi dengan beberapa lukisan yang indah. Quinley terpana melihat lukisan-lukisan itu. Quinley menghentikan langkah kakinya di depan sebuah ruangan yang berada di ujung lorong lantai 10. Celingak-celinguk melihat sekitarnya yang masih sangat sepi.
Dia beberapa kali mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati. Dia membungkukan badannya, lalu mendekatkan daun telinga kanannya ke daun pintu. Samar-samar dia mendengar langkah orang. Dia menjauhkan telinganya, lalu berdiri tegak. Tak lama kemudian pintu ke buka. Quinley terpesona melihat sosok yang telah memporak-porandakan dirinya pagi ini.
"Silakan masuk!" ucap Albern datar.
"Iya Tuan."
Sedetik kemudian Quinley masuk ke dalam. Pintu itu ditutup oleh Albern. Albern mengikuti langkah kakinya Quinley. Melihat benda sintal yang bulat milik Quinley bergerak dengan indahnya di mata Albern sehingga membuat Albern membayangkan benda itu bergerak di atas tubuhnya. Seketika Albern tersenyum smirk memikirkan itu. Albern menarik pergelangan tangan kanannya Quinley, lalu menariknya untuk membalikkan tubuhnya Quinley.
Saat ini tubuh mereka berdempetan. Quinley merasakan hembusan nafasnya Albern. Detak jantungnya Quinley bertambah cepat. Gelayar lembut itu kembali menelusuri rongga hatinya Quinley. Albern menatap bola mata berwarna hijau milik Quinley yang berbinar-binar dengan intens. Tak sengaja jemari tangan kirinya Quinley menyentuh benda pusaka milik Albern sehingga membuat benda itu menegang.
Albern merasakan sesak di bawah sana. Albern menghembuskan nafasnya dengan berat karena sedang menahan hawa nafsunya. Albern memiringkan wajahnya sambil memeluk pinggang rampingnya Quinley. Quinley tahu bahasa tubuhnya Albern yang hendak ingin mencium dirinya. Quinley juga merasakan detakan jantungnya bertambah cepat dan merasakan gelayar lembut itu membuncah.
Kringgg ... kringgg ... kringgg .... Smartphone milik Albern berbunyi yang membuat Albern berdecak lidah karena dia tidak bisa menyicipin tubuhnya Quinley. Albern menegakkan kepalanya sambil melepaskan pelukannya. Menjauh dari tubuhnya Quinley. Quinley membuka matanya. Melangkahkan kakinya menuju ke meja kerjanya. Quinley membalikkan tubuhnya, lalu melihat Albern yang sedang mengambil smartphone milik Albern di atas meja kerja. Albern mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Hallo Max, ada apa?" ucap Albern datar.
"Hallo Dud, besok malam ikut rapat di tempat biasa."
"Rapat tentang apa?"
"Pembangunan markas baru."
"Jam berapa?"
"Jam 10 malam."
"Ok."
Tak lama kemudian sambungan telepon itu terputus. Albern menjauhkan benda pipih itu dari telinga kirinya. Meletakkan smartphone miliknya di atas meja kerja. Albern melangkahkan kakinya ke sebuah lemari. Membuka salah satu pintu lemari itu, lalu mengambil sebuah jas berwarna hitam. Menutup pintu lemari itu. Melanjutkan langkah kakinya menghampiri Quinley yang masih terpana dengan sosoknya Albern. Albern menghentikan langkah kakinya di hadapan Quinley.
"Kamu harus memakaikan saya jas ini, karena kamu telah mengotori jas saya yang tadi kena tumpahan kopimu," ucap Albern sambil memberikan jas itu ke Quinley.
"Baik Tuan, " ucap Quinley senang.
Sedetik kemudian Quinley memakaikan jas itu keb tubuh atletisnya Albern. Merapikan jas yang kelihatan sangat pas di badan kekarnya Albern. Mengancingkan jas yang sudah dipakai oleh Albern. Albern menggenggam telapak tangan kanannya Quinley sehingga membuat Quinley salah tingkah. Quinley menundukkan kepalanya karena malu. Albern menarik dagunya Quinley dengan lembut.
"Besok malam kita pergi ke club yuk!" ajak Albern.
"Maaf Tuan, aku nggak bisa ikut."
"Kenapa?"
"Aku mau pergi ke luar kota."
Tok ... tok ... tok ...
"Masuk!"
Sedetik kemudian pintu ruang kerjanya Albern terbuka. Noah, sang asisten pribadinya Albern masuk ke dalam ruangan itu. Berjalan menghampiri Albern dan juga Quinley. Memberikan sebuah map berkas ke Albern. Albern menerimanya, lalu membukanya. Membaca dengan seksama. Quinley memundurkan langkah kakinya.
"Tuan, saya permisi dulu," ucap Quinley sopan.
Sontak Albern menoleh ke Quinley, lalu berujar, "Iya, terima kasih sudah memakaikan jas."
"Sama-sama Tuan."
Tak lama kemudian Quinley membalikkan tubuhnya. Melangkahkan kakinya menuju ke pintu yang masih terbuka. Berjalan melewati pintu, lalu menutup pintu itu. Menyusuri lorong di lantai 10. Melangkah menuju ke lift. Menghentikan langkah kakinya di depan salah satu lift. Memencet tombol panah ke atas yang berada di sisi kanan pintu lift.
Ting!
"Hah, ada Ber?" ucap Quinley sedikit kikuk ketika pintu lift kebuka dan melihat Bertand ada di dalam lift. Quinley masuk ke dalam lift, lalu berucap, "Kamu mau ke mana?"
"Aku mau ke lantai satu, aku salah masuk lift. Seharus masuk lift yang ke bawah, bukan yang ke atas. Kamu habis diapain sama Tuan Albern? Apakah dia masih marah?" tanya Bertand sambil menoleh ke Quinley.
"Dia hanya menyuruhku untuk memakaikan jas," jawab Quinley sambil menekan tombol angka 4.
"Kamu harus hati-hati sama dia."
"Memangnya kenapa dia?"
"Dia itu penjahat kelamin, kamu jangan sampai menjadi budak seksnya," ujar Bertand serius.
"Ah masa sich?" tanya Quinley antara percaya dan tidak percaya.
"Iya, itu memang faktanya."
Benar juga apa yang telah diucapkan oleh Bertand, tadi aja Tuan Albern mau menciumku padahal kami bukan sepasang kekasih.
Batin Quinley.
Ting!
Bunyi detingan lift telah membuyarkan keheningan di antara mereka. Seketika pintu lift kebuka. Quinley mengarahkan kepalanya untuk melihat tombol mana yang menyala. Sekilas dia melihat tombol angka 4 menyala. Quinley keluar dari dalam lift. Berjalan menyusuri ruangan divisi sipil. Sekilas dia mendengar keributan di dalam ruang kerjanya Beatrix. Dia mempercepat langkah kakinya menuju ke sumber suara. Quinley menghentikan langkah kakinya diambang pintu.
"Dasar nggak becus!" bentak seorang wanita muda sambil melemparkan sebuah berkas ke wajahnya Beatrix.
"Hey! Anda harus sopan dong!" ucap Quinley marah sambil berjalan menghampiri Beatrix.
Wanita itu langsung menoleh ke Quinley, lalu berucap dengan kemarahan, "Kamu siapa!? Lancang sekali kamu!! Dasar wanita nggak punya etika!!"
Plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanannya Quinley. Sontak Quinley mengelus pipinya. Wanita itu tersenyum remeh ke Quinley sambil berkacak pinggang. Sedetik kemudian, wanita itu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Tak lama kemudian, Quinley menjongkokan tubuhnya untuk membantu Beatrix membereskan berkas yang berhamburan si atas lantai, lalu memberikannya ke Beatrix.
"Terima kasih," lirih Beatrix sambil menerima beberapa kertas dari Quinley.
"Bu, nona tadi siapa?" tanya Quinley sambil menoleh ke Beatrix.
"Nona Queen, dia direktur konstruksi sekaligus kekasihnya Tuan Albern," jawab Beatrix sambil beranjak berdiri.
Quinley kecewa mendengar ucapan Beatrix tadi. Quinley beranjak berdiri ketika Beatrix melangkahkan kakinya menghampiri meja kerjanya. Quinley membalikkan tubuhnya, lalu melangkahkan kakinya menuju ke meja kerjanya. Keluar dari ruangan itu melalui pintu yang masih terbuka, lalu menutup pintu itu. Melanjutkan langkah kakinya melewati beberapa kubikel para karyawan. Gerak-gerik Quinley diperhatikan oleh Albern melalui laptopnya yang tersambung oleh rekaman CCTV di ruang kerjanya Quinley. Albern menaikan salah satu sudut bibirnya ketika memperhatikan Quinley.
"Noah, kamu selidiki Quinley!" titah Albern.
"Baik Tuan."
"Usahakan tiga hari dari sekarang, sudah ada laporan yang lengkap tentang gadis itu."
"Baik Tuan."
"Hallo Sayang!" sapa Queen ceria sambil berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya Albern.
Sontak Albern menoleh ke Queen, lalu berujar datar, "Biasakan ketuk pintu dulu sebelum masuk ke sini."
"Maaf Sayang," ucap Queen sambil berjalan menghampiri Albern.
"Untuk apa kamu ke sini?" tanya Albern datar ketika Queen menghentikan langkah kakinya di samping Albern.
"Untuk menemui kekasih pujaan hatiku," ucap Queen manja sambil menduduki tubuhnya di atas pangkuan Albern.
"Aku bukan kekasihmu."
"Tapi kamu sangat menikmati diriku," bisik Queen sensual.
"Saya permisi dulu Tuan," ucap Noah sopan.
"Jam berapa Tuan Felix datang ke sini?"
"Jam sepuluh pagi Tuan."
"Panggil Chelia ke sini!" perintah Albern.
"Baik Tuan," ucap Noah, lalu dia membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
"Mau ngapain dia ke sini?" tanya Queen sedikit kecewa sambil menggoyangkan pinggulnya.
"Jangan bergerak seperti itu, aku mau kerja dulu," ucap Albern tegas sambil mendorong dadanya Queen.
"Sayang, nanti malam aku ke rumah kamu ya?"
"Jangan panggil aku Sayang, aku bukan kekasihmu, kamu hanya mainan seksku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments