Bab 19, Itu Benar

Ting

Pintu lift di lantai dua puluh terbuka lebar. Albern melangkahkan kakinya di atas lantai yang terbuat dari marmer menuju ruangan Quinley. Semua orang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ketika melihat Albern. Albern membalas senyuman mereka dengan ramah. Albern menggeser pintu ruangan khusus drafter. Dia hanya melihat dua orang laki - laki yang sedang fokus bekerja.

"Permisi, Quinley ke mana ya?" tanya Albern dengan sopan.

Sontak Jimmy dan Ricky menoleh ke sumber suara. Sontak mereka berdua langsung berdiri ketika melihat Albern dengan gerakan kikuk. Mereka berdua tersenyum sopan sambil menganggukkan kepalanya. Albern membalas senyuman mereka dengan ramah.

"Quinley sedang ke kamar mandi, Tuan," jawab Jimmy

"Oh, ok," ucap Albern.

Tak berselang lama, Albern membalikkan tubuhnya, lalu melanjutkan langkah kakinya menuju toilet di lantai ini. Albern celingak - celinguk ketika berada di depan pintu toilet wanita. Dia menelisik keadaan di sekitarnya yang aman dan sepi. Tanpa ragu - ragu, dia mendorong pintu toilet hingga terbuka, lalu masuk ke dalam toilet wanita. Dia melihat Quinley sedang cuci tangan di wastafel sambil menutup pintu. Albern berjalan dengan langkah pelan dan lebar menghampiri sosok Quinley, lalu memeluk pinggangnya Quinley dari belakang.

"Oh OMG! Kamu bikin aku kaget!" ucap Quinley kaget sambil menoleh ke Albern.

"Hari ini aku pulang larut malam, soalnya ada rapat di luar kota lagi."

"Iya."

Albern membalikkan tubuhnya Quinley sehingga mereka saling berhadapan. Menarik tengkuk lehernya Quinley dan pinggangnya Quinley. Melumat benda kenyal Quinley. Quinley memeluk pinggangnya Albern sambil membalas lumatan Albern sehingga lumatan mereka memanas. Tangan kiri Albern menyingkap rok klop selutut yang dipakai oleh Quinley untuk mengusap pahanya Quinley dengan lembut.

"Aaahhh!!" pekik seseorang yang masuk ke dalam toilet.

Sontak Quinley dan Albern menghentikan kegiatan mereka, lalu menoleh ke sumber suara. Suara tersebut berasal dari mulutnya Rachel, bagian administrasi proyek. Setelah Rachel melihat kegiatan Albern dan Quinley, dia langsung menundukkan kepalanya. Albern menoleh ke Quinley.

"Nanti kamu pulang sama Pak Toni ya."

"Tidak usah, nanti aku bareng teman - temanku aja

"Kenapa kamu mau pulang bareng sama teman - teman kamu?"

"Sudah seminggu lebih aku nggak pulang bareng sama mereka."

"Baiklah, hati - hati ya,"

"Iya."

Lalu Albern mengecup puncak kepalanya Quinley. Mengusap lembut pipinya Quinley. Lalu melangkahkan kakinya ke pintu toilet wanita. Albern menoleh ke Rachel yang masih menundukkan kepalanya ketika berada di depan Rachel. Lalu melanjutkan langkahnya ke pintu toilet, dia menarik pintu itu hingga terbuka, lalu keluar dari toilet. Quinley melangkahkan kakinya menuju ke pintu toilet yang sudah ditutup oleh Albern.

"Dasar wanita murahan!" ucap Rachel ketus ketika Quinley berjalan di depannya.

Quinley menghentikan langkah kakinya, lalu berujar dengan galak, "Aku bukan wanita murahan!"

"Sombong banget!"

Quinley melengos pergi karena tidak ingin meladeni omongan Rachel lagi. Memegang handle pintu toilet, lalu menariknya sehingga pintu itu terbuka. Keluar dari dalam kamar mandi, lalu menutup pintu. Berjalan ke ruang kerjanya. Menghentikan langkah kakinya, lalu menggeser pintu ruang kerjanya. Masuk ke dalam ruang kerjanya, lalu menutup pintu ruang kerjanya. Berjalan menghampiri meja kerjanya.

"Tadi Tuan Albern datang ke sini mencari kamu," ujar Jimmy sambil menoleh ke Quinley yang sedang menduduki tubuhnya di kursi.

"Pantesan tadi dia datangi aku ke kamar mandi."

"Kalian habis ciuman ya," ledek Jimmy.

"Kepo," ujar Quinley dengan nada suara yang bercanda. "Oh ya Jim, nanti aku pulang bareng sama kamu ya."

"Ke apartemen kamu atau ke rumah Mommy kami?" tanya Jimmy.

"Bukan, tapi penthousenya Tuan Albern."

"Hah!? Ajib gila! Aku nggak nyangka kamu sekarang tinggal di penthousenya Tuan Albern. Udah diapain aja sama James?" ucap Ricky kaget sambil menoleh ke Quinley.

"Cuma baru ciuman doang, lagipula kamu sudah bertunangan, sebentar lagi kami akan menikah."

"Berarti gosip itu benar dong, bahwa kamu kekasihnya Tuan Albern," samber Ricky.

"Memang benar, tapi gosip tentang aku pernah bercinta dengan Tuan Albern, itu tidak benar," ucap Quinley lugas.

"Kayaknya ada yang sakit hati ini," ucap Ricky dengan nada suara yang bercanda.

"Ok, nanti kita pulang bareng," ucap Jimmy sambil menoleh ke meja kerjanya.

"Terima kasih Jimmy."

"Tumben kamu mau bareng kami lagi sejak seminggu yang lalu udah nggak bareng lagi sama kita, kenapa?" tanya Ricky.

"Iya, sejak beberapa hari kamu bertunangan, aku sudah tinggal di penthousenya Tuan Albern dan berangkat pulang kerja selalu bareng. Tapi hari ini kami pulang kerjanya tidak bareng karena dia sedang ada rapat di luar kota."

"Asyik dong bisa pulang pergi bareng," ledek Ricky. Kenapa kamu tinggal bersama Tuan Albern?"

"Karena apartemen yang aku sewa kemarin mau dijual sama pemiliknya, lalu Albern menawarkan aku untuk tinggal bersama dengannya. Lagipula sebentar lagi kami akan menikah."

"Kapan kalian menikah?"

"Dua bulan lagi."

"Yahhh ... sebentar lagi ada yang patah hati banget dan nggak ada kesempatan untuk mendapatkan hati kamu."

"Memangnya siapa yang patah hati?" tanya Quinley polos.

"Jim—."

"Ricky!!" bentak Jimmy sambil menoleh ke Ricky dengan tatapan mata yang tajam.

"Jimmy, maafkan aku," ucap Quinley dengan nada suara yang merasa bersalah.

"Kamu nggak perlu meminta maaf, Quinley," ucap Jimmy datar sambil menoleh ke Quinley.

"By the way, ke mana Bertand?"

"Lagi di pantry," jawab Ricky.

"Ada apa nanyain aku, Quinley?" tanya Bertand setelah menggeser pintu ruang kerja mereka sambil membawa tumbler.

"Nggak kenapa-kenapa."

"Quinley, kapan elu berangkat ke Edinburgh?" tanya Bertand sambil menutup pintu.

"Lusa."

"Kamu pergi sama siapa ke sananya?" tanya Bertand sambil berjalan menghampiri meja kerjanya.

"Sama calon suaminya," celetuk Ricky.

"Memangnya siapa calon suaminya kamu Quinley?" tanya Bertand sambil menduduki tubuhnya di atas kursi kerjanya.

"Tuan Albern."

"Apa!?" ucap Bertand sambil menaruh tumbler nya di atas meja kerjanya.

"Iya, itu benar."

"Berarti benar dong gosip itu."

"Benar, aku punya hubungan khusus dengan Tuan Albern. Tapi gosip tentang aku pernah bercinta dengan Tuan Albern sebelum menikah, itu tidak benar."

"Kenapa kamu mau menikah dengannya?"

"Kami dijodohkan sama keluarga kami dan kami saling mencintai."

"Jangan terlalu percaya sama omongan Tuan Albern soal perasaan hati, Quinley," ujar Bertand.

"Memangnya kenapa?"

"Setahu aku, dia itu playboy dan maniak seks."

"Selama aku menjalani hubungan spesial dengannya, kami tidak pernah berhubungan intim."

"Itu karena kamu dijodohin sama keluarganya dia, dia mana mungkin berani mengajak kamu untuk berhubungan intim," samber Ricky.

"Sudahlah, masalah ini jangan dibahas lagi. Itu sudah menjadi keputusannya Quinley. Aku berharap kamu hidup bahagia bersama Tuan Albern dan semoga pernikahan kalian langgeng," ujar Jimmy bijak.

"Amien, terima kasih Jimmy atas doanya," ucap Quinley senang.

Quinley melihat smartphone miliknya bergetar di atas meja kerjanya. Meraih gawai miliknya dengan secepat kilat. Tersenyum bahagia melihat tulisan My Love di layar smartphone miliknya. Menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.

"Hallo!" sapa Quinley lembut.

"Nanti malam kalau kamu lapar, makan aja, tidak usah nungguin aku pulang," ucap Albern lembut.

"Ok, kamu sekarang lagi di mana?"

"Di dalam mobil."

"Ya udah, hati-hati di jalan ya Sayang."

"Ok."

"Mmmuuuaaahhh."

"Mmmuuuaaahhh."

Tak lama kemudian Albern menjauhkan smartphone miliknya dari telinga kirinya. Menggeser ikon merah untuk memutuskan sambungan telepon itu. Menaruh ponsel pintar miliknya di saku jas. Albern menoleh ke Queen dengan tatapan mata yang tajam. Queen mengalihkan pandangannya ke pemandangan di luar jendela mobil ketika tatapan mata mereka saling bertemu.

"Sepertinya kamu terlalu menjiwai sandiwaramu," ujar Queen tanpa menoleh ke Albern.

"Cih, kamu memangnya tahu apa?" ucap Albern ketus sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Aku sudah tahu niat kamu untuk membalas dendam ke jalang Daddy kamu melalui Quinley," ujar Queen.

"Sudah kubilang berkali-kali, jangan ikut campur urusan pribadiku!"

"Apa kamu perlu bantuanku untuk merealisasikan rencanamu itu?" tanya Queen sambil menoleh ke Albern.

Sontak Albern menoleh ke Queen, lalu berujar, "Tidak perlu, kamu hanya diperlukan untuk menggaet para klien dan para investor. Jangan sampai kamu membicarakan tentang rencanaku yang itu ke siapapun!"

"Apakah kalian akan melakukan pernikahan sebagai alur sandiwara kamu untuk membalas dendam?"

"Iya, itu benar."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!