Sinar sang mentari dengan warnanya yang kekuningan menerangi bumi beserta isinya dengan kehangatan di pagi hari. Arakan awan putih dengan indahnya terlukis di langit biru yang cerah. Pemandangan alam pada pagi hari ini memayungi para manusia yang mulai sibuk dengan segala kegiatannya masing - masing, termasuk kegiatan Quinley dan Albern saat ini.
Mereka sedang duduk di dalam mobil mewah Albern menuju gedung milik Eternal Glory Corporation. Jalanan yang beraspal dilewati pijakan roda - roda kendaraan milik James yang berputar mengikuti arah setiran pengemudinya. Antrian kendaraan yang berada di titik lokasi ini membuat kemacetan lalu lintas.
Suara bising dari bunyi klakson motor, mobil, trek ataupun bis yang dipencet oleh para pengemudinya menggantung di udara. Para pengemudi yang tidak sabaran membunyikan klakson sehingga memacu emosi penggunaan jalan lainnya. Seperti inilah kondisi lalu lintas jalan raya yang sedang dilewati oleh mobilnya Albern pada pagi hari ini.
Setelah terjebak kemacetan dan melewati jalanan yang penuh dengan barisan kendaraan, mobil milik Albern berhenti di depan teras pintu utama lobby gedung perusahaan Glory Design And Construksi. Semua karyawan yang bekerja di Glory Design And Construksi yang berada di sekitar area lobby gedung berhenti sejenak. Seorang petugas keamanan gedung membuka pintu penumpang mobil Albern. Keluarlah sosok Albern yang disegani.
Semua karyawan yang berhenti sejenak menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Albern membalas senyuman mereka sambil berjalan tiga langkah. Lalu dia berbalik dan mengulurkan tangan kanannya. Keluarlah sosok Quinley sambil meraih uluran tangan kanannya Albern. Sontak ada desas - desus yang terlontar dari mulut sebagian karyawan yang melihat adegan itu.
Quinley turun dari mobilnya Albern dan mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Dia melihat para karyawan yang ada di sekitarnya tersenyum sinis. Dia menundukkan kepalanya karena dia merasa inscure, dia hanya karyawan biasa di sini. Albern menoleh ke Quinley, lalu dia melihat Quinley yang tidak percaya diri. Albern langsung menggenggam erat telapak tangan kanannya Quinley. Albern melihat sekelilingnya secara tiba - tiba, dia melihat ada beberapa karyawannya yang tersenyum sinis ke Quinley dan mendengar suara sumbang dari mulut sebagian karyawan yang berada di sekitar pelataran lobby gedung.
Dengan gerakan cepat, Albern menarik pinggang ramping milik Quinley, lalu berbisik, "Jangan pedulikan senyuman sinis mereka dan bisik - bisik mereka. Di dunia ini, tidak semua orang menyukai kita dan ada yang iri sama kita."
Sontak Quinley menoleh ke sumber suara yang berada di sekitar telinga kirinya. Wajah Albern berjarak dekat dengan wajahnya Quinley. Tatapan mata mereka saling mengunci hingga mereka mematung. Tiba - tiba Albern tersenyum, lalu mencium benda kenyal di wajahnya Quinley dengan lembut dan mesra. Seketika Quinley membalas ciuman itu. Albern menghentikan ciumannya, lalu menjauhkan mukanya dengan mukanya Quinley.
"Ayo kita masuk," ucap Albern dengan lembut.
Kemudian Quinley dan Albern masuk ke dalam gedung sambil genggaman tangan. Quinley mendengar suara bisik - bisik dan melihat senyuman sinis dari beberapa karyawan yang berada di pelataran lobby dan lobby. Quinley mengingat saran dari Albern sehingga dia tidak mempedulikan dua hal tersebut dan sehingga menimbulkan rasa percaya dirinya.
Albern merasakan getaran Bunyi dari smartphone miliknya. Albern merogoh saku dalam jas kerjanya. Mengambil smartphone miliknya yang masih berdering. Memicingkan matanya ketika melihat nama Maxim di layar smartphone miliknya. Menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Hallo, ada apa Dud?"
"CCTV sudah terpasang di kamar Quinley. Aku sudah tahu siapa Quinley yang sebenarnya."
"Nanti aku telpon balik, aku belum sampai di ruanganku."
Tak lama kemudian Albern menjauhkan benda persegi panjang itu dari telinga kirinya. Menyentuh ikon merah untuk memutuskan sambungan telepon itu. Menaruh smartphone itu ke tempat semula. Albern mempererat genggaman jemarinya. Berjalan menuju salah satu pintu lift. Quinley dan Albern menghentikan langkah kakinya di depan salah satu pintu lift. Albern memencet tombol panah ke atas di dinding lift.
Sedetik kemudian pintu lift itu kebuka. Albern dan Quinley masuk ke dalam lift. Tiba-tiba Queen mengikuti mereka masuk ke dalam lift. Albern memencet tombol angka lima dan angka sepuluh. Otomatis pintu lift ketutup. Queen tersenyum sensual untuk menggoda Albern sambil berjalan menghampiri Albern. Queen menghentikan langkah kakinya di hadapan Albern, lalu membuka tas selempangnya. Mengambil smartphone miliknya yang berada di dalam tasnya. Dia sengaja menjatuhkan smartphone miliknya.
Queen mejongkokkan tubuhnya, lalu mengambil smartphone miliknya. Albern menundukkan kepalanya hingga tak sengaja melihat belahan pegunungan milik Queen. Albern tersenyum smirk melihat pemandangan itu. Queen beranjak berdiri sambil sengaja menggesekkan pegunungan miliknya di alat tempur milik Albern. Quinley tidak menggubris tindakan yang telah dilakukan oleh Queen, karena dia berfikiran bahwa Queen hanya mengambil smartphonenya.
"Nanti aku ke ruanganmu," bisik Queen sensual menggoda.
"Ekhm," deheman Albern.
Queen menegakkan tubuhnya ketika tombol angka lima menyala. Albern melepaskan genggaman tangannya ketika pintu lift kebuka. Quinley menoleh ke Albern. Albern tersenyum manis, lalu mengecup keningnya Quinley. Tak lama kemudian Quinley menoleh ke depan, lalu melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift. Pintu lift ketutup secara otomatis. Secepat mungkin Queen menyambar bibir tipisnya Albern, lalu melumatnya dengan lembut dan menuntut. Albern membalas ciuman dari Queen sehingga ciuman mereka memanas. Pintu lift kebuka tanpa mereka sadari.
"Selamat pagi Tuan," sapa Noah sopan yang berada di depan pintu lift sambil memencet tombol panah ke kanan kiri.
Sontak mereka melepaskan ciuman mereka. Queen merapikan rok pendeknya yang tersingkap dan rambutnya, sedangkan Albern menutup reselting dan mengancing celana bahannya. Albern merapikan jas kerjanya ketika Queen membalikkan badannya. Albern dan Queen melenggangkan kakinya keluar dari dalam lift. Quinley menghentikan langkah kakinya ketika berada di depan pintu ruang kerjanya sehingga membuat Albern juga menghentikan langkah kakinya, lalu Queen menghadapkan tubuhnya ke Albern.
"Mau sekarang atau nanti Sayang?" tanya Queen manja sambil membelai rahang mukanya Albern.
"Nanti siang aja, nanti aku ke ruanganmu."
"Baik, aku tunggu," ucap Queen sambil menurunkan tangannya.
Tak lama kemudian Albern melanjutkan langkah kakinya menuju ke ruang kerjanya. Albern menghentikan langkah kakinya, begitu juga dengan Noah. Noah Menekan handle pintu ruang kerjanya Albern ke bawah, lalu mendorongnya sehingga pintu itu kebuka. Albern masuk ke dalam, lalu berjalan menghampiri meja kerjanya. Noah masuk ke dalam ruangan itu setelah menutup pintu.
Albern menduduki tubuhnya di atas kursi kerjanya. Noah menghentikan langkah kakinya di hadapan Albern. Albern menyandarkan punggungnya di sandaran singgah sananya. Menoleh ke sebuah folder warna merah, lalu mengambil folder itu. Memeriksa setiap huruf dan angka yang ada di dalam folder itu dengan seksama. Albern menutup folder itu.
"Hasil yang sangat memuaskan," komentar Albern sambil menaruh folder itu di atas meja.
"Apa yang akan kita berikan untuk Nona Queen, Tuan?"
"Sepasang anting berlian, tolong kamu Carikan," ucap Albern.
"Baik Tuan. Saya permisi dulu," ujar Noah.
Tak lama kemudian Noah membalikkan tubuhnya. Melangkahkan kakinya menghampiri pintu ruangan itu. Menekan handle pintu ruangan itu, lalu menariknya sehingga pintu kebuka. Noah keluar dari ruangan itu, lalu menutup pintu itu. Albern merasakan getaran dari smartphone miliknya. Dia merogoh saku dalam jasnya. Mengambil smartphone miliknya. Sekilas melihat nama Maxim di layar smartphone miliknya. Menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda persegi panjang itu ke telinga kirinya.
"Hallo Bro, ada informasi apa yang kamu dapatkan tentang Quinley?" tanya Albern to the point.
"Ternyata Paman Farnley, ayahnya Quinley merupakan salah satu putra dari seorang mantan ketua klan Black Eagle yang berpusat di New York. Kamu harus hati-hati untuk menyakiti Quinley. Kalau kamu ketahuan menyakiti Quinley, pamannya dia bisa menghancurkan kamu. Pamannya Quinley yang melanjutkan perjuangannya kakeknya untuk memimpin sebuah klan yang besar. Kamu yakin untuk tetap melakukan rencana kamu?"
"Apakah jaringannya sudah masuk ke negara ini?"
"Untuk saat ini belum, tapi di USA mereka yang paling berkuasa. Bagaimana Dud, masih berlanjut untuk melakukan rencanamu?
"Aku akan tetap melanjutkan rencanaku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments