Setelah hari itu, hari dimana kedatangan Yujin ke perusahaan dan pembicaraan yang terjadi, perilaku Seulbi terhadap Rain tidak senakal biasa. Terkesan dingin dan cuek, membatasi diri dan lebih berhati-hati untuk menghindari perdebatan yang tak penting dengan pria itu.
Dia tak meninggalkan rumah Joon, tetap diam seolah bertahan di sana untuk Rain. Itu dilakukan untuk menjaga kesan baik keluarganya, terlebih keluarga Rain yang selalu penuh tuntutan untuk hubungan pernikahan yang sebenarnya Seulbi merasa 'tak akan ada harapan.
Sampai menanjak angka satu setengah bulan usia pernikahan tersebut, tidak ada yang berubah. Tidak maju, tidak juga mundur. Baik dari dirinya maupun juga dari Rain.
Di samping Seulbi yang demikian, Rain justru merasa aneh dengan keadaan itu. Merasa hambar dan mati rasa. Dengan kebencian yang sebegitu tebal, seharusnya dia tenang, tapi yang terjadi justru dia merasa ada yang hilang.
Perlahan, hatinya mungkin terisi oleh wanita yang sangat dia benci itu. Benci yang perlahan luruh menjadi butiran-butiran rasa ingin memiliki.
____
Akhir pekan, Joon mengajak Seulbi untuk ikut menonton pertandingan basket dirinya bersama team yang juga ada Rain di dalamnya.
"Kau hanya perlu duduk manis di kursi tribune. Dukung kami dan bertepuk tangan saat kami menambah poin."
Seulbi terkekeh lucu menanggapi cara Joon memaksanya. "Karena kau memaksa, baiklah," katanya. "Kalau begitu tunggu aku bersiap sebentar."
"Oke!" Joon mengangkat jempol ke depan, girang karena berhasil membujuk Seulbi.
Setelah Seulbi berlalu, Rain muncul dengan tas berisi kelengkapan yang dibutuhkan. "Kenapa kau mengajaknya?" Ternyata sedari tadi dia mendengar percakapan Seulbi dan Seo Joon.
Joon menjawab santai, "Aku hanya takut dia kesepian di rumah saat sendiri."
Rain mendengus, "Dia akan sibuk dengan alat musik dan mikrofon di studio-mu."
Joon bangkit dari kursi besi yang diduduki untuk berdiri, dengan senyum setengah mengolok, dia menepuk pundak Rain lalu melenggang langkah menuju mobil untuk memasukkan tas olahraga-nya.
"Hobi juga bisa membuat orang pusing jika ditekuni terus-menerus. Seperti kita yang saat ini akan bermain basket setelah minggu lalu bermain futsal dan minggu lalunya memanjat tebing. Bukan begitu?"
Rain mendesah kasar menanggapinya. "Ya, ya, ya ... aku rasa aku akan terus mengalah mulai sekarang."
Lanjut terdengar kekehan Joon sebagai tanggapan.
Saat ini mereka ada di halaman depan.
Bertepatan dengan Rain akan melakukan hal yang sama dengan Joon, memasukkan tas besarnya ke dalam mobil, Seulbi muncul dengan penampilan lain.
"Kalian sudah siap?" seru tanya wanita itu seraya berjalan mendekat ke arah mobil.
Dua pria menoleh serempak lalu terkesima bersamaan.
"Seulbi," desis Joon sangat terpukau.
Seulbi mengenakan t-shirt crop berwarna putih dipadu celana jeans panjang ketat yang menonjolkan lekuk tubuh semampainya secara jelas. Rambut panjangnya digerai begitu saja, terkibar karena sapuan angin.
"Ayo!" ajak Seulbi.
Menelan ludah dulu, Joon baru menjawab, "O-oke." Asli sampai tergagap.
Sementara Rain, tidak ingin terlihat konyol karena juga sama terpukau, sesegera mungkin membanting wajah ke lain arah. Namun jantungnya terus bertalu dan lumayan sulit dikondisikan. "Ah, sial!" Beraninya hanya mengumpat di dalam hati.
"Wow, Nona Seulbi, kau nampak luar biasa hari ini!"
Sampai suara Young Dae memecah keadaan, dia baru saja datang dengan tampilan siap bermain basket.
"Ou, apa penampilanku berlebihan?" Seulbi menyapu tampilannya sendiri.
"Tidak!" Joon dan Dae serentak menyanggah.
"Tidak ada yang aneh. Kau malah sangat cantik hari ini." Komentar terus terang Joon juga disetujui asistennya yang sama konyol dan blak-blakan. "Benar, Nona. Sesekali kau memang harus menjadi lain." Mata Dae melirik Rain yang bersikap seolah cuek dan tak tertarik.
Joon langsung paham tatapan Young Dae, menyembunyikan senyum gelinya melihat kelakuan Tuan Muda Shin. "Terus saja kau berpura-pura, Rain," kata hatinya.
"Kau lama sekali! Beruntung tak kami tinggalkan." Rain berceletuk, menyemprot Young Dae untuk mengalihkan pembahasan tentang penampilan Seulbi karena merasa malas untuk terlibat, takut dirinya akan dipojokan dua setan itu.
Pintu mobil dibuka Rain lalu menyusupkan diri ke dalam, duduk dengan tenang dalam keadaan hati masih tak karu-karuan, dan semakin berdentam-dentam ketika Seulbi tiba-tiba masuk mengisi tempat kosong di sampingnya.
Lagi-lagi dia membuang wajah. Saat ini ketenangannya seolah dipermainkan.
Young Dae dan Joon saling menggedik bahu, lalu bersamaan masuk ke dalam mobil mengisi bagian depan.
Joon tak bisa egois tentang keinginannya berdekatan dengan Seulbi, karena secara garis besar wanita itu tetap istrinya Rain. Hal sekecil ini tak akan membuatnya terpengaruh untuk bersaing.
Menyentil masalah bersaing, Joon tentu tahu Rain mulai menaruh hati pada istrinya. Pertemanan yang sudah bukan seumur jagung, jelas membuatnya sangat mengenali lelaki itu.
Di perjalanan, mulut Dae tak henti berceloteh dan bercanda. Pemuda itu bahkan membuat Seulbi sampai terbahak-bahak.
"Jadi celana loreng itu akhirnya kau kenakan juga?" Seulbi bertanya di sela tawa, masuk ke dalam cerita konyol Young Dae tentang pengalaman buruknya saat di desa.
"Iya, Nona Seulbi. Aku sampai dikejar nenek-nenek itu karena mencuri celananya. Dia terus memaki dan berteriak sembari membawa parang."
"Hahaha!"
Seulbi dan Joon tak tahan untuk tergelak lebih keras, tak terkecuali Rain yang sama membuka mulut lumayan lebar hingga deretan giginya nampak semua.
"Seharusnya kau nikahi saja nenek itu, Dae," Joon menambahkan ide.
"Aku sempat berpikir seperti itu juga, Boss," Dae langsung memasang wajah serius.
"Benarkah?" Seulbi sampai memajukan tubuhnya untuk mendengar lebih jelas cerita Young Dae.
"Iya," jawab Dae. "Dari pada menimbulkan fitnah banyak orang karena celana loreng itu."
Seulbi semakin penasaran saja. "Terus?"
Sementara Rain dan Joon masih menunggu. Sepertinya kedua sahabat itu sedikit mencurigai sesuatu tentang akhir cerita yang buruk, tapi mereka diam sampai Dae selesai cerita.
Terlihat Dae masih berpikir, wajahnya kini berganti muram.
"Dae!" Seulbi menegur serius.
Sesaat Dae meraup napas, lalu .... "Aku sempat berpikir menikah saja dengan nenek itu," dia mengulang. "Tapi ...."
"Tapi?" Seulbi tak sabar.
"Tapi aku patah hati sebelum memulai."
"Karena?"
"Karena aku takut kulit peotnya terbawa ke luar oleh senjataku saat kami berhubungan badan. Atau anak-anakku nanti lahirnya cebong semua! Hahaha!"
"YOUNG DAEEEEE!"
Laju mobil itu jadi terasa lebih cepat karena dilewati dengan candaan Dae yang berhasil membuat perut mereka sakit karena banyak tertawa.
Sekitar empat puluh menit, mereka sudah sampai di tempat tujuan, lapangan basket terbuka di selatan Seoul.
Keempatnya turun bersamaan membuka pintu masing tanpa ada yang dituankan.
Keadaan sudah sangat ramai oleh pendatang, baik yang akan ikut bertanding, atau yang hanya akan menonton saja.
Seulbi berjalan berdampingan dengan Dae, sementara Joon Rain lebih dulu di depan untuk menyapa teman-temannya.
Tapi setelah itu semua perhatian langsung berpusat pada Lee Seulbi.
"Hei, Tuan-Tuan ... peri cantik itu, siapa dia?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments