"Seulbi, Sayang ... sudah kau membuat Ibu cemas karena menyusul Rain ke rumah Joon, sekarang kau datang ke sini untuk bekerja!"
Yujin mengkhawatirkan menantunya setengan mati. Dia datang tergopoh ke perusahaan setelah pagi tadi menghubungi Rain untuk menanyakan Seulbi, dan mendapat jawaban jika Seulbi datang ke perusahaan.
Nomor telepon Seulbi mendadak tidak bisa dihubungi, padahal nyatanya ponsel Seulbi kehabisan baterai, dia lupa mengisi daya.
Sekarang Yujin mengumpulkan anak dan menantunya di ruang kerja suaminya.
"Aku sudah lebih baik, Bu, sungguh." Seulbi meyakinkan. "Seminggu di rumah sakit sudah membuatku sangat bosan. Jika harus ditambah dengan berdiam diri di rumah, aku rasa aku bisa mati," jelasnya ditutup senyuman bercanda.
"Hh, kau ini bicara apa?! Kenapa membahas mati?!"
Seulbi terkekeh. "Aku sungguh sudah pulih, Bu. Luka di bahuku sudah mengering. Aku sanggup melakukan aktivitasku seperti biasa."
"Ya, termasuk itu bernyanyi sampai berjam-jam dengan Seo Joon!" Rain mengumpat dalam hati, sebal memikirkan itu.
"Tapi kata dokter kau tetap masih harus banyak istirahat." Yujin bersikukuh.
"Biarkan saja dia, Bu!" Rain menyela. "Jika sesuatu terjadi padanya, bukan salah Ibu, dia sendiri yang 'tak mau dengar."
"Jika sesuatu terjadi pada Seulbi, kau orang pertama yang Ibu salahkan, Rain!" hardik Yujin, membalikkan kata.
Rain terperanjat dari duduk santainya di atas sofa. "Kenapa aku?" tanyanya dengan wajah tak menerima.
"Iya kau!" bentak Yujin lagi. "Kau suaminya, jadi kau yang bertanggung jawab penuh atas dia." Dia meradang khas emak-emak. "Kau harus memperhatikan istrimu secara penuh mulai sekarang."
Dimarah-marahi begitu Rain merasa jadi anak kecil lagi. "Bu!" Dia akan memulai pembelaannya. Telunjuknya tegak lurus mengarah pada Seulbi yang masih diam. "Dia memutuskan apa pun adalah keinginannya sendiri, tidak ada hubungannya denganku! Jangan jadikan aku tumbal kedua kali."
Wajah Yujin memerah geram, kesal dengan kelakuan anaknya yang keras kepala.
"Seulbi menyusulmu ke tempat Joon karena dia mencemaskanmu sebagai istri! Dia tak ingin jauh darimu! Bagaimana bisa kau bilang tak ada hubungannya denganmu? Di mana perasaanmu, Rain? Seulbi bahkan rela mengobankan nyawanya untukmu! Lalu apa yang bisa kau berikan padanya? Kau bahkan tidak ada mengunjunginya di rumah sakit setelah seminggu lamanya dia dirawat. Padahal luka itu kau yang menyebabkannya!"
Rain langsung bungkam. Omelan ibunya menyentil banyak bagian dari perasaannya. Seluruh lontaran Yujin menuntun matanya menatap Seulbi. Wanita itu masih diam tanpa mengangkat wajah dari runduknya.
Ya, kali ini dia mengaku salah. Hanya berkunjung esok hari setelah kecelakaan terjadi, selebihnya menjadi Rain yang biasa, walaupun sebenarnya tidak.
Sekarang hati Rain mulai bertanya-tanya, benarkah Seulbi setulus itu berkorban untuknya? Benarkah tidak ada apa pun yang dia rencanakan? Tidakkah dia ingin balas dendam karena dulu Rain sering marah dan menolak perasaannya mentah-mentah?
"Rain ... Ibu hanya ingin kau jangan mengabaikannya," Yujin melanjutkan, tatapan matanya sedikit melembut setelah berhasil mengatur perasaan. "Berperanlah sepantasnya sebagai suami. Jangan membuatnya merasa rendah dan tak berdaya ada di tengah-tengah keluarga kita."
Kali ini Seulbi yang tercenung menatap lantai. Beberapa jenis perasaan menyeruak memenuhi rongga dadanya akibat perkataan sang ibu mertua barusan.
Sejujurnya yang dikatakan Yujin sudah sangat benar. Dia merasa kecil di lingkup keluarga Shin. Siapa dirinya sampai harus menuntut banyak. Hanya seorang Seulbi yang menikah demi sebidang rumah peninggalan ayah.
Terutama terhadap Rain sendiri, dia merasa seperti sampah. Menuntut cinta? Perhatian atau seluruh hidup pria itu?
Sekarang Seulbi sadar dia terlalu serakah, meninggikan nilainya tanpa memikirkan perasaan Rain sendiri yang sedari awal jelas-jelas sudah menolak, bahkan secara terang-terangan menyerukan kebenciannya.
Jadi ....
"Sudah, Bu. Jangan paksa Rain lagi. Aku tidak apa dan sangat baik-baik saja." Seulbi berdiri. "Aku harus bekerja lagi, aku permisi."
Yujin dan Rain sama terperangah. Ada atmosfer aneh yang tiba-tiba melingkupi Seulbi.
Jika Yujin menunjukkan secara gamblang keterkejutannya melalui ekspresi, Rain menyalurkan melalui tatapan mata.
"Seulbi!" Yujin terlambat memanggil.
Pintu sudah tertutup setelah mendorong Seulbi ke luar.
Kini ibu dan anak saling beradu pandang dalam pemikiran serupa.
"Rain, apa Ibu salah bicara?"
Segera Rain menatap ibunya. Dia sendiri 'tak tahu itu. Jika ibunya bertanya padanya, lalu dia bertanya pada siapa? Seulbi jelas bukan narasumber yang tepat untuk sekarang, walau jelas dia yang paling tepat.
Di kubikel kerjanya ....
Seulbi masih diam menatap layar komputer yang menyala. Pikirannya terus melayang-layang. Perasaan keruh terasa.
"Nona Lee Seulbi."
Pandangan Seulbi terbanting sontak ke asal suara. "Kak Won."
Pria itu datang dengan beberapa helai berkas di tangan. "Apa kau baik-baik saja?"
Seulbi lekas mengangguk dan langsung menata diri sebiasa mungkin. "Aku baik-baik saja."
Walaupun sedikit kurang meyakinkan, Won mengangguki dulu. "Ini berkas yang harus kau kerjakan. Tidak usah terburu-buru, lakukan saja semampumu." Dia paham Seulbi belum sepenuhnya pulih, wanita itu pasti memaksakan diri demi kewajiban sebagai pekerja, terlebih dia masih anak bawang di perusahaan.
"Baik, Kak." Seulbi menerima berkas itu dan membacanya. "Segera akan kukerjakan."
Won mengangguk tipis dan tersenyum. "Kalau begitu aku permisi. Jika ada apa-apa, jangan sungkan menghubungiku."
"Tentu, Kak Won. Terima kasih."
Keadaan itu tak lepas dari pantauan mata Rain yang saat ini berdiri di sebuah sisi, di luar dinding kaca ruangan itu tentu saja. Dia baru dari mengantar ibunya ke parkiran, dan langsung tertarik untuk melihat istrinya yang tadi menunjukkan sikap tidak biasa.
Tempat kerja Seulbi berada satu lantai dengan ruang CEO, kecuali ruang kerja Ketua Shin yang tadi dikunjungi Yujin, berada di tahap paling puncak gedung.
Shi Won keluar dan mendapati Rain, dia hanya merunduk hormat tanpa berkata pada atasannya, kemudian berlalu begitu saja.
Rain menatap punggung pria itu semakin jauh hingga menghilang berbelok ke ruang lain.
"Apa dia juga termasuk yang mengantre untuk Seulbi?" gumam pria itu. Tersenyum kecut lalu pergi setelah sesaat memandang Seulbi yang mulai sibuk bekerja.
Jam istirahat ....
Rain akan keluar untuk makan siang bersama seorang teman wanita yang tadi menghubungi melalui ponsel.
Janjian di sebuah resto tidak jauh dari perusahaan.
Tiba di resto, seorang wanita berpakaian kantoran minim, melambai tangan di selingkar kursi, segera Rain menghampirinya untuk bergabung. Sebut saja Sun Hee.
Sun Hee teman kuliah Rain dulu yang cintanya tidak dibalas. Tapi mereka tetap berteman baik.
Satu meter menuju sampai, langkah Rain terhenti setelah tak sengaja melihat ada dua orang yang sangat dia kenal sedang asyik makan seraya mengobrol riang, di kursi bagian pojok.
"Joon!" sebutnya setengah memekik, lalu melempar pandang ke orang yang bersamanya. "Dia!"
Siapa lagi kalau bukan Lee Seulbi.
"Mereka semakin akrab saja," dengusnya.
"Rain!"
Suara Sun Hee kemudian menyadarkannya.
"Ah, ya." Rain mendekat segera dan duduk di satu kursi berhadapan teman makannya.
"Kau lihat apa?" tanya Sun Hee ingin tahu.
"Tidak. Hanya salah mengenali orang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Be___Mei
gosong lageeee gessss 😅😅
2024-04-14
0
Be___Mei
wehhh ini mertua idaman 🤭 sangat jarang ada di dunia nyata
2024-04-14
0
Be___Mei
ada yang gosong tapi bukan jenggot
2024-04-14
0