Semakin hari rasanya semakin membuat mual. Rain banyak bersungut-sungut dan mengumpat sendiri. Seulbi seperti sindrom mematikan bagi tubuh, hati dan pikirannya.
Kedekatan wanita yang secara status adalah isteri sahnya itu semakin jauh saja dengan banyak pria di kantor. Menebarkan pesona yang sepertinya dibuat sengaja untuk membuatnya kesal.
Aslinya bukan sengaja, Seulbi memang seramah itu adanya.
Saat di rumah, terlebih di dalam kamar, wanita itu acapkali menonjolkan diri dengan dandanan malam dan aroma yang menggiurkan. Rain pria normal, digoda seperti itu lama-lama dia bisa mimisan.
Kalau yang satu itu jujur saja, Seulbi memang sengaja melakukannya demi misi penaklukan yang dia rancang.
Tapi lagi-lagi harga diri Rain terlalu tinggi untuk bisa direndahkan semudah membalik tangan. Sekuat hati menahan diri dan menghindar sebisa-bisa. Dia sudah membuat kesepakatan dengan Seulbi saat malam awal pernikahan mereka.
Bunyi kesepakatannya;
"Pernikahan di antara kita hanya status. Masing-masing tidak boleh saling mengganggu privasi, termasuk itu untuk dekat dengan siapa pun dan apa pun yang dilakukan. Meski sekamar, anggap saja kita tak saling kenal."
Akan jadi apa dirinya jika melanggar hanya karena kelakuan Seulbi yang baginya sangat menjijikkan itu.
Tapi juga tak memungkir, Rain frustrasi. Hal itu mulai mempengaruhi kesehatan jantungnya yang akhir-akhir ini sering dagdigdug.
Dia yang membuat poin kesepakatan, dia juga yang kesal sendiri. Faktanya Seulbi memang semenggoda itu.
Seperti malam ini di dalam kamar.
Seulbi tengah santai duduk berselonjor kaki dengan punggung tersandar di atas sofa. Sesekali terdengar kikikan lucu dari bibirnya saat membaca dan berbalas pesan entah dengan siapa, melalui ponsel yang dimainkan.
Sedang Rain ....
"Siapa yang membuatnya begitu bahagia?" sungutnya, tak suka. Sudah dari dua menit lalu dia keluar dari kamar mandi. Bukan beranjak ke arah ruang pakaian, malah berdiri seperti penguntit memperhatikan kelakuan wanita itu.
Sampai nada dering panggilan kemudian terdengar dan Seulbi beranjak dari tempatnya untuk mengangkat, wanita itu berjalan ke arah balkon tanpa memperhatikan keberadaan sosok yang sedari tadi ada di belakangnya.
"Hallo, Kak Won ... iya, aku sudah mematangkan berkas persentasinya ... iya ... pasti, aku akan berusaha sebaik mungkin agar tak mengecewakan team-ku," Dia berbicara panjang sambil berjalan.
Rain mendengus, "Ternyata si beku Shi Won."
Tak ada yang aneh, Seulbi membicarakan pekerjaan dengan Shi Won di line telepon. Sedang Rain sendiri baru sadar jika dirinya masih bertelanjang dada dengan handuk melilit pinggang. "Argh, sial!" rutuknya, kemudian bergegas ke ruang ganti.
Setelah rapi, lelaki itu keluar seraya mengasak rambut basah yang belum disisir.
Kemudian ....
BUG!
"Aduh!" Suara pekikan kompak terdengar.
Dia dan Seulbi baru saja bertabrakan.
Seulbi memasuki kamar dengan mata masih menatap ponsel, jadi tak menyadari kemunculan Rain dari arah berlawanan.
"Kenapa kau ceroboh sekali!" semprot Rain seraya memegangi bagian dada yang aslinya tak apa-apa.
"Kau pikir kau tidak?!" balas teriak Seulbi. Bagian pelipisnya yang dia usap, itu benar lumayan sakit, terlihat dari ringisan tipis di wajah yang tanpa make up. Dada berotot Rain memang seperti beton.
"Kenapa kau ada di sini?! Bukankah kau sedang menelepon di luar?! Kau mau mengintipku, ya?! Kau tahu, kau itu mesum sekali!" cerocos Rain dengan tuduhan tidak berdasar.
Mendorong spontan telapak tangan Seulbi untuk bergerak memukul lengan pria itu, dan lumayan keras. "Aku mau mengambil sweater-ku! Apanya yang mesum?! Lagipula mana kutahu kau ada di dalam!"
"Bohong! Jelas-jelas kau sengaja!"
"Tidak!"
Perdebatan mereka terus memanjang hingga menjalar pada ejekan-ejekan yang mulai aneh. Sampai ....
Esok hari di ruang kerjanya di dalam kantor.
Rain tak bisa mengatur fokus dan konsentrasinya pada pekerjaan. Pikirannya terus lari pada kejadian semalam, dimana ....
Saat perdebatan berlangsung semakin sengit, Seulbi tersandung kakinya sendiri saat hendak berbalik, dan secara refleks Rain menangkap tubuh itu hingga terpelanting ke belakang dan berakhir sama-sama jatuh bertumpuk, posisi Seulbi berada di atas tubuhnya.
Namun yang terpenting bukan itu.
Adalah bibir mereka yang saling beradu.
Walaupun sama-sama terkejut dan sama-sama membelalak mata, tapi tak satu pun dari keduanya melepas adegan itu. Waktu terasa tiba-tiba berhenti, keduanya disergap kebekuan, sementara hati saling berdebar.
Tanpa sadar keadaan itu membangunkan naluri lelaki dalam diri Rain. Ada yang mengeras di bawah sana.
Seketika itu juga Seulbi langsung on dan kembali ke mode eling.
"Kau mesuuuum!"
--___--
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Tak henti Rain mengutuk dirinya sendiri. Huruf dan angka-angka di layar laptop menjadi tidak berharga dalam pandangannya. Pikiranya penuh dikuasai Seulbi.
Seharian penuh sampai ke waktu pulang tepat di angka jam 17.30, tak satu pun pekerjaan terselesaikan. Rain beralasan pada sekretarisnya--Hwarang, bahwa dirinya tak enak badan dan akan segera pulang.
Melewati divisi dimana Seulbi bekerja, telah kosong, rupanya semua sudah membubarkan diri karena memang pekerjaan tidak sesibuk kemarin. Termasuk Seulbi yang mungkin telah pulang menggunakan taksi seperti biasa.
Berpisah dengan Hwarang di lobi, Rain berjalan menuju parkiran dimana mobilnya ada di sana.
Juga lumayan sepi, hanya ada beberapa mobil dari bagian pengembangan yang sedang lembur.
Tepat saat pria itu akan membuka pintu mobilnya ....
"RAIN, AWAAASSS!"
DOOORRR!!!
***
Brankar dorong melaju cepat di koridor sebuah rumah sakit, menuju ruang IGD.
Sampai di depan pintu ruangan yang dituju ....
"Maaf, silakan Anda tunggu di luar." Seorang suster menahan tubuh Rain yang hendak masuk mengikuti mereka ke dalam ruangan.
Ketakutan meliputi dirinya hingga bergetar sekujur tubuh.
"Duduklah, Rain." Won menuntunnya ke deretan kursi tunggu yang tersandar di sebelah kanan lalu mendudukkan pria itu di salah satunya.
"Tenangkan dirimu," kata Won. "Tunggulah di sini, aku akan ambilkan air untuk kau minum."
Rain tak menyahut sampai pria itu berlalu dari pandangan. Dia benar-benar terguncang kali ini. Tatapannya menusuk nyalang pada kedua tangan yang tersangga di atas paha, banyak sisa darah di sana--darah Seulbi.
Seketika dia ingat bagaimana wanita itu berhambur, menjadikan dirinya sebagai tameng. Peluru yang seharusnya menembus tubuh Rain, malah Seulbi yang menerima.
Bayangan saat wanita itu mengatupkan mata kehilangan kesadaran, menguasai mata dan pikirannnya.
"Kenapa kau lakukan itu? Kenapa mengorbankan diri untukku? Apa kau benar-benar ingin aku mengakuimu sebagai isteri?" Sebutir air mata jatuh menimpa tangan yang berdarah itu. Perasaannya saat ini benar-benar tak bisa dideskripsikan.
Di saat yang sama Joon datang tergopoh. "Rain, bagaimana Seulbi?" tanyanya, memperlihatkan kecemasan luar biasa.
Joon adalah orang pertama yang dihubungi Rain saat dalam perjalanan, sebelum kemudian orang tuanya.
"Aku tidak tahu, dia sedang ditangani dokter," jawabnya dengan suara kacau.
Joon tercenung, lalu mengangguk. Pandangannya kemudian jatuh pada tangan dan kemeja putih Rain yang penuh darah. Saat itu dia yakin bahwa kejadian ini tak sederhana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Be___Mei
nah 🤣 cembokur ente. Ngaku dah 🤭🤭🤭
2024-03-09
0
Be___Mei
jantungnya dangdutan 🤣🤣. Lanjutkan seul!! kerja bagus 👍
2024-03-09
0
Be___Mei
ah elah!! gengsi teros!! makan tu gengsi. Embat aja bang, sebelum diembat orang lain
2024-03-09
0