Episode 16

Beberapa saat sebelumnya.

Jeda sebelum kuarter final, Rain masih belum melihat Seulbi kembali. Bertanya pada Dae, dia mungkin tak punya keberanian karena pasti diolok-olok lagi oleh asisten Joon itu.

Hingga ujungnya berinisiatif. Memutuskan menyusul Seulbi ke toilet karena perasaannya tiba-tiba tak tenang. Begitu saja tanpa meminta izin Joon dan rekan satu team-nya.

Seorang teman melihat dia berlalu, tapi tidak mengatakan apa pun, karena berpikir Rain mungkin hanya 'tak tahan ingin buang air kecil.

Sampai di sana, semua pintu kubikel terbuka lebar, pertanda tak ada kehidupan kecuali tetesan air dari kran yang tak tertutup sempurna. Toilet sudah kosong.

"Kemana dia?!" Rain mengedar langkah dan pandangan ke semua arah, sampai tertuju ke koridor yang sepi itu.

Mana mungkin? Rain mengerut kening, berpikir. Untuk apa Seulbi ke sana? Apa mungkin pulang lebih dulu karena ada urusan? Tapi Joon dan Young Dae tak mengatakan apa pun soal itu dan Seulbi bukan tipe yang sembrono, kecuali pada dirinya.

Tapi matanya kembali terpanggil untuk menoleh lorong. Samar dia mendengar suara jeritan yang seolah terbawa angin.

Tanpa memikirkan apa pun, Rain berlari ke arah itu mengikuti kata hatinya.

Sampai di sana, dia terkejut bukang kepalang. Menemukan Seulbi dalam bahaya besar.

Bersama amarah meluap, gudang kecil itu menjadi saksi kebrutalannya demi menyelamatkan seorang wanita yang berada di garis antara benci dan cinta dalam hatinya---Lee Seulbi.

******

Saat ini.

Semua pandangan serentak mengarah ke satu titik. Pekik dan jerit penonton wanita menggema menantang langit. Bukan tentang pertandingan basket lagi, melainkan Rain yang terlihat berjalan cepat menuju arah parkiran dengan seorang wanita dalam pangkuan.

"Rain! ... Seulbi!" Joon terperanjat dari duduknya.

Pun dengan Young Dae. "Nona Seulbi! Bos Rain!"

Bos dan asisten itu segera melesat, menyusul Rain ke arah parkiran, yang kemudian disusul beberapa teman. Yang lain hanya menonton di tempat tanpa beranjak, namun melebar luas rasa penasaran di benak mereka.

Di parkiran, Rain menurunkan tubuh lemah Seulbi untuk berdiri namun tanpa melepas dekapan pinggangnya. Demikian hanya untuk memudahkan membuka pintu mobil.

"Masuklah," katanya, membantu Seulbi masuk ke dalam mobil dan mendudukannya.

"Rain! Ada apa dengan Seulbi?!" Joon datang langsung berseru tanya, kepalanya melongok cemas ke arah Seulbi yang nampak lemah tersandar di jok sebelah kemudi.

Rain membalik badan setelah memastikan baik posisi Seulbi. Dia lalu menatap Joon dengan serius. "Dia hampir dilecehkan dua orang bedebah."

"APA?! DI MANA?!"

"Gudang!"

Selain Joon, Dae dan lainnya sama terkejut saat mendengar jawaban itu.

Seketika itu Dae jadi menyesal karena hanya menunjukkan arah toilet pada Seulbi tanpa memaksa menemaninya.

"Trus di mana mereka?" Yang dimaksud Joon tentu para pria c4bul yang melecehkan Seulbi.

"Aku sudah menghajar mereka," ungkap Rain lagi, lalu menoleh Young Dae. "Segera hubungi polisi, mereka ada di gudang penyimpanan alat kebersihan."

"Oke!" Dae bertindak cepat untuk mengambil ponselnya yang berada di bangku istirahat, namun Rain kembali mencegah saat Dae hendak melangkah.

"Sekalian bawakan kunci mobil kemari!"

Dae mengangguk dan melanting cepat tanpa membantah.

Sepeninggal Dae, Joon bertanya, "Lalu bagaimana keadaannya?" Pandangannya mengarah pada Seulbi di dalam mobil yang pintunya belum tertutup.

Rain mengikuti arah pandang Joon. Wajah Seulbi menyamping berlawanan arah dengan mereka. "Dia menangis dan ketakutan," jawabnya. Pintu yang terbuka itu kemudian ditutupnya. Orang mulai berdatangan dan menonton.

Joon semakin cemas. Ingin sekali mendekap dan memberi tenang untuk wanita itu, tapi perannya di sini belum sedominan itu. Ada Rain yang lebih berhak.

Saat yang sama, Dae datang terengah-engah.

"Jihun dan lainnya ke gudang untuk mengamankan orang-orang bodoh itu. Aku sudah menghubungi polisi, dan ini kuncinya."

Rain menerima sigap kunci itu dalam kepalan tangan.

"Terima kasih," ucapnya, lalu beralih pada Joon yang masih cemas, dia menatap sahabatnya itu dengan sorot sedikit tak nyaman. "Aku akan membawanya pulang."

Joon memelototkan mata, tercengang sendiri. Hanya menelan ludah tanpa mengatakan apa pun.

Meski Rain paham ekspresi itu, dia tak banyak mengindahkan. Seulbi lebih membutuhkannya sekarang.

Di perjalanan, Seulbi masih diam dengan mata memerah dan pandangan kosong. Dia masih sangat terguncang dengan peristiwa yang baru saja menimpanya.

Rain menoleh dengan prihatin. Rasa bersalah menyeruak ke dalam dada. Entah rasa bersalah karena apa, dia sendiri pun tak paham itu.

Terbawa hati, satu telapak tangannya bergerak menyentuh lengan Seulbi, memberikan sedikit usapan halus.

Membuat pandangan wanita itu seketika terhentak padanya. Rain! Lalu menoleh tangan Rain yang masih menempel di kiri lengannya.

"Kau ingin kemana?"

"Maksudmu?"

"Rumah Joon, rumahku, atau ...."

Dua detik Seulbi mencerna, lalu .... "Rumah ibuku!" jawab cepatnya. "Bisa kau membawaku ke sana?"

Rain sekilas menatapnya dan tersenyum. "Tentu."

Melihat senyuman itu hati Seulbi jadi sedikit merasa hangat. "Terima kasih, Rain."

Dibalas Rain dengan anggukan.

Setelah itu selama perjalanan menuju kediaman Areum, pasangan itu larut dalam pikiran masing-masing.

Hingga tanpa terasa, jalanan yang tergerus membawa mereka sampai ke halaman rumah yang dituju.

Rain turun cepat untuk membantu Seulbi berjalan.

Ketakutan fatal membuat tubuh wanita itu menjadi lemah.

Areum tergopoh keluar karena mendengar deru mesin mobil di halaman, langsung menyongsong putri dan menantunya. "Seulbi! Rain!"

"Ibu." Suara lirih Seulbi membalas.

"Kau kenapa, Nak?" Areum bertanya demikian terhubung wajah Seulbi yang nampak pucat. "Kau sakit?!" Kecemasan menyergapnya.

Seulbi memaksakan diri memasang senyum. "Tidak, Bu. Aku baik- baik saja, hanya memang sedikit tidak enak badan. Selain itu, aku pulang karena rindu rumah dan masakan Ibu."

Rain segera paham, kebohongan Seulbi tak lain agar ibunya tak banyak cemas.

Tap Areum tidak langsung percaya. "Kau yakin begitu? Wajahmu menunjukkan sebaliknya. Apa terjadi sesuatu?" Yang membuatnya tak yakin tentu adalah Rain. Aneh melihat Seulbi pulang bersama pria itu, suami yang dia tahu tak pernah menghargai putrinya sebagai istri.

Seulbi sedikit tersentak. Seorang ibu mana bisa dengan mudah dibohongi layaknya anak kecil, dia sadar itu. Jadi harus segera memikirkan kalimat lain sebagai alasan. "Umm, tidak ada, Bu. Sungguh ...."

"Seulbi sungguh rindu rumah, Ibu!" Rain menyela, memberikan sedikit bantuan. "Dia jenuh karena pekerjaan yang tabu dan masih baru bagi dunianya. Jadi dia memintaku diantar kemari. Karena bagi Seulbi, tak ada rumah yang lebih nyaman selain rumahnya sendiri untuk melepas penat. Dan aku ... aku hanya ingin memulai menjalankan peranku sebagai suami yang mendukungnya."

Bukan hanya Areum, Seulbi pun cukup terkejut dengan kalimat akhir yang masih basah diucapkan Rain.

"Benarkah?" Areum bertanya lagi. Menatap Rain, menelisik kesungguhan di mata pria muda itu.

Seulbi pula melakukan hal yang sama.

"Aku tidak meminta Ibu ataupun Seulbi untuk percaya, tapi sungguh, aku ingin berubah."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!