"Tentang Seulbi, kau serius ingin dan akan melepaskannya?"
Pertanyaan itu sukses mengganggu aktifitas Rain yang tengah serius memandangi layar laptop yang menyala di hadapannya.
Rekaman cctv parkiran kantor saat terjadi penembakan tiba-tiba tak lagi menarik untuk ditonton, Joon mengubah tema.
Rain terpekur diam. Dari gulir matanya, menunjukkan bahwa dia sulit menemukan jawaban atas pertanyaan Joon. Atau mungkin sudah punya jawaban, tapi enggan untuk melontar.
Joon masih menunggu seraya terus mengamati. Kedua tangan bersilang di depan dada dan kaki bertumpang, sedangkan punggungnya tersandar sofa.
Berdetik waktu dihabiskan Rain untuk mengacak pikirnya, namun pada akhir ... "Kenapa kau menanyakannya?" Pandangannya tetap mengarah pada layar, tapi sama sekali tak masuk perhatian yang sepenuhnya sudah teralih.
Joon menarik sudut bibirnya. "Kau sudah tahu alasannya."
Rain menoleh dan menatapnya, tapi tak mengatakan apa pun. Kemudian kembali membuang wajah pada layar yang sudah terputar berulang kali.
"Aku menginginkan Seulbi."
Melengak, gulir mata Rain menyapu wajah Joon yang tiba-tiba sangat serius. Dia mencari kejujuran atas ucapan sahabatnya tersebut barusan itu. Hasilnya tidak ditemukannya kebohongan walau sebutir debu.
Tak sulit untuk ditebak, Joon sudah bisa membaca semua. Dia sangat mengenal Rain sebaik Rain juga mengenalnya.
"Aku hanya akan maju jika kau mundur, Rain," ujar Joon. "Tapi jika kau tetap memilih bertahan, atau perasaanmu pada Seulbi mulai berubah, aku akan tetap berdiri di tempatku tanpa mengganggu."
Sesederhana deretan kalimat yang diucapkan Joon, Rain tentu langsung mengerti. Joon tidak akan pernah menikung dengan cara kotor.
Berbicara menikung, sedari dulu tema itu tak pernah ada di antara keduanya. Baru kali ini mereka terhubung dengan satu wanita yang sama, dan itu cukup terasa aneh.
"Aku mendekatinya hanya untuk berteman dan mengenalnya lebih jauh," ungkap Joon, sorot matanya menusuk ke dalam bening mata Rain yang bergulir tak tenang ke segala arah. "Sementara ini, sebelum kau benar-benar melepaskannya."
Rain terempas lagi, menelan ludah sembari membuang wajah, dia merasakan hatinya mulai tak baik-baik saja menyikapi pembicaraan ini. Ingin berkelit banyak, tapi terlalu sulit menyembunyikan apa pun dari Joon yang teliti dalam segala hal.
"Kau tidak ingin menyampaikan apa pun padaku?" Melihat Rain tetap diam, Joon mendorong pertanyaan lagi, masih mengamati yang sebenarnya dari diri Rain tentang Seulbi yang dibungkusnya dengan senyuman tenang.
Pria itu benar. Rain merasa konyol karena tiba-tiba tenggelam dalam kebingungannya sendiri. Diam seperti seorang linglung.
Detik berikutnya dia ....
"Hahaha!"
Seketika lenyap senyum di wajah tenang Joon. "Apa yang kau tertawakan?"
Lekas Rain menetralkan wajah kembali dengan tarikan napas, lalu mulai bertutur, "Yang kau lakukan sudah benar, Joon. Kenali dia semakin jauh dan rebut hatinya segera agar perempuan itu tak terlalu sedih saat aku campakkan nanti."
Luar biasa, Joon seperti baru saja mendengar lagu lama yang muncul kembali. Posisi dirubahnya lebih menegak, melepas tautan kedua tangan yang bersilang.
Itu seharusnya adalah kabar yang menyenangkan bagi dia yang menyukai Seulbi, tapi entah otaknya malah mencerna sebaliknya. Seulbi terdengar menyedihkan berada dalam pandangan Rain yang demikian.
Kelam aura wajahnya menatap Rain seperti akan melahap pria itu hidup-hidup.
Rain tiba-tiba bingung dengan ekspresi lawan bicaranya yang berperan seperti cuaca. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya.
"Kau yakin dengan ucapanmu tadi?" Joon balik bertanya penuh selidik, tak mengindahkan apa yang tiga detik lalu ditanyakan Rain.
"Umm, tentu saja. Tentu saja aku serius." Rain sampai mengulang, sedikit merasa terintimidasi.
Tapi perasaan itu lekas terkikis karena cuaca di wajah Joon berubah lagi. Atmosfer kelam hilang dalam sekejap. Raut wajahnya tiba-tiba berganti seperti ledakan kembang api di langit luas. Senyum mengembang lebar di bibir yang merah muda.
"Kalau begitu terima kasih, Rain. Aku akan dengan senang hati melakukannya. Aku akan membuatnya merasa lebih berharga berada di sisiku."
Setengah mati Rain terkesiap, Joon baru saja menunjukkan euforia dari peluang yang dia berikan. Semudah itu. Dan ya, itulah Joon. "Uhh, i-iya. Tentu saja. Lakukan apa pun yang ingin kau lakukan!" ujarnya kemudian, sedikit terasa mengganjal sebenarnya, tapi dia tak boleh terlihat seperti pecundang di hadapan Joon.
"Janji kau tak akan mengingkari ucapanmu?" Satu pertanyaan dari mulut Joon didukung tatapan berharap.
"Ya. Kau bisa pegang kata-kataku."
"Baiklah, Rain, aku percaya padamu. Mulai sekarang, aku akan memperjuangkan bekas istrimu." Dia menyodorkan telapak tangan ke depan Rain sebagai tanda kesepakatan.
Cerna pikir Rain merasa lucu, tersentil satu kalimat Joon yang baru saja terucap, 'memperjuangkan bekas istrimu'.
Bekas hanya ada dalam status selembar kertas. Jalan dua minggu pernikahan ini, sama sekali dia dan wanita itu masih terjaga di batas masing-masing.
Rain tercenung sesaat menatap tangan Joon yang tersodor, ada perasaan ragu yang kemudian segera ditutupinya dengan senyuman, senyum yang jatuhnya tetap terlihat sumbang. Diterimanya jabat tangan itu dengan ekspresi seolah mendukung penuh. "Kau pasti akan mudah menjinakkannya."
Joon tertawa lebar. "Kau pikir dia serigala hutan?!"
"Sudah kubilang dia kodok!"
"Hahaha! Saat bersamaku nanti dia akan berubah menjadi kodok bermahkota yang paling cantik."
"Kau berlebihan!"
"Sudah, sudah! Sebaiknya kita kembali pada masalah penembak itu," ujar Joon menutup candaan mereka. "Kita harus segera menemukannya. Dia juga mengancam nyawa Seulbi-ku kemarin." Pria itu bersikap seolah Seulbi sudah sah jadi hak miliknya.
Rain tersenyum sumbang, sangat samar hingga Joon tak menyadari. Aneh juga rasanya, pikir Rain.
"Kau belum sempat bertanya 'kan kenapa Seulbi ada di sana saat kejadian?" tanya Joon sembari mengamati video di layar
"Ya," jawab singkat Rain.
Joon mengangguk-anggukan kepala, sudah menduga hal itu.
"Dia ada urusan pekerjaan dengan Shi Won, dan Won akan mengantarnya pulang. Aku banyak bertanya padanya semalam."
"Ckk!" Rain berdecak. "Akhir-akhir ini dia memang senang tebar pesona."
Joon menanggapi itu hanya dengan senyuman miring.
"Selain sinar merah laser yang Seulbi lihat mengarah pada tubuhmu, dia juga menangkap bayangan seseorang bersembunyi di mobil ini." Telunjuk Joon menunjuk layar. "Tapi sayang, cctv tak menangkap sosoknya dengan jelas. Sepertinya orang itu sudah sangat hafal setiap bagian di parkiran kantormu. Dia memilih tempat yang tak tersorot kamera tapi pas untuk membidik tubuhmu."
Rain bermain pikir mendalam. Didukung kernyitan tebal di kening, matanya memerhatikan video dengan sangat serius. "Dia sangat ingin aku mati," katanya, memiringkan kepala untuk memperkuat pemikirannya. "Mungkin semua kejadian buruk yang terjadi padaku selama ini, juga telah terencana." Wajahnya mendongak pada Joon, meminta pendapat tentang teori-nya.
Joon membalas tatap, kini keduanya saling berpandangan.
"Itu masuk akal, Rain." Joon sependapat. "Kita harus cari bukti yang banyak untuk menghubungkan semuanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Be___Mei
ajibuset ni lelaki 🤣 kutunggu masa masa menderita karena cintamu bang
2024-04-01
0
Be___Mei
hati hati dengan ucapan bang, awas nangis kejer kalo seulbi jadian ama joon 🤪
2024-04-01
0