Devon Aaron Pierre

Seorang pria menuruni tangga dengan langkah lebarnya sambil membawa selembar kertas di tangannya. Wajahnya terlihat mengeras dengan perasaan marah dan kesal.

Seketika pandangannya pun terarah pada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan modis dengan pakaian mewahnya tengah menyeruput teh kesukaannya di atas sofa bulu yang nyaman.

Devon tanpa basa-basi menghampiri wanita paruh baya itu dan melempar kertas di tangannya keatas meja. Seketika, wanita paruh baya itu mengarahkan pandangannya pada kertas yang berada di atas meja dengan tatapan santainya,

"Apa maksud dari semua ini??" tanya Devon tajam.

Rebecca melirik kertas itu dan kembali menyeruput teh nya dengan tenang. Setelah itu, ia pun menyimpan cangkirnya kembali dengan anggun di atas meja,

"Apa maksudmu?? Apa ada yang salah dengan kertas itu??" tanyanya santai.

Devon mengernyitkan keningnya melihat reaksi sang ibu dan duduk di sofa dengan perasaan jengkelnya,

"Ibu.. Aku sedang tidak bermain-main!! Apa maksud ibu membuat sayembara seperti ini?? Bukankah ini sangat memalukan??" tanyanya kesal.

Rebecca mengambil kertas itu dan membacanya dengan santai,

"Apanya yang memalukan?? Bukankah ini surat yang menarik?? Ibu membuat ini dari semalam, dan kau mengatakan ini memalukan?? Dasar tidak sopan!!" gerutunya pelan.

Devon menghela nafasnya kasar dan terlihat lelah menghadapi sikap sang ibu. Ia pun menegakkan tubuhnya dan menatap ibunya dengan serius,

"Ibu.. Aku tidak menyetujui sayembara ini! Lagipula aku belum mau menikah.. Usiaku baru 24 tahun, aku masih ingin bersenang-senang" ucap Devon.

Rebecca yang mendengar perkataan putranya itu seketika mendengus pelan,

"Bersenang-senang?? Apakah pergi setiap malam ke bar dan bermain dengan wanita-wanita tidak jelas di luar sana itu kau sebut bersenang-senang??" tanyanya tajam.

"Devon.. Kau ini sudah dewasa. Usiamu saat ini sudah sangat cukup untuk menikah. Dulu, ayahmu menikah dengan ibu saat usianya masih 19 tahun. Sebagai pewaris kerajaan bukankah reputasi mu akan hancur jika sampai orang-orang tau kebiasaan buruk mu setiap malam??" ujarnya tajam.

"Satu-satunya cara menghentikan kebiasaanmu itu adalah dengan menikah!!" lanjutnya tegas.

Devon menutup matanya frustasi dan menghela nafasnya pelan,

"Ibu.. Aku hanya bersenang-senang di bar. Aku juga hanya bermain-main dengan para wanita itu.. Aku tidak pernah melakukan hal-hal yang lebih selain mencium mereka.. Lagipula, aku tidak merugikan siapapun!" ujarnya tegas.

Rebecca kembali mendengus mendengar ucapan putranya itu,

"Hanya mencium kau bilang??? Tetap saja itu adalah perbuatan yang menjijikkan!! Dan, mencium sembarangan wanita itu juga bisa menularkan penyakit! Ibu tidak setuju dan sangat menentang kelakuanmu itu!! Sebagai pewaris kerajaan, setidaknya bersikap bijaklah dan bertanggung jawab!!" ujarnya serius.

"Kau lihat ayahmu.. Walaupun ia tampan dan banyak wanita yang tergila-gila padanya. Tetapi dia tidak pernah bersikap yang macam-macam. Bahkan, ayahmu sangat setia pada ibu dan menolak memiliki seorang selir walaupun ibu mengizinkannya" lanjutnya.

"Maka dari itu lah, reputasi ayahmu sangat baik dan tanpa celah sedikitpun di hadapan rakyatnya" ujarnya bangga.

Devon seketika terdiam dan tersenyum sinis mendengar ucapan sang ibu,

"Tanpa celah??" ucapnya meledek.

Ia pun dengan segera berdiri dari duduknya dan membalikkan tubuhnya memunggungi sang ibu,

"Ibu hanya tidak tau saja.." ucapnya pelan dan tajam yang membuat ibunya seketika mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Devon.

"Apa kau bilang??" tanya ibunya tidak mendengar.

Devon pun mengepalkan tangannya dan menarik nafasnya dengan perlahan. Ia membalikkan wajahnya dan menatap sang ibu dengan tatapan dinginnya,

"Lupakan.." ujarnya.

"Yang jelas... Aku tidak ingin ibu membuat sanyembara-sayembara seperti itu lagi! Aku belum mau menikah untuk saat ini.. Dan.. Jika aku mau pun, aku bisa mencari calon istriku sendiri!!" ucapnya dingin dan berlalu pergi meninggalkan sang ibu.

Rebecca hanya menghela nafasnya pasrah saat melihat putranya berlalu pergi..

Malam ini, Mery terlihat berada di sebuah festival di desa. Banyak pedagang dan juga orang-orang desa yang sedang menonton pertunjukkan teater yang sedang dilaksanakan. Anak-anak kecil, remaja bahkan orang dewasa pun begitu menikmati festival malam ini, kecuali Mery..

Gadis itu terlihat hanya berdiri tidak jauh dari panggung festival dengan tatapan kosongnya. Lalu, tatapan gadis itu pun mengarah pada seorang anak perempuan yang sedang merengek meminta sesuatu pada ibunya.

Sang ibu awalnya tidak menuruti keinginan anak perempuannya itu, sampai si anak itu pun menangis dan membuat orang-orang yang sedang menonton sedikit terganggu karena suara tangisan anak itu. Dan, mau tidak mau si ibu itu pun akhirnya membelikan sesuatu yang diinginkan oleh anaknya tadi.

Lalu tangisan si anak itu berubah menjadi sebuah senyuman. Ia tersenyum pada sang ibu sambil mengucapkan terimakasih. Sang ibu pun menghela nafasnya namun membalas senyuman sang anak dengan tulus sambil mengusap atas kepalanya.

Seketika air mata Mery pun mengalir di pipinya..

Adegan di depannya itu membuatnya semakin merindukan sang ibu. Dulu.. ia juga pernah melakukan hal yang sama seperti anak perempuan di depannya tadi, dan sang ibu tidak memarahinya dan memberikannya sebuah senyuman yang hangat.

Mery menghapus air matanya dan membalikkan tubuhnya agar tidak terus melihat adegan yang membuat air matanya tak berhenti mengalir karena merindukan sang ibu. Ia pun memilih pergi dan meninggalkan keramaian itu..

Setelah berjalan cukup jauh dari keramaian tadi, Mery pun kini berada di pinggiran jalan yang terlihat tidak terlalu ramai. Di jalanan ini banyak gadis-gadis remaja dan juga wanita dewasa tengah berbelanja beberapa pernak-pernik yang di jual di salah satu toko.

Mery menghampiri toko itu dan melihat beberapa aksesoris yang terlihat cantik. Tatapannya mengarah pada sebuah kalung yang memiliki liontin berwarna saphire blue berbentuk bunga tulip.

Mery menyentuh kalung itu dan mengamatinya dengan seksama,

'Sangat indah....' bisiknya dalam hati.

Penjual yang melihat kearah Mery seketika mendekati gadis itu. Wanita paruh baya itu menatap kalung yang di sentuh Mery dengan senyuman lembutnya,

"Indah bukan??" tanya penjual itu pada Mery.

Mery seketika menatap sang penjual dan mengangguk pelan,

"Sangat indah.." balas Mery.

Penjual itu mengambil kalungnya dan menatap liontinnya,

"Konon katanya, orang-orang bilang lambang tulip berwarna shapire ini adalah lambang kesucian dan ketulusan.." ucapnya.

"Pure heart.. atau ada yang bilang juga lambang ini mengartikan seorang wanita yang kuat dan memiliki hati yang tulus.. Siapa yang memakainya, pasti selalu mendapat keberuntungan dan cinta di hidupnya" lanjutnya dalam.

Mery menatap liontin kalung itu dan tersenyum pelan. Ternyata arti dari liontin di kalung itu begitu penuh makna, pikirnya.

Sang penjual menatap Mery dan menyodorkan kalung itu,

"Kurasa.. ini cocok untukmu" ucapnya.

Mery seketika menatap sang penjual dan menggeleng pelan,

"Maaf.. sayangnya, aku tidak memiliki uang untuk membeli kalung itu" ucap Mery sedikit kecewa.

Sang penjual itu pun terdiam sejenak dan kembali menarik kalungnya,

"Sayang sekali.. Padahal kalung ini adalah incaran para wanita. Tapi.. sayangnya aku belum mau menjual pada mereka karena aku merasa dari mereka semua belum ada yang cocok untuk memakainya" ucapnya.

Mery hanya terdiam dan mengangguk pelan,

"Sayang sekali... Kurasa, aku juga tidak cocok dengan kalung itu" ujarnya pelan.

Bersambung..

Halo, jangan lupa tinggalkan jejak ya dengan kasih like, komen, vote dan gift untuk cerita ini 😊

Terimakasih banyak untuk pembaca setia author yang selalu support ❤️

Bantu author di karya baru ini ya 🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!