Di tengah percakapan itu, tanpa di perintah tiba-tiba saja Nisa memijat lengan Ibunya, sambil berkata dengan suara mendayu, merayu-rayu dengan ekspresi manja sambil menggerakkan ekor dan telinganya serta membulatkan mata imutnya, "Ibu~uu ... ! Aku pindah ke Akademi yang ada di Kota Pentra bersama kakak aja ya! ... Miow, aku mau ikut kakak, nggak mau di Akademi yang ada desa ini! Miow."
Karina membalas lembut setelah menggelengkan kepalanya dengan pelan, "Tidak boleh Nisa~~aa ...! kamu itu masih kecil, kamu belum bisa mandiri, nanti kamu nangis kalau nggak ada Ibu, di sana terlalu jauh, di Desa kita aja."
"Kecil apanya bu?? Aku ini kan udah besar lo Miow, umurku kan udah 12 tahun, aku udah Kelas 7 Pentra. ... lihat ni ..! Miow, aku udah tinggi," ucap Nisa yang nampak telah berdiri, lalu menunjukkan tinggi badannya sambil memegang kepala dengan kedua tangan.
"Besar apanya? Kamu itu tubuhnya aja yang udah tumbuh, tapi dalem-nya masih anak kecil Nisaaaa~ ... padahal masih ngompol di kasur," celetuk Kenzo sambil cengengesan.
Mendengar itu membuat Nisa langsung berekspresi malu-malu dan mengeluarkan bercak kemerahan di pipinya. "iii~iih Ayah jangan malu-maluin Nisa dong, Miow, kan gak sering, lagian itu juga kan gak sengaja, yang salah itu cuacanya kenapa dingin sekali ... Miow Jadi yang salah bukan Nisa, Miow."
Setalah mengatakan itu Nisa langsung mengigit lengan Ayahnya yang sedang duduk tak jauh atau hanya bersebelahan darinya, sambil mengeluarkan suara gerangan garang seperti seekor harimau "Agrrrrrrr, Miowgrrrrr."
Sementara Ayahnya hanya berpura-pura merasakan sakit sambil tertawa, "Hhhhhhh aduh-aduh ... iya-iya-iya, Ayah minta maaf ..!!"
Setelah melepaskan gigitannya, Nisa langsung mengambil telapak tangan Ayahnya yang satunya lagi untuk mengelap air liur dari bekas gigitan yang ada di lengan Ayahnya itu sendiri, lalu setelahnya ia kembali berekspresi jutek merenggut, mendengus dan memalingkan pandangan ke samping sambil melipat kedua tangannya di dada.
Apa yang di lihat semua orang di sana membuat mereka semua menampakan beragam ekspresi tawa. Karina tertawa sambil menutup mulut, Sina, Kenzo, dan Datta tertawa terbahak-bahak, sementara Soni tidak seperti yang lainya, dia agak cuek atau hanya tersenyum sedikit dan melirik diam-diam.
Melihat semua nya tertawa membuat Nisa merasa canggung, dan pada akhirnya ia juga ikut-ikutan cengengesan pelan yang di buat-buat sambil menggaruk kepal bagian belakangnya yang tidak gatal.
Di benak Sina ia membenarkan ucapan Ayah angkatnya itu, benar Nisa itu umurnya saja yang bertambah akan tetapi dalamnya masih sangat kekanak-kanakan, seperti apa yang dilihatnya saat ini.
"Ibu~~ ...? menjadi Prajurit Pentra kan udah cita-cita Nisa dari kecil, Miow, cita-cita Nisa gak akan tercapai, kalau Akademi Pentra nya jelek dan nggak enak kayak yang di desa ini, Miow, jadi Pokoknya Nisa mau pindah titik nggak pakai koma, Miow," celetuk Nisa setelah semuanya berhenti tertawa.
"Sebenarnya sih boleh-boleh saja kalau Nisa mau ikut, lagian di sana juga ada asrama wanitanya kok," ucap Datta setelah selesai menyesap kopinya.
"Wihhh ... Bagus Paman. Walau kita baru kenal Miow, tapi Paman yang paling ngerti, Miow...." Nisa memberikan senyuman unjuk gigi ke paman Datta sambil memberikan satu jempolnya ke atas, lalu setelahnya ia kembali merayu kedua orang tua nya dengan manja dan menampakan lagi kerlingan bola matanya yang memelas selayaknya seekor kucing yang sangat imut sembari menggerakan ekor dan telinganya, "Ayolah Buu ... boleh yaa Miow ...! Ayah ...! boleh kan? ... Bolelah bole Miow ...."
Karina tidak terpengaruh dengan bujuk rayuan anak perempuan nya itu, ia justru membalas anaknya dengan sikap tegas namun tidaklah marah, "Tidak boleh ...! pokoknya tidak boleh, kalau Ibu bilang tidak boleh ya tidak boleh, jangan membantah Nisa, Sekolah di Akademi wajib Pentra yang ada di desa aja!"
Mendengar kalimat yang tidak di harapkan nya membuat Nisa terdiam, ia menundukkan kepalanya, serta menurunkan kuping dan ekor nya dengan murung lalu berdiri dan langsung berlari menuju kamarnya sambil meneteskan air mata.
Sina yang melihat kejadian itu langsung mengejar adik perempuannya itu lalu berhenti di depan pintu kamar adiknya yang telah tertutup, bahkan terdengar suara kuncian.
"Nisa ....! Buka pintunya ...!" seruan Sina sambil memegang kenop pintu kamar tersebut. "Lah kok nangis ?? kami pasti pulang kok saat libur sekolah, ayo buka pintunya Nisa!"
Nisa yang sedang berbaring tengkurap di atas kasur menutup wajahnya yang menangis di bantal guling, lalu tak lama itu ia menjawab Sina dengan kesal dan sesegukan, "Kakak jahat Miow ... Kalian berdua jahat ... nanti siapa lagi yang bantuin Nisa kalau diganggu di Akademi yang ada di sini, Miow?"
Sina membalas sambil masih memegang kenop pintu, "Nisa kan sudah kuat, sudah hebat seni bela diri Pentra ... Bahkan kamu sudah mahir menggunakan En-gib, tidak seperti kakak."
Tak lama dari ucapan Sina yang telah berhenti, Nisa pun akhirnya membukakan pintu kamarnya, ia berdiri di depan pintu kamar yang terbuka itu dengan ekspresi yang masih bersedih dan sedikit memalingkan pandangannya menyerong.
Melihat adik perempuannya masih saja cemberut, membuat Sina langsung mengelus kepala adiknya sambil mengulas senyum lembut. "Nisaa! jangan cengeng lagi ya ...! Kakak yakin mereka tidak akan mengganggu mu lagi kok, justru mereka akan melindungi mu, karena Kak Soni sudah mengancam bahkan berteman dengan mereka."
"Benarlkah? Miow," Nisa bertanya memastikan sambil melirik kakak Soni nya yang masih bersandar di dinding kamar luar itu.
Soni mengiyakan ucapan Nisa sambil menatap dinding, dan mengulas senyum sinis saat mengingat momen ia yang saat itu sedang memberi pelajaran ke anak-anak nakal yang suka menjahili Nisa, "Hmm ... tidak mungkin mereka macam-macam lagi, kakak sudah memberi mereka pelajaran yang sangat berharga hm."
"Tapi Kakak janji ya! Miow, tiap libur pulang kesini!?" Nisa bergantian menatap kedua kakaknya.
Sina membalas dengan semangat, "Tentu saja, itu pasti, kami Janji ...- Nisa! juga jadilah anak yang baik ya, jangan nakal ...! jangan bikin ayah dan ibu kesal dan marah-marah oke!"
"Oke, janji Miow," Nisa menjawab sambil mengangguk pelan dan menggerakkan kuping dan ekornya.
****
Setelah Sina dan Soni selesai menyiapkan semua keperluan barang bawaannya yang telah di masukkan di ransel, akhirnya mereka berdua pun segera pergi bersama Pamannya.
"Ayah, ibu, Nisa ...! Kami pamit pergi ...!" Sina kembali mengucapkan sapaan selamat tinggal ketika ia bersama Soni dan Paman Datta telah berjalan menjauhi rumahnya.
"Dadah ...! Kakak ...! hati-hati di jalan, jangan lupa kalau pulang bawah oleh-oleh nya ya! Miow," Sahut Nisa sambil melambaikan tangannya.
"Iya-iya kami pasti ingat kok." Sina membalas sambil melambaikan tangannya juga.
Beberapa menit kemudian atau tidak lama dari ketiga orang itu pergi, Nisa yang sedang merenung di dalam kamar kakaknya tiba-tiba menemukan sebuah foto di atas kasur tidur kakaknya itu.
Apa yang di lihatnya membuatnya syok terkejut menutup mulut, lalu langsung pergi keruangan tengah menemui Ayah dan ibunya.
"Ibu ...! kakak meninggalkan ini, Miow, apa maksudnya ini Bu - yah ...!! Kenapa di sini ada tulisan 'foto ayah dan ibunya kak Sina dan Soni sekeluarga ...' ?? Miow, Jadi bener apa kata temen-temen ku di sekolah waktu itu, kalau sebenarnya kak Sina dan Soni itu bukanlah kakak kandungku, Miow."
"Tunggu dulu Nisa ibu bisa jelaskan!" Karina membujuk Nisa.
Nisa yang tidak mendengarkan lebih jauh langsung pergi ke kamarnya sambil menangis dan kembali mengunci pintunya, "Ternyata kalian semua selama ini bohong, Miow, ternyata mereka berdua bukan kakak kandungku, Miow. ... Ibu-Ayah jahat Kenapa kalian rahasiakan ini dari Nisa, Miow?"
Karina menjawab sambil memegang pintu kamar, "Maafkan kami, Nisa! ... bukannya kami nggak mau kasih tahu kamu, kami pikir cuma belum waktunya aja nak." Lalu ia menyahuti Suaminya, "Yah ..! gimana ini?"
"Tunggu dia tenang dulu!!" Kenzo menjawab sambil memegang pundak Karina.
...****************...
...To Be Continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments