🌿🌿🌿
Yuna berjalan masuk ke perusahaan Hudda, kakinya melangkah kesal karena pagi ini Hudda pergi begitu saja dan meninggalkannya. ia menerobos masuk ke ruangan Hudda tanpa mengetuk pintu dan membuat pria yang sedang berbicara bersama Anisa itu, kaget.
"Kamu keluar dulu, nanti kita bicarakan." Hudda menyuruh Anisa keluar.
Anisa mengangguk patuh dan meninggalkan ruangan itu. Tapi, hatinya selalu kesal melihat mereka bersama karena membenci hubungan perselingkuhan.
"Kenapa kamu meninggalkanku di pesta pagi ini? Kenapa?" tanya Yuna, meminta penjelasan dengan rasa penasaran.
"Tidak ada," jawab Hudda dengan pikiran masih kacau, tapi ia tidak mau Yuna mengetahuinya.
"Malam ini ke hotelku. Kamu harus ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Siapkan kado dan kejutan yang tidak bisa ku lupakan."
Yuna berbicara genit dan duduk di pangkuan Hudda dengan kedua tangan melilit di leher pria itu. Sejenak mereka bermain bibir, bahkan Hudda juga menikmatinya. Suara ketukan pintu membuat mereka sama-sama kaget dan berhenti bermain indah di bibir mereka.
"Mas …!" panggil Malini.
Suara Malini terdengar dari luar.
Kedua bola mata Hudda dan Yuna terbelalak kaget dengan mata terarah ke pintu. Yuna bangkit dari pangkuan Hudda dan mencari tempat persembunyian, ia memutuskan sembunyi dibawah meja kerja Hudda dengan kepala mengarah ke tubuh Hudda.
Malini menerobos pintu masuk sebelum Hudda memerintahkan dirinya masuk. Hudda menghampirinya dan mereka berdiri di depan meja. Hudda memberikan pelukan dengan keringat dingin yang tampak di wajahnya, Malini memperhatikan sikap suaminya itu dan sadar kalau wanita selingkuhan suaminya ada di ruangan itu. Matanya mencari-cari wujud Yuna di ruangan itu dengan tingkah seakan-akan dirinya sedang berbicara menggoda sang suami untuk pulang lebih awal ke rumah.
"Mas … pulanglah lebih awal malam ini. Aku ada kejutan untukmu di ranjang," goda Malini sambil berjalan mendekati meja dan memegang miniatur sepeda yang terbuat dari kayu.
Sesekali mata Hudda memperhatikan Yuna yang sedikit tampak dari meja dan memperhatikan Malini yang memunggunginya. Malini melihat tangan di bawah meja dan sengaja menginjaknya dengan penekanan kuat sampai Yuna menutup mulut menahan suara teriakan karena kesakitan. Sepatu high heels yang keras itu menapak di punggung tangannya.
"Lini, aku pasti akan pulang lebih awal. Kamu bisa kembali ke rumah sekarang, persiapkan semuanya dengan matang," kata Hudda sambil menarik tubuh Malini menjauh dari meja setelah melihat istrinya itu menginjak telapak tangan selingkuhannya.
Sikap Hudda sudah terbaca oleh Malini. Pria itu bertingkah gercep untuk menghindari Yuna dari rasa sakit. Malini menganggukkan kepala dan berjalan menuju pintu ruangan dengan rasa puas bisa melampiaskan emosional tanpa berbicara.
"Kalau begitu, aku tunggu malam ini," kata Malini dan menarik pintu dan menutupnya.
Hudda bergegas menghampiri mejanya dan Yuna bergerak keluar dengan tangan merangkak, lalu lanjut berdiri dan mengeluhkan rasa sakit di tangannya dengan manja kepada Hudda. Malini menguping dengan menempelkan telinga di pintu, ia mendengar semua keluhan itu yang membuatnya semakin jengkel.
"Buk Malini!" panggil Rangga setelah melihat tingkahnya.
Malini melepaskan tangan dari daun pintu dan berjalan mendekati Rangga yang memegang beberapa tumpukan berkas.
"Bukannya kamu di pesta sepupumu?" tanya Malini dengan tersenyum.
"Aku baru masuk, kebetulan baru dari sana. Sebagai karyawan baru, tidak bagus sering libur. Ini, Pak Hudda menyuruhku datang ke ruangannya dengan semua ini. Entah untuk apa dia membawa berkas lama ini," kata Rangga, bingung.
"Tunggu. Pagi ini aku melihat ada foto kita di ponselnya, dia pasti mengira kalau kita berhubungan. Jadi, tolong berbicara dan bersikap santai saja seolah kita memang tidak memiliki hubungan. Biarkan dia pusing sendiri dengan perselingkuhannya itu. Sekarang aku sedikit senang," kata Malini sambil tersenyum puas setelah berhasil menyakiti Yuna.
Tangan Malini menepuk pundak Rangga beberapa kali dan berjalan menuju lift. Rangga tersenyum dan tidak meragukan perasaannya kalau di hatinya sudah ada wanita itu.
"Konyol. Mengapa aku malah tertarik dengannya? Sadarlah Rangga! Dia istri orang," kata Rangga, tersenyum bodoh.
Setelah keluar dari lift, Malini berpapasan dengan Anisa. Cerita Rangga teringat oleh-nya yang menyebutkan Anisa orang pertama yang curiga akan hubungan mereka di kantor. Malini mengajak Anisa berbicara di luar, mereka duduk di kafe Cong yang ada di samping perusahaan itu.
"Saya menyadari kedekatan mereka sekitar dua Minggu lalu. Maaf, saya terlambat menceritakannya," kata Anisa, merasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Saya hanya berharap kamu menyembunyikan masalah ini dari semua orang. Cukup kita saja yang tahu," pesan Malini sambil menggeser gelas minuman ke hadapan Anisa.
"Iya. Saya akan diam dan menyembunyikannya," balas Anisa dengan menganggukkan kepala sekali yang sudah bisa membuat Malini yakin padanya.
Beberapa saat mereka berbicara sampai segelas minuman habis dan hanya menyisakan sedotan saja. Mereka sama-sama keluar dari kafe dan sama-sama melepaskan kepergian dengan pamitan. Yuna memperhatikan mereka dari teras perusahaan setelah mengobati lukanya di klinik yang ada di sisi lain perusahaan. Kini tangan wanita itu sudah di perban.
"Dasar! Aku akan cari kesempatan untuk membalasmu," kata Yuna dengan raut wajah penuh dendam.
***
Istri diutamakan bukan karena prioritas, tapi untuk menyembunyikan perbuatan buruknya. Hudda pulang lebih awal sesuai janjinya kepada Malini. Selain membawa tas kerja, ia juga membawa bingkisan yang berisi makanan untuk istri dan kedua anak-anaknya.
Setelah sampai di rumah, Hudda melihat pintu rumah yang terbuka. Biasanya pintu rumah tertutup setelah magrib. Mengingat foto kebersamaan istrinya dan pria itu membuat Hudda bergegas masuk dan matanya disuguhkan dengan satu gelas kosong yang ada di atas meja ruang tamu. Hudda tersulut emosi, ia meletakkan tas kerjanya dan bingkisan makanan itu ke atas meja dan memanggil-manggil nama istrinya sambil berjalan menaiki tangga.
"Lini! Lini!" panggil Hudda dengan volume lebih keras.
"Ada apa, Mas?"
Lini berdiri di pintu kamar anak-anaknya. Hudda berjalan menuruni tangga dan mendekatinya.
"Gelas itu …." Hudda ragu untuk bertanya karena takut Malini tahu kalau ia curiga dan mengungkit skandal tentang foto tadi pagi.
"Itu. Sonia baru dari ini. Kebetulan juga dia baru pergi. Memangnya kenapa? Maaf, Mas, aku belum sempat membersihkannya," kata Malini sambil berjalan mendekati meja dan mengambil gelas kosong itu.
Hati Hudda menjadi lega setelah mendengar penjelasan sang istri yang berada jauh dari garis ekspektasi pikiran buruknya. Hudda memeluk tubuh Malini erat dari belakang saat istrinya itu hendak meninggalkan ruang tamu dan akan beralih ke dapur.
"Ada apa, Mas?"
Malini menunjukkan raut wajah bingung dengan tingkah sang suami. Tapi, sebenarnya ia tahu apa yang ada dibenak pria itu dan sudah paham dengan setiap sikap Hudda, termasuk gelagat pria itu tadi mengenai gelas kosong.
"Aku merindukan istriku. Kamu ingat, Minggu ini aku belum dapat jatah sama sekali. Ayolah …," bujuk Hudda dengan suara manja ke telinganya.
"Nanti, Mas. Sekarang mandilah!" Tangan Hudda dilepaskan dari perutnya menggunakan satu tangan dan tangan lainnya memegang gelas kosong.
Setelah itu, kakinya lanjut berjalan menuju dapur dengan raut wajah kesal mendengar permintaan Hudda yang membuatnya merasa jijik saat membayangkan suaminya itu sudah berhubungan dengan wanita lain. Sikapnya membuat Hudda semakin bingung sampai ada kecurigaan perselingkuhan itu menepi di benaknya.
Kaki Hudda berjalan menaiki tangga dengan raut wajah masih bingung dan otak berpikir keras mencari titik kebenaran dari sikap Malini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
Semangat kak... sukses sll
2023-12-09
1