Sedih Dalam Diam

🌿🌿🌿

Mobil yang dikemudikan kencang akhirnya berhenti di halaman rumah. Tangisan sudah tidak bersemi lagi, tapi ada rasa sakit yang membara kuat di hatinya. Malini keluar dari mobil, kakinya melangkah masuk ke menuju rumah. Wujud Inara, sang ibu, membuatnya sedikit kaget dan jalannya melambat sambil mengendalikan sisa emosional yang sempat mengguncang dirinya.

"Itu Mama," kata Jian, mengarahkan mata ke pintu.

Inara mengangkat pandangan dari kedua cucunya yang duduk di sampingnya. Malini tersenyum untuk menyembunyikan semua yang terjadi.

"Telepon Mama kenapa tidak di jawab? Kamu baik-baik saja, kan? Habis dari mana kamu dengan pakaian begini?" tanya Inara sambil berjalan mendekatinya.

"Kerja. Sebenarnya aku akan bekerja mulai besok. Bosan terus di rumah. Anak-anak juga sudah masuk sekolah TK." Malini menjawab pertanyaan Inara dengan enteng.

Malini melanjutkan kaki melangkah menuju tangga. Sikapnya itu membuat Inara berpikir bingung, tak biasanya ia melihat anaknya itu lesu.

"Nenek akan menginap di sini?" tanya Jenaka.

"Iya. Jauh-jauh ke sini, masa Nenek tidak menginap. Nenek akan tinggal di sini beberapa hari ini karena kakek kalian ada tugas keluar kota. Sekarang kita tidur, ayo!" ajak Inara sambil membimbing anak-anak itu ke kamar mereka.

***

Pintu kamar dibuka, mata Malini langsung tertuju pada foto pernikahan yang ada di dinding dan juga di atas meja. Air matanya kembali menetes, kakinya melangkah masuk sambil mendorong pintu, menutup. Telinganya masih mendengar dan mengingat jelas perkataan Inara, saat sang ibu menyuruhnya mewaspadai Hudda di usia pernikahan mereka yang semakin lanjut.

'Pria itu mudah tergoda, mereka ibarat anjing. Sebaik-baiknya seorang pria, jangan lupa kalau dia juga manusia. Satu lagi, tidak ada pria yang setia dengan satu wanita.'

"Mama benar. Pria itu tidak bisa dipercaya kesetiaannya. Mas Hudda sudah membuktikan kalau dia sama seperti pria yang ada di luaran sana," kata Malini dengan tangisan dan air mata yang mengalir di pipinya.

Inara membuka pintu kamar. Sejenak Malini terkejut dengan mata membesar dan tubuh kaku setelah mendengar dongkrak pintu yang di buka. Firasatnya langsung berkata orang yang membuka pintu itu adalah Inara. Secara pelan ia memutar tubuh dan melebarkan bibir untuk tersenyum dengan tangan menghapus air mata di pipinya.

"Ma ...." Malini menggantungkan perkatannya.

Wujud Hudda membuat Malini memudarkan senyuman yang niat diperlihatkan untuk menyembunyikan masalahnya. Raut wajahnya bersemu dingin dan kaki lanjut berjalan dalam diam menuju kamar yang ada di sisi kirinya.

"Lini ...!" panggil Hudda, berjalan mengikutinya dengan langkah lambat.

Malini mengabaikannya, ia menutup pintu kamar mandi dan membuka kran air. Kedua tangannya ke daratan di sisi kanan dan kiri wastafel dengan kepala menunduk dalam kesedihan. Ia menghela napas panjang untuk menenangkan perasaan agar bisa mengendalikan dirinya.

"Lini ...!" Hudda mengetuk pintu kamar mandi dengan suara lembutnya.

Shower air juga dihidupkan. Malini berjalan menuju bathtub dan merendam tubuhnya di sana dalam suhu air yang dingin. Kebiasaannya begitu, marahnya tidak mencelakai orang lain, tapi dirinya sendiri. Hudda tahu dengan sifatnya itu. Oleh sebab itu, ia mendobrak pintu. Hudda berhenti di ambang pintu, menatapnya dengan wajah cemas saat melihatnya memainkan busa di dalam bathtub yang menutupi tubuhnya.

"Maafkan. Aku mengira ka--," terpotong.

"Bunuh diri? Tidak hanya kamu satu-satunya pria di dunia ini. Nyawaku lebih berharga dari itu," timpal Malini dengan tajam dan raut wajah dingin.

"Bukan begitu. Cepatlah mandi, aku ingin berbicara masalah tadi. Aku ingin menjelaskannya," kata Hudda.

"Semuanya sudah jelas dan aku paham. Tapi, aku akan memberimu waktu untuk menjelaskannya. Keluarlah!" suruhnya.

Hudda menganggukkan kepala dan menutup pintu kamar mandi dengan hati masih gusar, takutnya Malini tidak bisa berada di pihaknya lagi.

Hampir setengah jam Hudda menunggu dalam ketidak tenangan di kamar, kakinya berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi dengan kuku ibu jari kanan yang digigit. Firasatnya mulai memburuk, sama seperti yang dirasakannya tadi. Ia meraih daun pintu untuk kembali membuka pintu kamar mandi itu. Namun, sebelum terbuka, Malini sudah menariknya dan menampakkan diri dalam balutan handuk kimono.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Hudda dengan perasaan cemas yang berkurang.

"Seperti yang kamu lihat. Sekarang keluar dari kamar, aku ingin ganti pakaian," balas Malini, dingin.

"Di sini saja. Biasanya d--," terpotong kembali.

"Ini sudah tidak seperti biasanya. Jangan tanya padaku mengapa? Kamu pasti tahu alasannya. Jangan membuat diamku murka, kamu akan tahu akibatnya, 'kan?" Malini berbicara selayaknya kepada musuh, salah satu alisnya naik dengan raut wajah dingin.

Malini berjalan melewati tubuh suaminya dan mendekati lemari, ia mengambil beberapa piyama warna hitam dan menoleh ke belakang, matanya tertuju pada Hudda dan kemudian beralih ke arah pintu, mengusir suaminya tanpa berbicara lagi. Hudda menurunkan mata setelah menatap tingkahnya dengan raut wajah merasa bersalah. Lanjut, Hudda berjalan keluar dari kamar.

Setelah Hudda pergi, Malini duduk di tepi kasur dan meneteskan air mata. Rasa sakit di hatinya memudahkan air matanya jatuh, membuatnya terlihat seperti orang paling menyedihkan di dunia ini. Dibalik kuatnya dirinya di hadapan Hudda dan yang lainnya, ada kesedihan yang ditanggung oleh dirinya sendiri. Sambil mengenakan pakaian, air matanya terus mengalir dalam tangis diamnya seperti anak kecil.

Sepuluh menit kemudian, Hudda masuk. Ia melihat Malini berbaring di kasur dengan tubuh membelakangi pintu dan mata terpejam. Hudda tahu sang istri berpura-pura tidur untuk menghindarinya.

"Aku ingin cerita masalah hubunganku dan Yuna. Dia itu istrinya Hadi, temanku yang baru meninggal saat perjalanan ke Bandung itu. Jadi menitipkan Yuna dan calon anak mereka padaku, aku merasa bersalah karena Yuna kehilangan Hadi karena aku. Yuna sempat frustasi dan mengira aku adalah Hadi sampai aku terpaksa berpura-pura menjadi suaminya beberapa hari. Awalanya aku akan berhenti setelah dia sembuh, tapi ...." Hudda menggantungkan perkataannya, merasa takut untuk menyebutkan dirinya terjatuh dalam hubungan gelap bersama Yuna.

"Berarti anak yang ada dalam kandungan Yuna bukan anaknya Mas Hudda? Tapi, tetap saja, mereka bersama di belakangku," kata Malini dalam hati.

"Beri aku kesempatan untuk memperbaikinya. Aku akan mengakhiri hubungan ku dengannya. Malini!" panggil Hudda dan duduk di tepi kasur, di mana tubuh Malini mengarah, lalu tangannya mendarat di pundak sang istri.

Malini menarik tubuhnya ke belakang tanpa membuka mata, ia mengalihkan arah tubuhnya menghadap dengan membelakangi keberadaan Hudda.

Pria itu tidak ingin diam, ia beralih menaiki kasur dan berbaring di samping Malini dan memeluk tubuh istrinya itu. Malini kembali memutar tubuh dengan membelakangi Hudda.

"Maafkan aku," ucap Hudda.

"Tidur saja! Jangan buang waktumu dengan meminta maaf. Kesalahan tidak bisa dimaafkan dnegan ucapan saja. Kalau aku mendengar suaramu lagi, aku akan keluar dari kamar," tegas Malini dengan sedikit ancaman.

Hudda tersenyum ringan. Perkataan Malini membuatnya menemukan celah kalau sang istri mau memberikan kesempatan kedua padanya. Hudda mengunci rapat bibirnya, tapi tangan masih memeluk tubuh Malini.

"Jangan sentuh aku kalau kamu tidak mau aku pergi dari kamar," tegas Malini, lagi.

Hudda menarik tangannya, tapi arah tubuhnya masih menghadap istri yang memunggunginya.

Terpopuler

Comments

Jeni Safitri

Jeni Safitri

Dasar perempuan bodoh sdh jelas suami selingkuh masih aja bertahan, cari bukti baru bergerak diam" bawa bukti kepengadilan, ngak usah ribut" nangis segala kalau ujung"nya masih mau bertahan

2024-08-18

0

kuswati kuswati

kuswati kuswati

juga mau disentuh melani

2024-01-16

1

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

jgn mau memaafkan Malini... semua wanita tdk ada yg mau di seling kuhi apapun alasan nya.. .

2023-12-09

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Sembunyikan Perasaan
3 Nasib Yang Sama
4 Bertemu Wanita Itu
5 Mencurigai Mereka
6 Apartemen Berantakan
7 Mengingat Dalam Kesedihan
8 Kedatangan Sahabat
9 Kebohongan Kerja Luar Kota
10 Membohongi Hudda
11 Membuatnya Curiga
12 Ke Hotel Victoria
13 Membuat Mereka Bingung
14 Sedih Dalam Diam
15 Sengaja Mengabaikannya
16 Lawan Berbisnis
17 Pulang Kerja
18 Dalam Keadaan Mabuk
19 Identitas Tanum
20 Menjemput Malini
21 Menahan Emosi dan Marah
22 Mengetahui Kesalahpahaman
23 Kepergian Sang Ibu
24 Mendengar Kebenaran
25 Pesta Bisnis
26 Obat Gairah
27 Mendominasi Istri
28 Penampilan Tidak Sesuai
29 Diam Memberi
30 Pembicaraan Di Toilet
31 Kebingungan Semua Orang
32 Pesan Masuk
33 Berdebat Di Mobil
34 Diundang Ke Rumah
35 Tiba-Tiba Datang
36 Bersikap Lebih Tenang
37 Wanita Yang Dimaksud
38 Demi Kebersamaan
39 Membantu Menyembunyikan
40 Masih Peduli
41 Datang
42 Tamparan
43 Dipecat
44 Membalas Pesan
45 Di Bius
46 Dibalik Selimut
47 Tetap Santai
48 Kembali Ke Kantor
49 Dalam Tidur Singkat
50 Tanyakan Pada Dirimu
51 Ancaman Suami
52 Terusik Oleh Perkataan
53 Menepikan Prinsip
54 Pewarna Bukan Darah
55 Pria Paruh Baya Di Rumah Sakit
56 Untuk Memata-matai
57 Pemilik Benih Diperut Yuna
58 Tuhan Menakdirkan
59 Kejutan Besar
60 Secara Kebetulan
61 Hadiah Suami
62 Tidak Ada Salah Paham
63 Kamu?
64 Siapa Yang Memberitahunya?
65 Senjata Makan Tuan
66 Siapa?
67 Mengakuinya
68 Terkuak Di Kantor Polisi
69 Berdebat Di Hadapan Keluarga
70 Meninggalkan Rumah
71 Menempatkan Diri Dalam Sedihnya
72 Jalang Terlatih
73 Gengsi
74 Ternyata Saudari Tiri
75 Suami Yang Sama
76 Kamu Siapa?
77 Bukan Cinta, Tapi Obsesi
78 Menghindari Keluarga Mertua
79 Melarikan Diri
80 Menandatangani Surat Cerai
81 Mengetahui Perpisahan Mereka
82 Menyalahkan
83 Jangan Bahas Itu Lagi
84 Marah Setelah Diam
85 Mereka Pergi
86 Juga Korbannya
87 Turun!
88 Kamu Menyetujuinya?
89 Menunggu Untuk Bertemu
90 LEPAS LANDAS
91 Tiga Tahun Kemudian
92 Rencana Para Kurcaci
93 Kembali Dalam Kegelisahan
94 Diketahui Malini
95 Masih Mencintainya
96 Bertemu Mereka
97 Bisa Berubah
98 Menutupi Rasa Bahagia
99 Sedikit Menggoda
100 Kita Main Lagi?
101 Kompensasinya, Apa?
102 Jangan Menikahinya
103 Keluar Masuk Apartemen
104 Masih Ada Yang Harus Diluruskan Lagi?
105 Dain Anak Kita
106 Beri Kesempatan
107 Kembali Ke Rumah Lama
108 Sadar, Mas!
109 Sekarang Tentukan Pilihan
110 Mengajak Mereka
111 Pernyataan Hudda Di Hadapan Semua Orang
112 Semoga Semua Orang Baik-Baik Saja
113 Berkorban Demi Dirimu
114 Dalang Masalah Selama Ini
115 Pengorbanan Selama Ini
116 Pantas Saja Dia Mencari Kasih Sayang Pria Lain
117 Rencana B (Pernikahan)
118 Padahal, Kami Sering Melakukannya
119 Your Husband (ENDING)
120 BONUS CERITA D3
121 Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!
Episodes

Updated 121 Episodes

1
Prolog
2
Sembunyikan Perasaan
3
Nasib Yang Sama
4
Bertemu Wanita Itu
5
Mencurigai Mereka
6
Apartemen Berantakan
7
Mengingat Dalam Kesedihan
8
Kedatangan Sahabat
9
Kebohongan Kerja Luar Kota
10
Membohongi Hudda
11
Membuatnya Curiga
12
Ke Hotel Victoria
13
Membuat Mereka Bingung
14
Sedih Dalam Diam
15
Sengaja Mengabaikannya
16
Lawan Berbisnis
17
Pulang Kerja
18
Dalam Keadaan Mabuk
19
Identitas Tanum
20
Menjemput Malini
21
Menahan Emosi dan Marah
22
Mengetahui Kesalahpahaman
23
Kepergian Sang Ibu
24
Mendengar Kebenaran
25
Pesta Bisnis
26
Obat Gairah
27
Mendominasi Istri
28
Penampilan Tidak Sesuai
29
Diam Memberi
30
Pembicaraan Di Toilet
31
Kebingungan Semua Orang
32
Pesan Masuk
33
Berdebat Di Mobil
34
Diundang Ke Rumah
35
Tiba-Tiba Datang
36
Bersikap Lebih Tenang
37
Wanita Yang Dimaksud
38
Demi Kebersamaan
39
Membantu Menyembunyikan
40
Masih Peduli
41
Datang
42
Tamparan
43
Dipecat
44
Membalas Pesan
45
Di Bius
46
Dibalik Selimut
47
Tetap Santai
48
Kembali Ke Kantor
49
Dalam Tidur Singkat
50
Tanyakan Pada Dirimu
51
Ancaman Suami
52
Terusik Oleh Perkataan
53
Menepikan Prinsip
54
Pewarna Bukan Darah
55
Pria Paruh Baya Di Rumah Sakit
56
Untuk Memata-matai
57
Pemilik Benih Diperut Yuna
58
Tuhan Menakdirkan
59
Kejutan Besar
60
Secara Kebetulan
61
Hadiah Suami
62
Tidak Ada Salah Paham
63
Kamu?
64
Siapa Yang Memberitahunya?
65
Senjata Makan Tuan
66
Siapa?
67
Mengakuinya
68
Terkuak Di Kantor Polisi
69
Berdebat Di Hadapan Keluarga
70
Meninggalkan Rumah
71
Menempatkan Diri Dalam Sedihnya
72
Jalang Terlatih
73
Gengsi
74
Ternyata Saudari Tiri
75
Suami Yang Sama
76
Kamu Siapa?
77
Bukan Cinta, Tapi Obsesi
78
Menghindari Keluarga Mertua
79
Melarikan Diri
80
Menandatangani Surat Cerai
81
Mengetahui Perpisahan Mereka
82
Menyalahkan
83
Jangan Bahas Itu Lagi
84
Marah Setelah Diam
85
Mereka Pergi
86
Juga Korbannya
87
Turun!
88
Kamu Menyetujuinya?
89
Menunggu Untuk Bertemu
90
LEPAS LANDAS
91
Tiga Tahun Kemudian
92
Rencana Para Kurcaci
93
Kembali Dalam Kegelisahan
94
Diketahui Malini
95
Masih Mencintainya
96
Bertemu Mereka
97
Bisa Berubah
98
Menutupi Rasa Bahagia
99
Sedikit Menggoda
100
Kita Main Lagi?
101
Kompensasinya, Apa?
102
Jangan Menikahinya
103
Keluar Masuk Apartemen
104
Masih Ada Yang Harus Diluruskan Lagi?
105
Dain Anak Kita
106
Beri Kesempatan
107
Kembali Ke Rumah Lama
108
Sadar, Mas!
109
Sekarang Tentukan Pilihan
110
Mengajak Mereka
111
Pernyataan Hudda Di Hadapan Semua Orang
112
Semoga Semua Orang Baik-Baik Saja
113
Berkorban Demi Dirimu
114
Dalang Masalah Selama Ini
115
Pengorbanan Selama Ini
116
Pantas Saja Dia Mencari Kasih Sayang Pria Lain
117
Rencana B (Pernikahan)
118
Padahal, Kami Sering Melakukannya
119
Your Husband (ENDING)
120
BONUS CERITA D3
121
Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!