Kaivan Bawana

Kaivan menghentikan motornya ketika melihat mobil sang Ayah terparkir didepan gerbang rumah, pria itu segera turun dan dihampiri oleh dua orang satpam.

“Tuan mending jangan pulang dulu, bos besar lagi mabuk.”

Perkataan dari satpam rumahnya tidak ia dengar. Kaivan segera masuk kedalam rumah dan mencari sang Ayah. Benar saja, keadaan rumah sudah berantakan. Vas bunga yang biasanya tersusun rapih diatas meja kini sudah pecah semua karena ulah Ayahnya.

“Pah..” Panggil Kaivan pelan sembari mendekati sang Ayah.

Pria dewasa yang dipanggil oleh Kaivan segera menoleh dan mendekati Kaivan. Satu tamparan keras diterima oleh Kaivan dipipi kanannya dari sang Ayah. Kaivan menatap mata pria itu dan benar, jika Ayahnya sudah mabuk berat. Wajah dan matanya sudah sangat merah. Tatapan hangat dan ramah yang biasanya Kaivan terima kini berubah menjadi tatapan sinis dan penuh emosi karena mabuk.

“Kenapa kamu masih dirumah ini, hah!? Anak gatau diuntung!”

Sang Ayah melemparkan satu vas bunga pada kepala Kaivan. Alhasil vas bunga tersebut pecah dan darah segar bercucuran dari kepala Kaivan. Pria itu tidak melawan, ia hanya diam sembari menunduk, membiarkan sang Ayah melampiaskan amarahnya padanya.

“Kamu tuh penyebab istri saya meninggal, Kaivan! Kamu sudah saya usir berkali-kali, tapi kamu malah tetep diem dirumah saya! Harta saya udah saya kasih buat kamu 50% dan bahkan saya udah kasih kamu dua perusahaan milik saya, kenapa kamu ga hidup sendiri dan malah nempel terus sama saya?”

“Hati saya sakit Kaivan, wajah kamu terlalu mirip sama istri saya. Saya gak ikhlas istri saya meninggal gara-gara kamu!”

Hati Kaivan teriris mendengar hal tersebut. Ia meremas tangannya dengan kuat ketika melihat sang Ayah terduduk dilantai sembari menangis. Kaivan menelan ludah dan menghapus airmatanya dengan punggung tangannya. Ia mendekati sang Ayah dan membantunya berjalan untuk masuk kedalam kamar. Setelah sang Ayah tertidur, Kaivan menutupi tubuh Ayahnya dengan selimut.

Kaivan menuruni anak tangga dan segera mengambil sapu untuk membereskan kekacauan yang Ayahnya lakukan. Ia menyapu pecahan kaca sembari menahan isakannya.

“Mas Kaivan, bibi aja yang beresin ini ya. Mas Kaivan mending kerumah sakit, itu kepalanya berdarah Mas.” Seorang paruhbaya segera mengambil sapu yang ada ditangan Kaivan, ia adalah asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah dan memasak dirumah Kaivan selama bertahun-tahun.

Tatapan Kaivan kosong. Pria itu segera masuk kedalam kamarnya dan menangis. Dadanya benar-benar merasakan sesak. Sosok sang Ayah yang sangat baik padanya dalam keadaan sadar berbeda sekali dengan sosok sang Ayah yang sedang dalam keadaan mabuk.

Kaivan sudah tau jika Ayahnya tidak pernah ikhlas dengan kematian Ibunya. Ibu Kaivan meninggal ketika melahirkan Kaivan, Ibunya terlalu lemah sehingga beliau meninggal.

Apa yang dikatakan Ayahnya benar. Sang Ayah sudah memberikan harta warisan padanya sebanyak 50% dan dua buah perusahaan milik Ayahnya sekarang sudah menjadi milik Kaivan. Kaivan juga sudah berusaha untuk mengelola kedua perusahaan tersebut. Namun, Kaivan tidak pernah mau meninggalkan sang Ayah sendirian. Ia rela dipukuli seperti ini asalkan ia bisa terus bersama Ayahnya. Ia akan menghapus seluruh rekaman cctv rumahnya, agar Ayahnya tidak merasa bersalah karena sudah menyakitinya.

Ayah Kaivan tidak akan pernah ingat dengan hal-hal yang ia lakukan ketika ia sudah mabuk. Hal ini sudah terjadi ketika Kaivan masih kecil. Kaivan menjadi sasaran empuk ketika Ayahnya sudah mabuk. Kaivan tau, Ayahnya seperti itu karena ia merindukan sosok istrinya. Ayah Kaivan tidak pernah menikah lagi karena ia sangat mencintai Ibu Kaivan. Karena hal inilah, Kaivan tidak mau pergi dari rumah Ayahnya.

Jika Ayahnya merindukan sosok istrinya, ia bisa melihat Kaivan. Meskipun sakit, setidaknya Kaivan bisa mengobati rasa rindu sang Ayah pada istrinya, walaupun hanya sedikit. Karena wajah Kaivan benar-benar mirip dengan wajah Ibunya yang sudah meninggal.

Ibu Kaivan adalah orang Jawa asli. Hal ini yang membuat Kaivan memiliki wajah yang sedikit berbeda dengan teman-temannya yang asli orang sunda.

Kaivan menyeka air matanya, ia melihat ponselnya dan segera mengangkat telpon dari Rafa.

“Ka Jalan Jenderal ayeuna Mas, aya nu ngusik arurang!”

Tanpa pikir panjang, Kaivan segera

mengambil jaketnya dan menuruni anak tangga. Ia berlari keluar rumah dan menaiki motornya. Ia tidak memperdulikan bibi dan pak satpam yang memanggilnya untuk mengobati luka di kepalanya. Yang ada dalam pikiran Kaivan sekarang adalah membantu teman-temannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!