Baru saja dua minggu Sagara berkuliah, pihak kampus sudah meminta ia untuk mengikuti salah satu olimpiade matematika bisnis. Bukan hanya Sagara, namun keenam mahasiswa yang mendapatkan beasiswa di kampus tersebut. Pihak kampus meminta mereka untuk berkumpul disalah satu ruangan pada saat jam makan siang.
Setelah membaca informasi tersebut dalam grup chat, Sagara segera berdiri dan berniat untuk pergi meninggalkan teman-temannya yang masih menikmati makanan mereka di meja kantin. Hari ini mereka hanya ada kelas sore, namun mereka dengan sengaja datang dipagi hari hanya untuk nongkrong dan sekedar mengobrol.
“Minimal kalo sia pergi bilang dulu lah mau kemana!” Suara bentakan dari Rafa membuat Sagara menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya untuk menatap teman-temannya.
“Mau kemana kamu, Gar?” Kaivan ikut bersuara.
Sagara kembali mendekati teman-temannya. “Di panggil dosen. Aing disuruh ikutan lomba.” Jawabnya singkat.
“Good pisan emang!” Janu mengacungkan kedua jempolnya kepada Sagara dengan mulutnya yang penuh dengan roti. “Babaturan urang emang keren!”
Translate: Good banget emang! Temen gue emang keren!
Rafa menghembuskan nafasnya pelan, “Kalo maneh sibuk sama lomba, terus arurang ini gimana Gar?”
Translate: Kalo lo sibuk sama lomba, terus kita ini gimana Gar?
Tidak mengerti dengan arah pembicaraan Rafa, Sagara menaikkan salah satu alisnya.
“Alay banget sia nyet! Tah dahar roti!” Dengan satu kali gerakan, Janu segera memasukkan satu potong roti ukuran besar kedalam mulut Rafa dan membuat pria kecil itu tidak bisa mengeluarkan suara.
Translate: Alay banget lo nyet Nih makan roti!
“Biarin aja Sagara mau ngelakuin apapun, itukan hak nya dia.” Ucap Kaivan sembari memasukkan satu potong roti kedalam mulutnya.
“Emang sia bocil alay, posesif banget sama si Gara.” Kesal Janu pada Rafa. “Udah sana Gar, nanti maneh telat.”
Translate: Emang lo bocil alay, posesif banget sama Gara. Udah sana Gar, nanti lo telat.
“Maksud aing—” Kalimat Rafa terpotong karena ia masih berusaha untuk menelan roti yang dipaksa masuk kedalam mulutnya oleh Janu. “Maksud aing, si Sagara jadi sibuk, terus engke lamun si Sagara indit lomba pas arurang keur nyerang, kumaha? Kan ribet.”
Translate: Maksud gua— Maksud gua, si Sagara jadi sibuk, terus kalo nanti si Sagara pergi lomba pas kita lagi nyerang gimana? Kan ribet.
“Mikirna kadinya, tolol!” Lanjut Rafa sembari menunjuk dahinya sendiri dan meledek Janu.
Translate: Mikirnya kesitu, tolol!
Melihat pertengkaran yang lagi-lagi terjadi diantara Janu dan Rafa, Sagara menghembuskan nafasnya pelan. Ia ingin menenangkan mereka namun suara jutek dan dingin dari seorang perempuan membuat ia menoleh.
“Lo udah ditungguin dari tadi.”
Wanita yang pernah Sagara ambil tempat pensilnya dan bertanya kepada Janu mengenai kelemahan dari Sagara, muncul dihadapan Geng Aodra. Sagara menatap wanita itu, ia belum mengenal siapa nama wanita ini.
“Dosen nyuruh gue buat nyari lo, ternyata lo malah enak-enakan disini makan sama temen-temen lo.”
Suara dingin dari Danica membuat membuat ketiga teman Sagara menatapnya.
“Sabar atuh geulis, kan aa Sagaranya lagi makan dulu.” Ucap Janu dengan tatapan menggoda dan mengedipkan matanya kepada Danica. Jujur hal ini membuat Danica merinding.
Translate: Sabar dulu cantik, kan abang Sagaranya makan dulu.
Berbeda dengan Kaivan, pria itu segera berdiri dan menatap wanita yang lebih pendek darinya. “Kalo gamau nunggu, yaudah gak usah.” Ucapnya dengan tegas.
Lagi-lagi Sagara menghembuskan nafasnya, tidak ingin membuat hal ini menjadi perdebatan yang panjang, Sagara segera meninggalkan kantin tanpa kata. Ketiga temannya dan Danica hanya menatap punggung pria itu yang semakin menjauh.
Melihat Sagara yang sudah pergi, Danica berdecak pelan. Ia ingin menyusul Sagara namun tangannya segera dicengkram oleh Kaivan. Danica menatap pria tinggi yang ada dihadapannya dan memberontak agar pria itu melepaskan tangannya. Bukannya terlepas, Kaivan malah semakin mencengkram lengan Danica dengan kuat.
Tatapan mata Kaivan sangat tajam dan dingin pada Danica, postur tubuh dan kekuatan pria itu juga mempengaruhi sehingga Danica kewalahan dan tidak bisa bisa melawan Kaivan.
“Saya tau kamu bakal sering ketemu sama Sagara. Tapi kamu jangan pernah mimpi buat ngalahin dia, dan jangan macem-macem. Meskipun kamu cewe, saya gak peduli. Dengerin apa yang saya omongin selama saya masih ngomong baik-baik sama kamu.”
Danica menggertakkan giginya, suara pria yang mencengkram tangannya sangat rendah dan dingin. Semakin pria itu berbicara, semakin kuat cengkraman yang ia berikan pada Danica. Hal ini membuat Danica mengingatkan pada pria yang selalu melakukan hal ini padanya. Tubuh Danica bergetar dan wajahnya perlahan menjadi pucat.
“Mas, lepas!”
Dengan satu kali gerakan, Janu segera menghempaskan lengan Kaivan yang mencengkram lengan Danica. Pria itu segera memisahkan Danica dengan Kaivan. Tangan Janu segera menggenggam tangan Danica dan membawa Danica menjauh dari kantin. Mata Kaivan menatap tajam pada Janu yang membawa Danica pergi.
Setelah merasa aman dan jauh dari kantin, Janu melepaskan genggamannya dan menatap Danica yang hanya diam dengan wajahnya yang sudah pucat. “Kamu gapapa?” Pria itu memegang kedua bahu Danica.
Butuh waktu beberapa menit agar Danica bisa bernafas dengan baik dan menatap mata pria yang ada dihadapannya. Setelah seutuhnya sadar, ia segera mendorong Janu agar menjauh darinya.
“Wajah kamu pucet—”
“Gak usah sok perhatian sama gue!”
Bentakan keras dari Danica membuat Janu menatap mata wanita itu dengan bingung.
“Berhenti deketin gue, gue gak suka sama lo!”
...****************...
Keringat dingin memenuhi dahi Danica. Hal ini bukan karena Kaivan yang mengancamnya tadi. Sudah lebih dari 30 menit mereka membahas beberapa soal olimpiade matematika bisnis tahun kemarin, sialnya ia kalah telak dari Sagara. Dosen baru saja menampilkan soal di layar proyektor dan Sagara bisa menjawab soal tersebut hanya dalam waktu 10 detik. Bukan hanya Danica yang kaget mengenai hal tersebut, namun semua mahasiswa dan dosen yang ada didalam ruangan itu ikut terkejut dengan kepintaran Sagara.
Ini sudah soal yang ke 40. Jika Sagara bisa mengerjakan soal dalam 10 – 15 detik, berbeda dengan ia dan rekannya yang lain, mereka bisa mengerjakan soal itu dalam waktu 30 detik dan bahkan satu menit lebih. Jantung Danica berdegub kencang ketika Sagara dengan cepat mengangkat tangannya dan memberikan lembar jawabannya pada dosen.
Berkali-kali Danica menelan ludahnya, menenangkan pikirannya dan menggenggam pensil dengan erat agar getaran ditangannya segera berhenti. Namun sialnya tidak, fokusnya bukan pada soal olimpiade lagi, namun pada Sagara. Bibirnya bergetar dan wajahnya menjadi pucat lagi. Ia belum pernah menemukan sosok manusia segenius Sagara.
Dengan sekuat tenaga Danica menggenggam pensil dan menahan tangannya yang bergetar dan berkeringat. Ia berusaha untuk mengerjakan soal terakhir, meskipun ia tau Sagara sudah menyelesaikan soal tersebut 25 detik yang lalu, ia berusaha fokus untuk menjadi orang kedua yang menyelesaikan soal tersebut. Namun keberuntungan tidak ada padanya, alhasil ia menjadi orang ketiga yang menyelesaikan soal terakhir tersebut.
Ketika sudah selesai mengerjakan soal, Sagara mendapatkan poin yang paling banyak. Bukan hanya jawabannya yang benar, ia juga dapat mengerjakan soal tersebut dengan waktu yang tidak masuk akal bagi Danica.
“Oke, kalian semuanya pasti udah tau siapa yang bakal jadi perwakilan untuk lomba kali ini.” Setelah selesai melaksanakan tes, dosen segera berdiri didepan ruangan dan memperhatikan semua mahasiswa yang sudah melaksanakan tes.
“Sagara Syams, satu bulan kedepan kamu harus belajar sepulang kuliah diruangan saya. Dan kalian yang gak ikut lomba, gak usah berkecil hati. Kalian bisa ikut lomba selanjutnya.”
Danica mengepalkan tangannya dengan kuat ketika dosen mengumumkan jika Sagara yang akan menjadi perwakilan kampus. Dada wanita itu terasa sangat sesak. Matanya menatap tajam pada Sagara. Ia teringat dengan perkataan pria yang mengancamnya tadi, ia sempat meremehkannya karena ia yakin akan mengalahkan Sagara. Namun sekarang, ia benar-benar kehilangan akal.
...****************...
“Mas, aing gak pacaran sama Danica!” Langkah Janu sedikit terburu-buru karena ia harus mengejar Kaivan yang meninggalkannya. Kini mereka sedang menuju tempat persembunyian mereka yang berhasil mereka rebut dua minggu yang lalu.
“Oh, jadi namanya Danica?” Senyuman simpul ia berikan pada Janu dan segera duduk diatas meja yang sudah usang. “Saya boleh main-main gak sama dia?”
“Mas, dia tuh perempuan lho Mas.”
“Ya terus kalo perempuan kenapa? Katanya gak pacaran tapi kamu kok khawatir banget saya apa-apain dia.”
Janu menggaruk kepalanya asal dan berdecak pelan. Sudah berkali-kali ia menjelaskan kepada Kaivan jika ia tidak memiliki hubungan apapun dengan Danica, ia hanya mendekati wanita tersebut dan ternyata ia malah ditolak secara mentah. Wanita itu tidak bisa Janu dapatkan.
Bukan apa-apa, setelah kejadian tadi, Kaivan dan Rafa menatapnya dengan sinis terutama Kaivan. Entah apa yang Kaivan miliki, namun ia bisa saja melacak dan mencari informasi Danica dengan lengkap jika ia mau. Janu khawatir jika Kaivan akan melakukan suatu hal yang aneh kepada Danica dan memberatkan wanita tersebut. Ia tidak ingin melihat Danica menjadi lebih kesal kepadanya.
“Danica Amberley, ya?”
Janu segera membalikkan tubuhnya dengan cepat dan melihat Kaivan yang tersenyum sinis padanya sembari memegang ponsel ditangan kanannya, pria itu berhasil menemukan informasi mengenai Danica.
“Mas, jangan berlebihan. Sagara bisa marah kalo dia tau.” Janu memperingatkan Kaivan.
“Soal apa?”
Kaivan tertawa meledek Janu ketika Sagara tiba-tiba menghampiri mereka, “Aing marah soal apa?”
Translate: Gua marah soal apa?
“Nih si Janu belegug, masa dia ngebela si Danica Danica itu dari tadi.” Rafa menjawab pertanyaan Sagara dan melipat kedua tangannya didepan dada sembari menatap sinis pada Janu.
Translate: Tolol emang si Janu, masa dia ngebela si Danica Danica itu dari tadi.
“Ngebela gimana?” Langkah Sagara semakin dekat dengan Kaivan, ia menerima ponsel Kaivan yang sudah menunjukkan informasi mengenai Danica Amberley.
“Bukan gitu maksud aing, Gar…” Janu segera mendekati Sagara dan ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Budak beunghar nya?” Gumam Sagara.
Translate: Anak orang kaya ya?
“Pindah dari Jakarta karena mereka buka cabang perusahaan baru di Bandung.” Jelas Kaivan akhirnya.
Hal itu menarik perhatian Janu dan Rafa, mereka menatap ponsel Kaivan dengan seksama. Bukan hanya satu dua perusahaan, namun orangtua Danica memiliki banyak perusahaan di Jakarta dan mereka memperluasnya di Bandung. Keluarga Danica juga memiliki kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar yang ada di luar negeri.
Senyuman simpul terukir di wajah Sagara ketika mengetahui informasi mengenai Danica. Satu hal pertanyaan yang tersirat dalam benaknya, jika ia anak orang kaya, mengapa ia mendapatkan beasiswa? Padahal ia bisa saja hidup seperti Kaivan, karena keluarga mereka 11 12, hanya memikirkan bagaimana caranya memperluas perusahaan dan mendapatkan uang. Jika seperti ini, selain menuntut kekayaan, apakah keluarga Danica juga menuntut kesempurnaan agar mendapatkan kehormatan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments