Bad Ending

Bad Ending

Dendam

Suara guntur kembali datang, kali ini suaranya lebih keras. Rasanya seperti sang langit sedang marah dan melampiaskannya dengan mendatangkan guntur tersebut. Dengan sangat berisik, hujan deras segera datang. Suasana menjadi sangat dingin dan mencekam. Sudah hampir satu jam penuh, seorang pria duduk diruang tengah dengan cahaya lampu yang remang. Ditangannya, ia memegang sebuah figura dan menatapnya dengan lekat.

Ia tersenyum miris ketika melihat foto sang Kakak didalam figura tersebut yang tersenyum manis sembari menggendongnya. Umurnya masih 10 tahun waktu itu, namun siapa sangka sang Kakak akan meninggalkannya seperti ini?

Rasanya tidak adil, ia yang dimanja dan dicintai oleh sang Kakak dengan sepenuh hati secara tiba-tiba harus mengikhlaskan sang Kakak pergi ke tempat yang tidak bisa ia tuju. Alasan penyebab kematian sang Kakak membuatnya merasa dendam sampai saat ini. Ia berjanji akan membalaskan dendam kepada siapa saja yang merenggut nyawa Kakaknya.

“Sagara,” Panggilan dari sang Ibu membuyarkan lamunan pria tersebut, “Bobo atuh, Jang. Besok kan harus kuliah.”

Terjemahan: Tidur, dong, nak. Besok kan harus kuliah.

Mendengar hal tersebut, Sagara segera tersenyum dan menyimpan figura yang ada ditangannya ketempat semula. Ia berdiri dan menghampiri Ibunya, “Mama ge naha can bobo atuh?”

Terjemahan: Mama juga kenapa belum tidur?

“Gimana mama mau tidur, anak mama satu-satunya diem diruang tengah sambil ngelihatin foto si aa.” Tangan Ibu Sagara mengelus pelan pipi putranya, “Ikhlasin atuh Jang …. Ikhlasin si aa nya, ya?”

Terjemahan: Gimana mama mau tidur, anak mama satu-satunya diem diruang tengah sambil ngelihatin foto si abang. Ikhlasin ya nak. Ikhlasin si abangnya, ya?

Fyi :

Aa \= abang

Jang/ujang \= nak

Senyuman Sagara sedikit mengembang dan tangannya meraih telapak tangan sang Ibu yang menyentuh hangat pipinya, “Sagara masuk kamar dulu ya, Mah. Mama langsung tidur, lampunya dimatiin biar tidurnya nyenyak.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut pada Ibunya, Sagara segera masuk kedalam kamarnya. Senyuman yang sempat mengembang diwajahnya, yang ia tunjukkan pada Ibunya, seketika berubah menjadi garis lurus dan tegas. Tidak ada sedikitpun lengkungan dibibirnya. Ia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur dan menghela nafasnya dengan berat.

Beberapa menit kemudian sebuah tawa miris berhasil keluar dari mulut Sagara, ia menutup matanya dengan punggung lengannya, “Gimana Sagara bisa lupa sama kasus pembunuhan si aa Mah?” Seketika hening. Sagara menggigit pipi bagian dalamnya, dengan sekuat tenaga ia menahan tangisnya dan air mata yang memaksa untuk keluar dari kedua kelopak matanya. Namun hal itu sia-sia, karena air mata itu berhasil lolos dari kedua kelopak matanya hingga membasahi telinganya. Sebuah isakan kecil juga berhasil lolos dan menemani air mata yang keluar kedua kelopak mata Sagara.

“Si aa harusnya ada disini, nemenin Sagara tidur, nganter Sagara pergi sekolah,” Sagara menghentikan kalimatnya sebentar karena isakannya yang semakin kuat, “Soalnya si aa udah janji mau ngelihat pertumbuhan Sagara, si aa udah janji bakal terus ada disamping Sagara.” Semakin Sagara mengingat mendiang Kakaknya dan mengeluhkan semua isi hatinya, semakin ia terisak. Rasanya sangat sakit. Sesak di dadanya kembali hadir dan ia merindukan sang Kakak.

“A Rigel …. A Rigel gak kangen gitu sama Sagara?”

Hujan yang semakin deras disertai dengan petir menjadi pendukung untuk Sagara melampiaskan emosinya dan rasa rindunya kepada mendiang Kakaknya. Suaranya bergetar ketika memanggil nama sang Kakak, siapapun yang mendengar keluhan Sagara saat ini akan ikut merasakan kesedihan yang Sagara rasakan.

Isakan Sagara menjadi lebih kuat. Ia sangat bersyukur hujan datang sangat deras malam ini, hal itu membuat Sagara bisa menangis dan terisak dengan kuat tanpa khawatir sang Ibu akan mendengarnya. Namun sayangnya Sagara salah, sang Ibu yang sedari tadi berdiri dibalik pintu kamarnya, mendengarkan semua keluhan Sagara.

Dada sang Ibu sangat sesak ketika mendengar Sagara menangis dan merindukan Rigel, anak pertamanya. Jujur, sang Ibu tidak bisa melakukan banyak hal selain mengkihlaskan anak sulungnya. Namun berbeda dengan Sagara, anak bungsunya itu tidak bisa memaafkan penyebab kematian Rigel.

Kasus perkelahian antar geng motor yang membuat Rigel menjadi bagian dari korban salah sasaran, berhasil merenggut nyawanya. Kasus ini menjadi mimpi buruk terbesar bagi Keluarga Sagara.

Terpopuler

Comments

SUKARDI HULU

SUKARDI HULU

Yuk mampir dong, jangan lupa like, follow, subscribe dan beri hadiah y thor❣️🫰🙏

2023-10-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!