Suara deruman motor dipagi hari yang memasuki area kampus menjadi pusat perhatian bagi siapa saja yang mendengarnya. Kampus yang terlihat asri dan damai menjadi riuh karena padatnya mahasiswa. Empat motor Kawasaki Ninja segera berjejer dengan rapih di parkiran kampus. Keempat pengendara dari motor tersebut segera turun dan melepaskan helm mereka.
“Wah, aing masih gak nyangka bisa kuliah disini euy!” Pria dengan kaos hitam dan celana putih, lengkap dengan jaket kulit menatap kagum tempat kuliahnya.
Terjemahan: Wah, gue masih gak nyangka bisa kuliah disini!
“Alay maneh Nu. Eh—” Pria dengan tubuh yang lebih kecil dari ketiga temannya seketika oleng ketika ia akan turun dari motor.
Terjemahan: Alay lo Nu. Eh—
Dengan sigap pria yang dipanggil Nu—Janu Gyanav— segera menahan beban motor agar pria kecil dihadapannya tidak jatuh. “Kan aing udah bilang, maneh mending dibonceng aja sama aing Nayaka Rafanial. Udah tau pendek gini malah maksain bawa motor gede.” Oceh Janu pada temannya.
Terjemahan: Kan gue udah bilang, lo mending dibonceng aja sama gue Nayaka Rafanial. Udah tau pendek gini malah maksain bawa motor gede.
“Suka-suka ainglah! Lagian kan Mas Kaivan ngasih motor ini buat aing biar dipake, bukan buat dipajang nyet!” Rafa yang tidak terima diberi ocehan oleh Janu segera memberikan ocehan balik dengan memberikan panggilan kesayangan untuk Janu.
Terjemahan: Suka-suka guelah! Lagian kan Mas Kaivan ngasih motor ini buat gue biar dipake, bukan buat dipajang nyet!
“Bocil emang susah anjir dikasih taunya.” Ucap Janu segera pergi meninggalkan ketiga temannya.
“Bocil?? Siapa bocil anjir!? Mulut sia harus di geprek sama aing!” Meskipun memiliki tubuh yang paling pendek dan mungil diantara teman-temannya, Rafa tidak akan segan-segan untuk memukul atau memarahi siapapun orang yang membuatnya kesal. Seperti sekarang, ia sedang mengejar Janu dan siap untuk memberikan satu bogeman kepada temannya.
Terjemahan: Bocil?? Siapa bocil anjir!? Mulut lo harus gue geprek!
“Gar, mau nyebat dulu gak?” Pria yang memiliki tatapan tegas segera bertanya kepada Sagara yang sedari tadi hanya memperhatikan kedua tingkah temannya, Janu dan Rafa.
Sagara mengangguk, “Boleh Mas.”
Kedua pria itu segera berjalan menuju rooftop kampus. Sagara memasukkan kedua lengannya kedalam saku hoodienya ketika ia berjalan. Ia menggunakan hoodie berwarna abu-abu dengan celana hitam, ia membiarkan kupluk dari hoodie tersebut menutupi kepalanya. Berbeda dengan temannya, pria itu menggunakan kaos putih dibalut dengan jaket denim yang membuat pria itu sangat tampan dan bersinar, Kaivan namanya.
Dari semua temannya, Kaivan Bawana merupakan satu-satunya turunan Jawa. Sedangkan keempat temannya asli orang Bandung. Hal inilah yang menjadi alasan ketiga temannya memanggil ia dengan sebutan ‘Mas Kaivan’. Kaivan tidak bisa berbicara bahasa sunda, namun ia mengerti percakapan dari teman-temannya dan orang lain yang menggunakan bahasa sunda.
Saat sampai di rooftop, Sagara dan Kaivan melihat ada beberapa mahasiswa yang sedang merokok disana. Namun ketika mereka melihat Sagara dan Kaivan muncul di rooftop, mereka segera mematikan rokok mereka dan meninggalkan rooftop.
Samar-samar Sagara dan Kaivan mendengar bisikan-bisikan dari mahasiswa tersebut, “Ngapain sih anying pagi-pagi udah di rooftop, jadi harus nyari tempat baru buat nyebat.”
“Perlu saya kejar?”
Sagara yang mendengar hal tersebut segera menggelengkan kepalanya dan memberikan kode jika Kaivan tidak perlu mengejar mahasiswa tersebut.
“Padahal saya butuh pemanasan.” Kaivan menghembuskan nafasnya pelan, tangannya segera merogoh satu bungkus rokok, ia menyalakan rokok tersebut dan menghisapnya dengan kuat. “Nih.” Kaivan memberikan rokok beserta korek api kepada Sagara. Tangan Sagara segera menerima rokok tersebut, menyalakan dan menghisapnya sehingga kepulan asap keluar dari mulutnya hanya dengan satu kali tarikan nafas.
Cuaca dingin dipagi hari memang lengkap jika ditemani dengan rokok seperti ini. Asap mengepul keluar dari mulut keduanya dan menikmati sensasi dari rokok tersebut. Siapapun yang melihat mereka berdua, pastinya akan terpesona. Namun jika diberikan pilihan untuk mendekat, para wanita tidak akan berani mendekati mereka karena aura tajam dan dingin dari mereka sangat kuat dan membuat siapapun akan merasa takut dengan mereka.
Diatas rooftop mereka menikmati pemandangan kampus yang lumayan luas dan besar. Kedua pasang mata tersebut memperhatikan para mahasiswa yang berlalu lalang, entah itu mahasiswa baru seperti mereka atau kakak tingkat mereka.
“Udah dapet info lain, Mas?”
Mendengar pertanyaan dari Sagara, Kaivan menghisap kuat rokok yang diapit dikedua bibirnya dengan jari telunjuk dan jempolnya. Pria itu menggeleng pelan sembari menghembuskan nafas yang membuat kepulan asap kembali keluar dari mulutnya.
“Susah emang. Tapi saya masih tetep nyari-nyari kok.” Jawabnya.
“Iya, pelan-pelan aja. Waktu kita masih banyak.”
“Mereka apik banget nyembunyiin identitas, saya susah nyarinya.”
Sagara tertawa pelan, “Kalo gampang mah, dari dulu juga udah ketemu tuh mereka.”
“Iya juga.”
“Udahlah, aing mau ke ruangan dosen dulu.” Sagara segera mematikan rokok dan membuang puntungnya kedalam tempat sampah.
Terjemahan: Udahlah, gua mau ke ruangan dosen dulu
“Lah, mau kemana Gar?”
“Aing kan anak beasiswa, disuruh kumpul dulu katanya. Paling wejangan biar bisa dapetin nilai bagus.”
Terjemahan: Gua kan anak beasiswa, disuruh kumpul dulu katanya. Paling wejangan biar bisa dapetin nilai bagus.
“Padahal kamu tuh gak usah maksain belajar kayak gitu, biar saya yang tanggung semua biayanya.”
Tangan Sagara menepuk pundak Kaivan beberapa kali, “Maneh udah ngebiayain kuliah tuh dua curut, masa harus ngebiayain aing juga?” Mata Sagara tertuju pada dua temannya yang mendekati mereka.
Terjemahan: Lo udah ngebiayain kuliah tuh dua tikus, masa harus ngebiayain gue juga?
“Aing bukan curut ya, anjing!” Ucap Rafa dengan kesal sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Terjemahan: Gue bukan tikus ya, anjing!
“Maneh udah beliin kita motor, aing cuma mau meminimalisir pengeluaran maneh karena ngebiayain kita terus.” Sagara tersenyum, “Minimal kalo aing gaada duit, aing masih punya otak.” Pria itu segera berlari kecil setelah mengucapkan kalimat tersebut, karena ia tau akan mendapatkan olokan dari teman-temannya.
Terjemahan: Lo udah beliin kita motor, gue cuma mau meminimalisir pengeluaran lo karena ngebiayain kita terus. Minimal kalo gue gaada duit, gue masih punya otak.
“Sia aja yang otaknya gabut anying!” Maki Janu pada Sagara yang sudah menjauh.
Terjemahan: Lo aja yang otaknya gabut, anjing!
“Tapi kalo dipikir-pikir kita bikin maneh ribet ya, Mas?” Tangan yang terlipat didepan dadanya segera ia turunkan dan mendekati Kaivan, “Ajarin aing belajar dong, biar aing juga dapet beasiswa sama kayak si Sagara.” Ucap Rafa sembari menatap mata Kaivan dengan lekat.
Fyi:
Aing \= gue
Maneh/sia \= elo
“Waduh, saya lebih baik bayarin uang kuliah kalian daripada harus ngajar kalian.”
Wajah Rafa seketika berubah menjadi kesal, ia berdecak pelan dan memukul lengan Kaivan, “Setidaknya aing mau usaha ya bangsat! Gak kayak si Janu yang otaknya nol besar!”
Merasa namanya dipanggil, Janu segera menjawab, “Kalo Mas Kaivan gamau ngajar kita berdua, itu artinya kapasitas otak kita sama ya bocil!”
“Jangan panggil aing bocil!”
Ketika melihat Rafa yang akan bertengkar dengan Janu, Kaivan segera melerai kedua temannya dengan merangkul mereka berdua dengan kuat, “Udahlah, saya kan ngebiayain kalian ikhlas. Kalo perlu apa-apa jangan sungkan bilang sama saya. Saya gak masalah kalo kalian gak bener-bener belajar kayak Sagara.”
Kedua pasang mata dari Janu dan Rafa bertautan. Bukan apa-apa, Kaivan merangkul mereka berdua dengan kuat sehingga leher mereka tertekan dan membuat mereka kesakitan.
“Mas! Leher aing, anying!” Lengan Janu memukul-mukul lengan Kaivan, agar ia mau melepaskan rangkulan tersebut.
“Sia nyadar awak dong anying, Mas Kaivan!” Merasa kesulitan bernafas, Rafa ikut memukul-mukul lengan Kaivan yang merangkulnya.
Terjemahan: Lo harus sadar kalo badan lo tuh gede anjing, Mas Kaivan!
“Jangan berantem dan banyak ngomong, saya pusing dengernya, oke?”
Mendengar suara Kaivan yang halus namun serius, membuat kedua pria yang ada dirangkulannya mengangguk dengan cepat. Kaivan segera melepaskan rangkulannya dan memberikan rokok pada mereka berdua, “Mau?”
Rafa dan Janu hanya menerima rokok yang diberikan oleh Kaivan. Mereka berdua menatap Kaivan dengan sinis. Dari mereka berempat, Kaivan adalah satu-satunya orang yang memiliki pukulan yang sangat kuat. Jika ia ingin mencengkram tanganmu sampai remuk, pria itu bisa melakukannya. Kaivan adalah algojo di dalam Geng Aodra.
“Kenapa? Mau saya rangkul lagi?”
...****************...
Ada 6 mahasiswa yang berada dalam ruangan dosen. Mereka sedang duduk santai sembari mendengarkan arahan dan penjelasan dosen mengenai syarat apa saja yang harus mereka lakukan agar layak mendapatkan beasiswa di universitas tersebut. Sagara menjadi satu-satunya mahasiswa yang ada diruangan tersebut, sedangkan sisanya adalah mahasiswi.
Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa adalah mahasiswa yang mendapatkan nilai paling tinggi ketika melaksanakan ujian masuk. Tidak semua jurusan layak mendapatkan beasiswa, hanya jurusan-jurusan tertentu yang mendapatkan beasiswa. Sagara menebak, jika ia adalah satu-satunya mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari jurusan manajemen bisnis.
Mata Sagara dengan tajam menatap mereka satu-persatu, menyelidik dan menebak bagaimana caranya agar mereka tidak bisa mengalahkannya. Dari semua mahasiswi, hanya ada satu wanita yang membuat ia tertarik dan ingin menyelidikinya lebih lama. Tidak seperti mahasiswi lainnya yang menggunakan kemeja, wanita ini menggunakan hoodie untuk menutupi tubuh kecilnya.
“Saya selaku dosen yang bertanggung jawab penuh mengenai mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, akan memberikan informasi apa saja yang kalian butuhkan, termasuk lomba dan pelajaran tambahan ketika kalian mengikuti lomba. Perlu di ingat, mahasiswa yang mendapatkan beasiswa tidak dapat menolak lomba yang harus mereka ikuti. Jika kalian menolak, beasiswa otomatis akan dicabut. Setidaknya kalian harus berguna untuk universitas, bukan hanya ingin dibiayai.”
Pertemuan para mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, dengan para dosen segera berakhir. Semua mahasiswa yang ada didalam ruangan tersebut segera meninggalkan ruangan kecuali Sagara. Pria itu dengan sengaja duduk lebih lama agar mahasiswa yang lainnya pergi terlebih dahulu. Mata tajam pria itu menatap pada tempat pensil berwarna hitam yang tergeletak diatas meja karena sang pemilik lupa untuk mengambilnya. Tangan kirinya mengambil tempat pensil tersebut dan memasukkannya kedalam saku jaketnya, lalu ia meninggalkan ruangan tersebut.
Teman-teman Sagara segera menyapanya ketika ia masuk kedalam kelas dan duduk disalah satu kursi kosong yang ada disamping Janu. Tangan Sagara mengeluarkan kotak pensil hitam yang ia bawa dari ruangan dosen dan menyimpannya diatas meja.
“Maneh punya tempat pensil?” Tangan Janu mengambil tempat pensil tersebut, menyelidiknya dan memberikan tatapan heran pada Sagara, “Sejak kapan anjir?”
Kepala Sagara menggeleng pelan, tangannya segera merogoh buku dan alat tulis dari dalam tasnya lalu ia meletakkannya diatas meja, “Itu bukan punya aing.”
“Terus punya siapa?”
Janu tersentak ketika seseorang menarik dengan paksa tempat pensil yang ia genggam. Mata Janu segera menatap pada sosok wanita yang mendekatinya dengan tatapan kesal.
“Lo dapet darimana tempat pensil gue?”
“Wow, santai manis…” Bukannya menjawab, Janu malah menggoda wanita tersebut. Rasanya seperti kurang jika ia tidak menggoda wanita cantik yang tiba-tiba ada dihadapannya. Pria itu tersenyum miring dan segera berdiri dari duduknya, “Kenalin, nama saya Janu Gyanav biasa dipanggil Janu.” Janu mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
“Sinting!”
Setelah mengumpat, wanita itu segera meninggalkan Janu tanpa membalas uluran tangan Janu sembari membawa tempat pensil tersebut. Janu tertawa kecil dan membuka sedikit mulutnya karena terkejut mendapatkan perlakuan kasar seperti itu, terlebih dari seorang wanita cantik. Mata tajamnya menangkap kemana arah wanita itu pergi, ternyata ia duduk di kursi paling depan.
“Lain orang Bandung etamah, Nu. Jakarta cigah na mah.” Melihat Janu yang terdiam, Rafa segera bersuara dan menebak sosok wanita yang baru saja bersikap kasar pada Janu. “Emang kitu sih cigah na mah orang Jakarta mah.”
Terjemahan: Bukan orang Bandung itu, Nu. Orang Jakarta kayaknya. Emang gitu kayaknya orang Jakarta tuh.
“Galak pisan anying.” Guman Janu pelan dan kembali duduk dikursinya.
Terjemahan: Galak banget anjing.
“Matakna tong sok iye, kabeh awewe di deukeutan.”
Terjemahan: Makanya jangan sok iye, semua perempuan di deketin
“Bersisik sia bocil!”
“Lain lauk aing mah!”
Terjemahan: Gue bukan ikan!
“Tapikan kabeh awewe nu di deukeutan ku urang tidak pernah gagal.”
Terjemahan: Tapikan semua cewe yang gue deketin gak pernah gagal
“Heeh awewe Bandung, da ieu mah lain awewe Bandung.”
Terjemahan: Iya cewe bandung, kalo ini kan bukan cewe bandung
“Pasti bisalah, da sama-sama perempuan.” Ucap Janu percaya diri yang mendapatkan tatapan sinis dari Rafa.
“Kok kamu bisa dapet tempat pensilnya, Gar?” Tidak menghiraukan perdebatan Janu dan Rafa, Kaivan segera bertanya kepada Sagara untuk mengetahui asal-muasal tempat pensil tersebut bisa ada ditangan Sagara.
“Dia salah satu anak beasiswa juga sama kayak aing. Tadi tempat pensil dia ketinggalan, yaudah aing bawa aja. Eh ternyata satu kelas.” Ucap Sagara menjawab pertanyaan dari Kaivan.
“Anjir, berarti pinter.”
“Moal kaotakan sia mah lamun menangkeun eta jelma.”
Terjemahan: Otak lo gak akan nyampe kalo mau dapetin tuh cewe
“Sia Rafa, bisa diem gak anying!? Komen mulu hidup aing.”
“Aingmah ngasih tau fakta.”
“Fakta tai ucing!” Umpat Janu kesal sembari mengacungkan jari tengahnya pada Rafa.
Terjemahan: Fakta tai kucing!
Sagara dan Kaivan sudah terbiasa mendengarkan perdebatan tidak jelas dari kedua temannya, Janu dan Rafa. Mereka bagaikan kucing dan anjing yang tidak pernah bisa akur. Sagara tidak mempedulikan perdebatan tersebut, mata tajamnya segera menatap wanita yang duduk didepannya. Wanita yang sama-sama mendapatkan beasiswa seperti dirinya. Ternyata prediksi mengenai ia satu-satunya mahasiswa jurusan manajemen bisnis yang mendapatkan beasiswa salah, ada orang lain juga yang secara tidak langsung akan menjadi lawan Sagara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments