“Nay, badan kamu panas banget loh. Kita ke dokter ya.” Rayya meletakkan salep yang ada di tangannya ke atas meja. Lalu memapah perlahan tubuh Anaya ke atas ranjang.
Sesekali gadis itu menyentuh kening Anaya, memastikan apakah sahabatnya itu baik-baik saja atau tidak.
“Gak usah. Aku gak apa-apa kok,” bohongnya. Padahal badannya terasa lemas dan mulai kedinginan. “Ini udah malam, kamu tidur sana. Makasih ya buat hari ini.” Anaya meringis pelan lalu meletakkan lengan di atas wajahnya.
“Yakin kamu baik-baik aja?” tanya Rayya memastikan.
“Iya Rayya, kenapa kamu bawel banget sih.” Anaya menarik selimutnya ke atas sampai ke dagu untuk menutupi tubuhnya. Lalu berbalik membelakangi Rayya. Ia tidak mau sahabatnya itu tahu kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja.
Sudah cukup selama ini Anaya selalu merepotkan orang lain. Ia tidak mau menjadi beban.
Setelah minum obat dan istirahat panasnya juga akan segera turun, pikirnya.
“O iya Nay, malam ini tuan Abian lembur. Jadi–”
“Aku sudah tahu. Tadi Theo meneleponku!” ketus Anaya. Ia paling malas membahas tentang Abian. Apalagi mengingat kejadian tadi pagi, membuatnya malu sekaligus kesal setengah mati.
Flashback on…
Anaya mendorong perlahan kursi roda Abian menuju ke kamar mandi. Sebelumnya ia juga sudah menyiapkan air hangat dan sabun di dalam bathub.
Mereka sama-sama terdiam dengan pikiran yang berkecamuk di hati masing-masing. Untuk pertama kalinya bagi Abian dan Anaya, mereka berada di dalam satu ruangan. Dimana ruangan itu adalah kamar mandi.
“Lepas pakaian aku!” Abian membuka suara, ia menyuruh Anaya melepaskan pakaiannya padahal bisa melakukannya sendiri.
“Ya udah lepas aja, kenapa malah nyuruh aku?” Anaya memalingkan wajahnya, lalu memutar tubuhnya hendak keluar dari sana.
Namun, lagi-lagi kalimat Abian berhasil menghentikan langkahnya.
“Lalu untuk apa gunanya kamu ada disini?” Abian menarik salah satu sudut bibirnya keatas. “Kamu gak lupa kan apa tugas seorang istri? Mau jadi istri durhaka?”
“Tapi aku–”
“Gak ada tapi-tapian! Aku mau kamu lepas pakaian aku sekarang.”
Anaya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Ia memutar tubuhnya menghadap Abian dan berjalan mendekati pria yang sedang duduk di kursi roda itu dengan wajah menyebalkannya.
“Kamu nyebelin tau gak?!”
“Aku gak peduli!” jawabnya dengan seringai tipis yang terukir dari sudut bibirnya.
Gadis itu berjongkok, lalu mulai melepaskan kancing baju bagian atas Abian hingga terlepas semua.
Apa yang Anaya lakukan tidak luput dari perhatian Abian. Pria itu pikir, Anaya akan merasa jijik dan menolak permintaanya. Tapi sepertinya Abian salah, Anaya bukan Sandra yang memperlakukannya dengan kasar.
“Apa aku harus lepas juga celana kamu?” tanya Anaya. Ia mendongak menatap Abian, lalu meletakkan kemeja itu di ranjang kotor.
“Sekalian, karena gak ada Theo jadi kamu yang harus melakukannya.” Abian memalingkan wajahnya saat kedua mata mereka saling bertemu. Ada desiran aneh yang pria itu rasakan. Apalagi miliknya di bawah sana sudah tegang sejak tadi.
Ia berharap kalau Anaya tidak melihatnya. Bisa-bisa gadis itu berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya.
“Eh kamu sakit?” Anaya berlutut dan entah keberanian dari mana ia menyentuh pipi Abian.
Abian segera menjauhkan tangan Anaya, “jangan sentuh-sentuh sembarangan. Nanti kalau joni ngamuk kamu bisa bahaya.”
“Joni?” Anaya mengernyit bingung lalu menundukkan kepalanya ke bawah mengikuti kemana kedua manik mata Abian tertuju.
Ia menelan saliva nya dengan susah payah lalu berdiri. “Mesum kamu!”
“Siapa yang mesum! Harusnya kamu bersyukur kalau suamimu ini masih normal!” Abian menggerakkan kursi rodanya, membelakangi Anaya. Sejujurnya ia sangat malu, bisa-bisanya miliknya berdiri di waktu yang tidak tepat.
“Jadi mandi gak?” tanya Anaya malu-malu.
“Kamu masih mau mandiin aku?”
“Sebenernya sih gak mau.”
“Terus kenapa nanya?”
“Gak mau jadi istri durhaka!” jawab Anaya.
Abian mendengus kesal mendengar jawaban Anaya yang malah membalikan ucapannya.
Akhirnya, Abian meminta Anaya keluar dan membiarkannya mandi sendiri tanpa ditemani gadis itu. Meski sejujurnya, Abian cukup kesusahan menggerakkan kakinya.
Ia tidak mau terlihat seperti orang bodoh yang tidak bisa melakukan apapun di hadapan istrinya.
Flashback off…
Rayya masih berdiri di sebelah Anaya. Memperhatikan punggung gadis itu.
“Ya udah aku balik ke kamar. Kalau ada apa-apa kamu panggil aku ya.” Rayya merapikan selimut Anaya yang berantakan dan meletakkan beberapa bantal di sisi kanan kirinya. Takut kalau Anaya jatuh ke bawah.
“Astaga Rayya, kamu pikir aku anak kecil!” Rengeknya, tidak bisa bergerak karena ulah Rayya.
Rayya terkekeh, lucu juga melihat Anaya yang sedikit manja dan keras kepala bersamaan saat sedang sakit. “Biar saja, kalau kamu jatuh nanti gak akan kesakitan.”
Baru akan menjawab ucapan Rayya, gadis itu sudah pergi lebih dulu dan melangkah menuju pintu. Sebelum keluar Rayya mematikan lampu kamar Anaya karena ia tahu gadis itu tidak suka tidur di ruangan yang terang.
“Untung ada Rayya. Aku jadi gak kesepian lagi,” gumamnya.
Tubuh Anaya kembali menggigil, keringat dingin terus menetes keluar. Padahal ia sudah meminum obat penurun panas yang diberikan oleh Rayya.
Tak mau ambil pusing, Anaya mengabaikannya lalu berusaha sekuat tenaga untuk tidak merasakan sakit itu. Ia memejamkan matanya erat. Berharap jika saat bangun nanti Anaya sudah sehat seperti semula.
********
********
Keesokan harinya, Rayya mengetuk pintu kamar Anaya. Namun, sama sekali tidak ada jawaban dari gadis itu.
“Naya, aku masuk ya.”
Hening dan tidak ada jawaban sama sekali dadi Anaya.
Semalam Rayya ketiduran sampai tidak sempat mengecek keadaan Anaya. Dan pagi-pagi sekali ia bangun lalu pergi ke pasar, membeli beberapa bahan masakan untuk menyambut kedatangan nyonya Luna.
“Astaga Naya!” Rayya shock saat menyentuh dahi Anaya. Tubuhnya masih panas dan sepertinya gadis itu demam tinggi.
Mendengar suara teriakan, Luna yang baru saja sampai di mansion Abian bergegas masuk ke dalam kamar Anaya untuk melihat keadaan gadis itu. “Apa yang terjadi Rayya? Kenapa teriak-teriak?” tanyanya sambil berjalan berjalan menghampiri Anaya lau menyentuh keningnya. “Kenapa panas sekali?”
“Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau sakit Naya bertambah semakin parah. Karena semalam Naya menolak untuk dibawa ke dokter,” ucap Rayya, mencoba menjelaskan yang sebenarnya.
“Memangnya Abian kemana? Terus kenapa Anaya malah tidur di kamar ini?” Luna mengusap pucuk kepala Anaya lalu beralih menatap Rayya. “Katakan Rayya, jangan diam aja!”
“Udah Ma, Naya gak apa-apa kok. Naya yang minta tidur di kamar ini soalnya–”
“Kamu gak usah bela anak nakal itu sayang! Mama tau ini pasti kerjaan Abian ’kan?” tanyanya. “Awas saja anak itu Mama gak akan tinggal diam!”
Anaya hanya bisa diam tanpa berani membantah ucapan ibu mertuanya itu. Entah apa yang akan terjadi jika Abian kembali sebelum Luna pergi dari mansion ini.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
𝐙⃝🦜ᲝҽᷗიᷧʳI_Rɪᴅᷡʜⷱᴏᷧ_AɭɭₐHˢʷᵗ
itu joni nya bangun weh 🤣🤣
wkwkwk anaya pasti liat dong
2023-10-25
0
CallMe
Dih maksa kamu bian,
2023-09-13
1
Langit™
Joni bengek gue🤣
2023-09-13
1