“Apa ada masalah Tuan? Kenapa malam-malam begini anda memanggil saya?” tanya Theo yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Abian. “Apa Tuan tidak tahu kalau ini sudah hampir pukul tiga pagi?”
“Pijat kakiku!” perintah Abian.
“Hah?!” pekik Theo dengan kedua mata melebar dan bibir menganga.
“Apa kamu tuli? Pijat kaki ku sekarang!” Abian mengulang kembali ucapannya.
“Anda sedang tidak bercanda bukan? Memanggil tengah malam begini hanya untuk memijat kaki anda?” tanya Theo.
Malas sekali jika harus melakukan itu sekarang, karena ia benar-benar sangat mengantuk. Apalagi beberapa hari ini dirinya di sibukkan dengan urusan kantor dan juga mempersiapkan pernikahan Abian.
“Apa aku perlu mengulangi kalimatku barusan?”
“Bukankah di dalam sana ada nona Anaya. Kenapa anda tidak memintanya saja untuk--” Theo reflek melipat mulutnya ke dalam, lalu mengumpat dirinya sendiri karena sudah bicara keceplosan.
Bukannya tidak peka dengan keadaan, Theo bahkan tahu kalau Abian memang sengaja memancingnya untuk bicara sejujurnya.
Abian menatap tajam Theo. Seringai tipis terukir dari sudut pria itu. Sekarang ia mengerti, siapa dalang di balik kekacauan ini. Seseorang yang menyuruh Anaya masuk ke kamarnya dan mengatakan kalau kamar itu bukan miliknya.
“Mampus! Habislah aku malam ini!” batin Theo. Mengerti arti senyuman Abian, dengan cepat Theo memutar tubuhnya. Berniat untuk kabur dari sana.
Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar ucapan Abian.
“Berani kamu melangkah dari ruangan ini, aku pastikan besok kamu akan tinggal di kolong jembatan, Theodore Rafael!” ucap Abian, berhasil seluruh tubuh Theo membeku di tempat dengan wajah memucat dan keringat dingin bercucuran.
“Maafkan saya tuan. Saya hanya melakukan apa yang nyonya Luna perintahkan!”
“Cukup! Aku tidak menyuruhmu untuk bicara! Sekarang kembali kesini dan pijat kaki ku sampai besok pagi!” perintahnya dengan nada penuh penekanan.
Theo menghela nafas kasar lalu berjalan mendekat ke arah Abian.
Mau tidak mau pria itu harus melakukannya. Memijat Abian sampai pagi. Dan jika Theo menolak, dipastikan semua yang diucapkan tuannya akan menjadi kenyataan.
Ia tidak bisa membayangkan jika harus tidur di kolong jembatan seperti dulu.
“Kenapa kamu duduk disitu?” tanya Abian saat melihat Theo duduk begitu saja di sampingnya. Lalu mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya perlahan ke pangkuan pria itu.
“Tentu saja saya mau memijat kaki anda Tuan!” jawab Theo.
“Memangnya aku menyuruhmu duduk di sofa? Cepat pindah ke lantai dan tanpa alas!” perintah Abian.
“What?!” Theo menelan saliva nya dengan susah payah. Shock mendengar ucapan Abian yang memintanya untuk duduk di lantai tanpa memakai alas apapun.
Bagaimana kalau ia mati kedinginan? Ditambah ac ruangan itu sedang menyala.
“Mau protes, hum?”
Theo menggeleng cepat.
Sedangkan Abian, pria itu menyilangkan kedua tangannya didepan dada dan menyandarkan punggungnya ke sofa.
Ucapan Abian tadi memang terdengar lembut. Tapi di balik semua itu tersimpan sesuatu yang membuat Theo tidak bisa berkutik sama sekali.
“Ya, lakukan saja seperti yang anda mau Tuan! Mau sampai besok atau sampai satu minggu ke depan saya bersedia memijat kaki anda!” jawab Theo yang mulai berpindah tempat duduk dan meraih kaki Abian. “Seharusnya anda marah pada nyonya Luna, bukan pada saya,” lirihnya.
“Tidak usah banyak alasan! Besok bersihkan kamarku dan kamar sebelah! Dan pastikan gadis itu tidak tidur satu kamar lagi denganku!” pinta Abian.
“Kok saya lagi Tuan? Bukankah ada pelayan?” Theo menghentikan pijatannya, beralih menatap serius pada Abian. “Pagi-pagi sekali saya harus ke bandara.”
Abian langsung membuka kedua matanya yang hampir terpejam. “Ke bandara? Untuk apa?”
“Sepertinya anda lupa kalau tuan Gavian memutuskan untuk kembali kesini menggantikan posisi Papa anda di rumah sakit,” jawab Theo.
Abian mengepalkan tangannya erat mendengar nama Gavian, adik kandungnya. Yang usianya hanya berbeda tiga tahun darinya. Selama ini hubungan mereka berdua memang tidak terlalu dekat.
Apalagi jika Abian mengingat masa lalu mereka yang hampir memperebutkan satu wanita yang sama.
“Lalu dimana dia akan tinggal? Jangan bilang kalau dia--”
“Tuan Gavian setuju untuk kembali Jakarta dengan syarat, dia akan tinggal disini dan merawat anda sampai sembuh.”
“A-apa kamu bilang? Merawat ku? Aku tidak mau!” kali ini giliran Abian yang dibuat shock oleh Theo. Ia benar-benar tidak menyangka kalau adiknya itu akan kembali secepat ini.
*******
*******
“Anaya, apa kamu belum mengantuk sama sekali? Lihatlah, ini sudah hampir pukul tiga pagi.” Rayya mengajak Anaya masuk ke kamarnya. Tapi gadis itu terus menolak dengan alasan belum mengantuk.
Padahal Rayya bisa melihat kalau kedua mata Anaya sudah tidak tahan menahan kantuk. Bahkan sejak tadi gadis itu terus menguap.
“Aku malas bertemu dengannya, Rayya!” ucap Anaya seraya menundukkan wajahnya di atas meja.
“Tapi bagaimanapun juga tuan Abian sekarang suami kamu Naya. Kewajiban seorang istri itu adalah melayani suaminya dan berada di sampingnya setiap waktu.” Rayya mencoba meyakinkan Anaya kalau perbuatannya saat ini adalah salah. Apalagi meninggalkan suaminya di malam pertama.
“Tapi aku sama tidak mencintainya Rayya! Jangan memaksaku untuk–”
“Sekarang memang belum, tapi aku percaya suatu saat kalian akan saling membutuhkan satu sama lain. Bahkan tidak akan pernah terpisahkan.” Rayya memotong kalimat Anaya dan tersenyum. “Maaf kalau aku sok tau, tapi bukankah sekarang kita teman? Jadi, tidak apa-apa ’kan jika temanmu ini mengingatkanmu?”
Anaya terdiam cukup lama memikirkan ucapan Rayya. Lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.
“Kamu benar, aku akan kembali ke kamarku. Tapi tidak memberikan yang satu itu! Karena aku belum siap!” ucap Anaya. Meski tak bisa dipungkiri kalau Abian itu tampan, bahkan sangat tampan. Tapi menyebalkan.
Rayya tersenyum seraya mengusap pundak Anaya. Meski sebenarnya gadis itu juga belum mengerti tentang hubungan suami istri. Ia hanya mengatakan apa yang menurutnya benar.
“Tidak apa-apa nanti kamu juga akan terbiasa. Masuklah ke kamar dan cepatlah tidur. Biar aku saja yang membereskan dapur.”
“Ya sudah. Aku tidur dulu.” Anaya beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Rayya sendirian.
Rayya mulai membersihkan semua peralatan masak yang Anaya gunakan. Mencuci piring dan mangkuk sup yang isinya sudah habis tak tersisa.
“Hei! Apa yang kamu lakukan malam-malam begini di dapur? Apa kamu berniat mencuri?!” teriak seorang pria yang berjalan menghampiri Rayya dan menodongkan sebuah senjata tepat ke arah kepalanya.
Rayya masih berada di posisinya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat mendengar teriakan seorang pria yang menganggapnya pencuri.
“Kenapa diam saja? Cepat jawab apa yang sedang kamu lakukan!” sentak Theo. Karena baru pertama kali pria itu melihat seorang wanita selain Anaya ada di mansion milik Abian.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Evy
jodohnya Theo kayaknya ya...
2024-05-03
0
Rindyani
Lho selama ini ga ada ART perempuan?
2024-01-10
0
𝐙⃝🦜ᲝҽᷗიᷧʳI_Rɪᴅᷡʜⷱᴏᷧ_AɭɭₐHˢʷᵗ
hmmm rayya pelayan baru ya thor, makanya theo blom kenal..
mana kurang ajar tuh mulut theo bilangin rayya mau mencuri.
2023-09-16
0