“Tuan mari kita masuk ke dalam karena anda harus mengganti pakaian.” dengan perlahan Theo mendorong kursi roda tersebut dan membawa Abian masuk ke kamarnya.
Theo adalah sahabat Abian, bukan tanpa alasan pria itu mau menjadi asisten pribadinya yang selalu mengurus kebutuhannya. Dulu sebelum Abian mengalami kecelakaan, dia mengambil Theo dari jalanan dan membawanya pulang ke mansion.
“Saya akan menyiapkan air hanya dulu untuk anda berendam.” Abian hanya menganggukkan kepala, mengiyakan ucapan Theo.
Di apartemen yang cukup besar dan mewah tersebut, Abian hanya tinggal bersama dengan Theo juga ada beberapa pelayan dan bodyguard.
Kedua orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masih yang selalu pergi keluar kota, seakan tak memperdulikannya sama sekali. Abian sampai berpikir negatif, apakah selama ini mereka menganggap dirinya ada atau tidak.
Kesepian dan kesendirian, itulah yang selalu Abian rasakan.
Prang!
Terdengar suara benda terjatuh ke lantai, membuat Theo yang berada di kamar mandi segera berlari melihat keadaan Abian.
“Astaga Tuan, apa yang terjadi?” Theo mendekati tuan Abian dan menjauhkannya dari pecahan kaca tersebut. “Tetaplah disini Tuan, biar saya akan membersihkannya.”
Theo mulai memunguti pecahan kaca tersebut agar tidak mengenai kaki Abian. Setelah selesai, Theo memapah pria itu untuk duduk di sisi ranjang.
“Kenapa kamu masih setia berada di sampingku Theo? Aku lumpuh dan tidak bisa berjalan lagi seperti dulu.”Abian memalingkan wajahnya, ia menatap ke luar jendela. “jika kamu mau, kamu boleh pergi dan mencari majikan baru.”
Abian memejamkan matanya sekilas, merasakan hembusan angin malam yang menerpa wajahnya melalui balkon yang sejak tadi terbuka.
Theo tersenyum tipis lalu menatap Abian. Ia kemudian berjalan ke arah balkon dan menutup pintu itu.
“Jika saya mau, saya sudah meninggalkan anda dari dulu, Tuan.” jawab Theo. “ Tapi saya tidak melakukannya. Karena saya sudah menganggap anda seperti Kakak saya sendiri.” Theo berbalik dan berjalan mendekati Abian. “Meskipun anda tidak membayar saya sepeserpun, saya akan tetap berada di samping anda.”
Abian terdiam mendengar jawaban Theo.
Ya, meski ia tahu jika Theo akan menjawab seperti itu. Tapi tetap saja Abian ingin Theo juga bahagia bersama wanita yang tulus mencintainya.
Bukankah suatu saat nanti Theo juga harus menikah? Lalu bagaimana dengannya? Dia juga tidak ingin terus bergantung pada Theo.
“Apa suatu saat nanti ada wanita yang mau menikah denganku, Theo? Duda lumpuh dan banyak kekurangan ini. Aku bahkan tidak bisa berdiri dengan kaki ku sendiri.”
Theo merasa sedih dengan ungkapan isi hati Abian. Memang benar selama ini tidak ada wanita yang mau menikah dengannya. Bahkan mendekat pun seakan jijik.
Padahal jika dilihat wajah Abian sangat tampan. Hanya saja ia memang tidak pernah tersenyum dan selalu memperlihatkan wajah ketus.
“Tuan, saya suatu saat akan ada wanita yang mau menerima keadaan anda dengan tulus dan apa adanya. Tanpa memandang fisik.”
Abian tersenyum kecut mendengar ucapan Theo yang menurutnya tidak masuk akal.
“Sampai sekarang saja tidak ada satu wanita pun yang mau mendekat. Sekalinya ada, mereka hanya melihat hartaku. Tetapi setelah tahu keadaanku yang sebenarnya, mereka menjauh.” Abian menghela nafas kasar.
“Apa mungkin aku ditakdirkan menjadi duda sampai tua, Theo?” tanya Abian membuat Theo terdiam dan tidak bisa berkata-kata.
“Kenapa kamu diam, hah? Aku merasa sedang berbicara dengan tembok,” ucap Abian dengan nada kesal. Ia lalu duduk di atas kursi rodanya, menuju ke kamar mandi.
“Pergilah, tinggalkan aku sendiri dan jangan menggangguku!”
“Tapi Tuan, anda tidak bisa mandi sendiri bukan. Bagaimana kalau anda--" belum selesai Theo bicara, ia sudah mendapat tatapan tajam dari Abian.
Brak!
Pintu kamar mandi di tutup begitu kuat oleh oleh Abian membuat Tersentak kaget dan mengusap dadanya berulang kali.
“Huh! Tuan memang selalu menganggap ku seperti butiran debu yang menempel padanya.” gumamnya lirih.
******
******
Satu bulan sejak kejadian itu, Abian memilih untuk mengurung diri di kamarnya tanpa mau menemui siapapun. Membuat kedua orang tuanya, Darrel dan Luna merasa khawatir.
Mereka langsung mengunjungi Abian yang memutuskan untuk menyendiri di apartemen pribadinya dan menolak untuk pulang ke mansion utama.
Dan saat ini mereka berdua sudah berada di lantai bawah,menunggu dengan gelisah karena hampir satu jam Abian belum turun untuk menemui mereka.
“Papa yakin Abian baik-baik saja?” Luna menarik lengan suaminya dan menyandarkan kepalanya di bahu kokoh pria itu.
“Papa yakin, Ma. Tidak akan terjadi sesuatu pada putra kita.” Darrel mengusap punggung Luna, mencoba menenangkan wanita itu. “Lagipula ada Theo ‘kan? Dia pasti mengurus Abian dengan benar.”
Ting!
Lift pun terbuka. Abian keluar dengan Theo yang setia berada di belakangnya, Mendorong kursi roda Abian dengan perlahan lalu menghampiri kedua orangtuanya.
“Sayang, Mama sangat merindukanmu.” Luna mendekati Abian dan memeluknya erat. Begitupun dengan Darrel, yang juga ikut memeluk mereka berdua.
“Apalagi Papa, Abian. Papa lebih merindukan kamu. Pulang dan tinggal lah bersama kami.” Darrel ikut menimpali, berharap jika kedatangannya bisa membuat Abian sadar dan ikut bersama dengan mereka.
“Mama tahu, penghianatan yang dilakukan istrimu itu--”
“Cukup Ma! Abian malas membicarakan hal yang tidak penting itu lagi. Kalau kalian kemari hanya untuk itu, lebih baik pulang saja!” ketus Abian.
Reflek membuat mereka terdiam dan menghela nafas kasar. Mau seperti apapun ia berusaha meyakinkan Abian, tetap saja Abian adalah pria keras kepala yang tidak mau mendengar nasehat orang lain.
“Tuan dan Nyonya mau minum apa?” tawar Theo, sengaja ingin mengalihkan pembicaraan agar tidak tegang.
“Terserah kamu saja Theo, asal minuman itu tidak beracun!” jawab Luna.
“Hah? Maksud Nyonya?”
“Mama, jangan bercanda.” Darrel menghampiri Luna dan menenangkan wanita itu.
“Habisnya Theo itu nyebelin Pa. Dia sama sekali tidak bisa membawa Abian pulang ke rumah!” Luna menjejak-jejak kan kakinya di lantai seperti anak kecil.
“Maaf Nyonya, saya sudah berusaha sebisa saya. Tapi, Tuan--”
“Cukup!” Abian memotong pembicaraan mereka, menatap tajam kedua orangtuanya bergantian. “Tumben sama Papa datang kemari.” sindir Aban.
Selama ini mereka berdua sibuk dengan urusan bisnis yang berada di luar kota. Sampai di hari pernikahan Abian pun tidak bisa datang dengan banyak alasan.
Sebenarnya bukan karena tidak mau datang, karena sejak awal Darrel dan Luna tidak setuju kalau Abian menikah dengan Sandra. Karena mereka tahu, wanita seperti apa Sandra itu.
Tapi, jika mereka mengatakannya, Abian pasti akan tetap memberontak.
“Lihat ini sayang…” Luna mengeluarkan beberapa foto dari dalam paper bag dan menunjukkannya pada Abian, “mereka semua anak temen-teman Mama. Cantik-cantik ‘kan?” ucapnya dengan bangga.
“Iya cantik, tapi kalau mata duitan buat apa?” kalimat savage yang keluar dari bibir Abian membuat Luna menelan saliva susah payah.
Sedangkan Darrel, hanya bisa menahan tawanya mati-matian. Apalagi saat mendengar jawaban putranya yang sudah bisa dia tebak.
“Pokoknya Mama mau kamu memilih salah satu diantara mereka untuk jadi istrimu, Abian!” tegas Luna. “Mama jamin, mereka berasal dari bibit unggulan kualitas super. Karena Mama tidak mau kamu jadi duda perjaka seperti dia sayang.” Luna menunjuk Theo yang sejak tadi berdiri di samping Abian.
“Loh kok jadi saya Nyonya? Saya salah apa?” Theo menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
“Abian tidak berminat! Lagipula, Abian sedang tidak tertarik pada wanita manapun saat ini. Sudah ada Theo dan Abian tidak butuh siapapun!” jawab Abian.
Selama lumpuh, kedua orang tua Abian tidak tahu kalau dirinya juga menderita impoten. Yang menyebabkannya minder dan enggan dekat dengan wanita manapun kecuali Sandra.
“Tapi, Theo bukan istrimu Abian! Memangnya kamu tidak mau menyalurkan hasrat mu itu pada seorang wanita?” Luna mulai terbawa emosi melihat Abian yang terus saja menolaknya setiap dirinya membahas tentang perjodohan.
Darrel mendekati Abian yang masih diam dengan tangan terkepal, lalu berbisik lirih padanya. “Turuti saja kemauan Mama mu, Abian. Atau drama mencari pendamping hidup ini tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun.”
“Huh! Menyebalkan!” Abian menghela nafas kasar. “Baiklah kalau begitu. Abian setuju. Lakukan saja apa yang membuat Mama bahagia!”
Abian memang terkesan dingin dan keras kepala. Namun, jika sudah menyangkut tentang Mama nya pasti akan dia langsung menurutinya. Karena Abian tidak ingin lagi membuat Luna sedih.
“Berikan foto-foto gadis jelek itu padaku!” ucap Abian, mengambil beberapa foto tersebut dan mengamatinya satu persatu.
Cukup lama, hingga tatapan matanya jatuh pada sebuah foto seorang gadis kecil. Entah kenapa ia langsung tertarik padanya saat pertama melihatnya.
“Abian akan menikah dengan gadis ini,” ucapnya, memberikan satu lembar foto tersebut pada Luna.
“Pilihan yang tepat. Terima kasih sayang.”Luna tersenyum bangga, sudah berhasil mengelabui Abian.
Yang sebenarnya, foto-foto tersebut adalah foto dari satu gadis yang sama. Hanya saja memakai pakaian dan pose yang berbeda. Karena Luna tahu, pasti Abian hanya asal memilihnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Aidah Djafar
memang Anaya yg di jodohin sama kamu Abian 🤔😁 fotonya Anaya itu 😇
2024-03-05
0
Rindyani
Pasti foto Anaya
2024-01-09
0
☠ᴳᴿ🐅ɴᴇ𝐀⃝🥀⍣⃝ꉣꉣ🥑⃟🔰π¹¹
mommy nya pinter sekali ya
2023-12-09
0