“Siapa yang kamu bilang menyebalkan, hum?!” tanya Abian.
Anaya langsung menghentikan langkahnya dan berbalik saat mendengar suara Abian. Yang ternyata sejak tadi dia hanya pura-pura tertidur.
“A-abian?!” lirih Anaya. Gadis itu menelan saliva nya dengan susah payah. Apalagi saat melihat raut wajah dingin dan datar Abian. “Habis aku! Apa jangan-jangan dia mendengar aku mengumpatnya?” gumamnya namun hanya dalam hati.
“Kenapa diam saja? Aku sedang bertanya padamu Anaya Anderson! Siapa yang kamu bilang menyebalkan?!” tanya pria itu lagi.
“A-aku tidak–”
“Apa sekarang kamu berubah jadi gagap setelah ketahuan mengumpat suami mu sendiri?!” potong Abian.
Karena sejak tadi Anaya hanya diam mematung. Membuat Abian geram dengan tingkahnya dan berniat untuk menjahili gadis itu.
“Hah? Gagap?” lagi-lagi Anaya terlihat seperti gadis bodoh saat berada di depan Abian. Entah pesona apa yang ada pada pria itu, hingga membuat seorang Anaya tidak bisa berkutik sama sekali.
“Sudahlah tidak usah pura-pura kaget! Bilang saja kalau kamu itu mau lihat seperti apa suamimu yang tampan ini jika sedang tidur.” Abian menarik salah satu bibirnya ke atas lalu menjalankan kursi rodanya ke arah Anaya.
“Apa dia bilang tampan? Cih, pede sekali!” umpat Anaya.
Reflek gadis itu mundur ke belakang, hingga tubuhnya terpojok ke dinding.
“K-kamu mau apa?! Jangan macam-macam padaku ya! Atau aku akan teriak!” Anaya melipat kedua tangannya di depan dada, takut jika Abian melakukan sesuatu padanya.
Apalagi pakaian yang ia kenakan saat ini bisa memancing pria manapun yang melihatnya turn on, termasuk Abian.
“Teriak saja. Toh mereka tidak akan peduli dengan teriakan kamu,” ucap Abian seraya melepas satu persatu kancing kemejanya. “Jangan lupa kalau kamu itu sekarang sudah menjadi istri sah ku!”
Mendengar Abian memanggilnya istri membuat telinga Anaya gatal. Menggelikan sekali.
Sejak kapan Abian menganggap Anaya sebagai istrinya?
Anaya jadi teringat ucapan Rayya tadi pagi, tentang apa saja kewajiban seorang istri pada suaminya.
Lantas tidak mungkin ’kan kalau Abian ingin meminta haknya sekarang sebagai seorang suami?
“Kamu sendiri yang bilang tidak tertarik pernah dengan tubuh jelekku. Kamu juga bilang padaku agar jangan berharap menjadi nyonya Alfredo. Lalu kenapa sekarang kamu–”
“Berisik!” belum selesai Anaya bicara, pinggangnya sudah terlebih dulu ditarik oleh Abian. Hingga membuatnya terduduk di pangkuan pria dingin itu.
Mendapatkan perlakuan tiba-tiba seperti ini oleh Abian membuat jantung Anaya kembali berdebar tak karuan.
“Shits! Kenapa harus sekarang?!” gumam Abian dalam hati, merasakan miliknya di balik celana yang kembali sesak dan penuh.
Cukup lama mereka terdiam, Anaya mengatur nafas dan dadanya yang naik turun. Sedangkan Abian, mencoba untuk tidak kelepasan dan meminta haknya pada Anaya sekarang.
“Mandikan aku!” lirih Abian, mencengkram sedikit kuat pinggang gadis itu agar tidak kabur darinya.
“K-kamu bilang apa barusan?” tanya Anaya dengan wajah shock dan bibir menganga lebar.
“Kamu tidak tuli ’kan? Mandikan aku sekarang!” ulang Abian. Ia mengumpat dirinya sendiri karena sudah berani meminta Anaya untuk memandikannya. Pikirannya benar-benar kacau dan tidak karuan.
Untung saja posisi Anaya membelakangi Abian. Kalau tidak, mungkin saat ini gadis itu bisa melihat wajah Abian yang sudah memerah seperti tomat matang.
Biasanya Theo yang menyiapkan segalanya keperluannya. Tapi sekarang, Abian sudah menikah. Tidak mungkin ia terus bergantung pada Theo lagi.
“O-oh memandikan mu ya?” Anaya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal lalu kembali mencerna ucapan Abian. “Apa?! Memandikan mu?!” teriaknya.
*******
*******
“Selamat pagi Anaya, Tuan Abian,” sapa Rayya yang sedang menyiapkan sarapan pagi di atas meja makan. Ia lalu berjalan menghampiri sepasang pengantin baru itu dengan senyuman paling manisnya.
“Tidak perlu memperlihatkan senyum jelek mu itu karena Tuan Abian tidak akan pernah tertarik padamu!” bukan Anaya yang bicara melainkan Theo.
Kesal karena Rayya sudah membuatnya tidak bisa tidur semalam. Bahkan seharusnya pagi ini ia sudah berada di bandara. Namun, karena ketiduran saat berendam, terpaksa Theo meminta rekannya untuk menjemput Gavian.
Ia juga buru-buru ingin melihat keadaan Abian tapi ternyata pria itu sudah terlebih dulu turun bersama Anaya dengan senyuman yang terus terukir dari sudut bibirnya.
Entah apa yang terjadi pada mereka berdua di kamar mandi tadi. Yang jelas Theo bisa melihat perubahan wajah Abian yang kembali cerah. Tidak dingin dan datar seperti biasanya.
“Maafkan saya Tuan. Saya tidak pernah berpikir untuk menarik perhatian Tuan Abian. Saya cukup tahu diri dengan posisi saya saat ini,” ucap Rayya dengan kepala tertunduk ke bawah, menatap lantai dan meremas ujung gaunnya sendiri.
“Ck! Gadis kampung sepertimu itu hanya berpura-pura bersikap manis. Lalu lama kelamaan kamu akan menusuk tuan mu sendiri dari belakang seperti sinetron ikan terbang dan–”
Bugh!
Satu pukulan keras mendarat di perut Theo.
Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Anaya. Geram dengan kalimat yang pria itu lontar kan, bahkan saat ini Theo sudah membuat gadis tak bersalah itu menangis dan berlari masuk ke kamarnya.
“Argh Nona, kenapa anda malah memukul saya?” Theo mengusap perutnya berulang kali. Tenaga Anaya benar-benar di luar dugaan.
“Aku baru memukul perutmu, belum masa depanmu!” Anaya melirik tajam Theo lalu beralih pada Abian yang sejak tadi diam melihat Rayya di perlakukan seperti itu.
Anaya meninggalkan mereka berdua dan menyusul Rayya. Ia bermaksud untuk menenangkan sahabatnya.
“Dasar bodoh! Kenapa kamu bicara seperti itu pada Rayya? Apa kamu punya dendam pribadi dengannya?” tanya Abian.
Theo menggelengkan kepala sebagai jawaban.
“Kamu bahkan belum mengenal gadis itu dengan baik Theo! Jika dia berniat merayuku sudah sejak dulu saat orang tuanya menyelamatkanku!” bentak Abian.
Ia tidak habis pikir pada asisten pribadinya itu. Yang tiba-tiba marah tidak jelas pada seorang pelayan. Dan sekarang, Anaya juga ikut marah padanya.
“Atau jangan-jangan kamu pernah ditolak oleh Rayya?” tanya Abian memicingkan kedua mata curiga.
Uhuk!
Theo tersedak air liurnya sendiri saat mendengar pertanyaan Abian yang menurutnya tidak masuk akal.
“M-mana ada Tuan. Mengenalnya saja tidak! Lagi pula di dalam kamus saya tidak ada yang namanya jatuh cinta!” ucap Theo tegas. “Karen cinta bisa membuat seseorang lemah dan bodoh!”
“Jadi dulu aku bodoh ya saat jatuh cinta pada Sandra?” tanya Abian.
Theo langsung merapatkan bibirnya dan mendorong kursi roda Abian keluar dari mansion menuju ke mobil. Tuan nya itu ingin kembali bekerja karena mulai merasa bosan terus menerus berada di dalam kamar.
“Nona Anaya bilang ingin berkunjung ke rumah orangtuanya Tuan,” ucap Theo yang sedang fokus mengendarai mobilnya menuju ke kantor.
“Biarkan saja. Aku tidak peduli!” jawab Abian.
“Apa kalian sedang bertengkar?” tanya Theo. Padahal sekilas tadi ia melihat senyuman di wajah Abian tapi sekarang sudah berubah lagi ke mode datar dan dingin.
“Memangnya sejak kapan aku dan istriku akur?” Abian kembali bertanya pada Theo. “Sudahlah, fokus saja menyetir. Minta anak buahmu untuk membeli beberapa pakaian untuk Anaya. Aku tidak mau istriku pergi ke rumah orangtuanya memakai saringan tahu itu!” kesal Abian.
Masih teringat jelas saat dirinya membuka lemari pakaian dan mendapati semua gaun tidur Anaya adalah gaun yang digunakan untuk malam pertama.
“Saringan tahu?” gumam Theo dengan bingung.
Tak mau terlalu lama berpikir, ia segera menjalankan perintah Abian dan menghubungi salah satu anak buahnya untuk membeli gaun dan mengirimnya ke mansion milik Abian.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Rindyani
lingerin ....emang kyk saringan tahu ya/Facepalm/
2024-01-10
0
Rindyani
Sebenarnya nama mantan istri seharinya Abian itu Sarah atau Sandra tho?
2024-01-10
0
Qaisaa Nazarudin
Nah itu sadar .😂😂
2023-12-20
0