"Pergi kamu dari sini, selama ini aku yang membiayakan hidupmu kamu tidak ada gunanya jadi laki-laki kau hanya numpang hidup saja!" teriakan ibu yang memecah suasana yang tampak tak nyaman saat pertama kali aku memasuki rumah
Situasi itu yang sering terjadi, ibuku yang selalu bertengkar dengan ayah tiriku entah itu masalah pekerjaan atau bahkan keuangan karna ayah tiriku tidak bekerja sehingga ibu lah tulang punggung satu-satunya yang membiayai rumah ini sedangkan ayah tiriku hanya membantu ibuku saja
"Dasar perempuan gila, kamu sudah gila!" teriak ayah tiriku bersautan dengan suara ibu
"Apa?! gila ?! wanita yang kau sebut gila ini yang membiayakan hidupmu selama ini, mulai sekarang kau cari uangmu sendiri" saut ibuku yang sedang di landa amarah sembari mengejar ayah yang terpelanting berlari saat ibuku mengambil senjata tajam yang di arahkan nya pada ayah tiriku, mungkin bagiku itu adalah makanan sehari-hari nyayian setiap pagi atau bahkan tontonan yang tak dapatku hindari lagi.
Ibuku orang yang tempramental ketika amarahnya memuncak aku sering sekali menyembunyikan seluruh senjata tajam yang ada di rumah karena bisa jadi itu akan di jadikan senjata bagi ibuku ketika dia bertengkar jujur aku takut sekali karna bukan pertama kali nya ibu seperti itu di saat bersama almarhum ayahku pun ibu memang sudah seperti itu tetapi entah kenapa dia selalu mendapatkan laki-laki seperti itu jujur aku tidak dapat menyalahkan ibuku 100% karna itu juga letak kesalahan ayah yang selalu main judi mabuk-mabukan hingga terkadang kami sering sekali kelaparan di saat ayahku masih hidup. Ya waktu itu aku masih berusia sangat kecil untuk mengetahui jelas keadaan itu, aku hanya mendapat cerita dari kakak-kakak ku yang lebih tau dan masih mengingat jelas situasi itu, tapi aku sangat bersyukur saat bersama ibu kami jarang sekali tidak makan walaupun sedikit terseok-seok untuk terbilang dari kata cukup tetapi hidup kami dari segi materi jauh lebih membaik ketimbang saat ayah masih hidup dulu.
"Dari mana kamu?" ucap ibuku yang mengagetkanku, ketika ibu marah ibu selalu memarahi orang-orang sekitar ataupun yang berada dalam rumah itu, ibu marah pada satu orang semua akan kena imbas terlebih aku yang anak bungsu karna aku dan abangku yang masih tinggal bersama ibu sedangkan kakak ku yang 2 sudah memiliki kehidupan sendiri kakak ku yang satu lagi sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu Perguruan tinggi.
Aku memiliki satu kakak laki-laki dia adalah seseorang yang introvert, dia memiliki trauma yang mendalam. Sejujurnya semua saudaraku memiliki trauma bagaiamana tidak mental kami sudah di acak-acak sedari kecil keluarga berantakan bukan lah hal yang menyenangkan bagi seseorang anak kehilangan sosok tonggak utama dalam rumah itu bukanlah hal yang mudah tetapi hidup akan terus berjalan mental harus tetap di kuatkan
"Dasar anak tidak berguna, mati saja lah kau sama saja seperti ayahmu" teriakan ibu yang seringku dengar saat ibu bertengkar pada abangku sejujurnya aku ikut sakit ketika ibu mengatakan itu terhadap abangku walaupun begitu kami pun juga belum menjadi anak yang berguna, aku tak dapat menyalahkan abangku mengapa dia seperti itu karena mental setiap orang tidaklah sama terlebih dia anak laki-laki satu satunya mungkin tidak ada tempat saling bertukar pikiran atau bahkan tempat mengadu, bahkan dia pun tidak pernah dekat dengan kami karena abangku sejak usia 12 tahun dia tinggal bersama bibi dari sebelah almarhum ayah, di usia nya yang 21 tahun dia baru kembali lagi bersama kami sejujurnya pertemuan kami dan abangku adalah suatu mukjizat kami sempat kehilangan kontaknya ataupun informasi tentang abangku, abangku yang tinggal di kota Semarang sedangkan kami tinggal di Sumatra sehingga untuk kesana terlampau jauh dan membutuhkan biaya terlebih lagi pihak keluarga ayahku seperti sengaja tidak ingin mempertemukan abangku dengan kami lagi bahkan abangku banyak termakan omongan mereka yang memburuk-burukan ibuku bahkan abang timbul dendam terhadap ibuku.
"Tidak anak tidak bapak nyusahkan saja!" ucap Ibu yang masih mundar-mandir di depan rumah, aku terdiam saat ibu mengatakan itu seperti anak yang tidak tau diri aku di mata ibuku padahal aku tak pernah begitu menyusahkannya apa-apa aku mencari uang sendiri untuk belanja keperluanku bahkan saat aku selalu membantunya aku hanya bisa terdiam tak terasa air mata lagi-lagi jatuh aku masuk ke kamar merebahkan tubuhku di tempat tidur, kamar adalah tempat ternyaman bagiku meregangkan tubuhku sembari menatap langit-langit plafon. Terkadang aku merenungi nasib hidupku yang tidak sama seperti orang-orang terkadang aku begitu iri dengan anak perempuan yang terbilang cukup enak hidup mereka, dengan keluarga yang lengkap terbilang cukup. Andai aku terlahir dari keluarga harmonis mungkin aku bisa menikmati indahnya hidup layaknya seperti orang lain.
Hari telah sore aku pun menegakkan tubuhku kembali bekerja sore hari adalah waktu di mana membantu ibu untuk menyiapkan persiapan jualan, ibuku seorang pedagang bubur di pasar ayah tiriku yang selalu membantu ibu untuk pergi kepasar, setelah usai membantu ibu aku pun pergi ke kamar untuk beristirahat
Muncul notif whatsapp di layar ponsel ku My Love
[ Malam sayang ]
[ Malam juga sayang, lagi apa?] balas ku sembari tersenyum menatap layar ponsel itu, Alif adalah alasan aku tetap tersenyum walaupun terkadang banyak masalah yang bertubi-tubi datang menghampiri
[Lagi duduk, kamu lagi apa?] balas Alif
[Sama, besok kita jalan yuk?]
[Besok ada latihan basket, kamu gak ikut]
[Anya malas, gak ikut lagi]
[Yah jangan berhenti dong, kan kakak gak ada penyemangat lagi] ucap Alif menggombali ku
Aku berhenti dari ekskul basket itu karena ada masalah dengan salah satu anggota sedikit salah paham tetapi membuatku enggan untuk bergabung lagi.
[ Liat nanti lah kak, untuk sekarang Anya fokus ke pelajaran aja]
[ Ya udah tidur ] percakapan itu pun berakhir, Anya mematikan ponselnya menarik selimut untuk tidur
Aku masih membayangkan saat bersama Alif terlebih dengan kejadian itu yang masih teringat jelas olehku bagaimana ekspresi Alif saat aku dan dia melakukan hubungan suami istri, entah mengapa aku makin mencintainya. Cintaku pada Alif semakin besar, aku memejamkan mata dan terlelap dalam mimpiku
Pagi pun tiba mentari mulai mencairkan sinarnya, aku yang terbangun dari tidurku beranjak dari tempat tidur mulai mengambil handuk bersiap akan berangkat sekolah pagi itu. Setelah mandi aku bersiap dan bergegas pergi ke sekolah
Sampai di sekolah aku melihat Alif yang sedang duduk di depan kelas bersama temannya aku yang melihat dari kejauhan tersenyum malu, pesona Alif itu yang membuatku jatuh cinta padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments