"Kenapa engkau tiba-tiba mempertanyakan tentang karnaval? Apakah engkau juga memiliki kenangan dengan Airish di karnaval?"
"untuk pertanyaanmu ini, aku bisa mengatakan ya dan tidak. Aku telah memberikan nomor telepon khusus untuk Airish, nomor ini siapapun tidak mengetahuinya, hanya Airish yang mengetahuinya. Nomor telepon inilah satu-satunya harapanku untuk bertemu kembali dengan Airish. Barusan nomor ini ada yang menghubungi, setelah sekian lama tidak ada yang menghubungi. Menurutmu bagaimana Adel? Mungkinkah Airish yang menelepon?"
"waah bener-bener nih. Sahabatku sangat mengharapkan cinta sejatinya. Baiklah, aku akan membantumu. Memang benar, beberapa hari ini sedang berlangsung Palembang fair. Seperti yang engkau katakan tadi, bisa jadi Airish yang meneleponmu. Lantas apa hubungannya dengan karnaval?"
"saat panggilan telepon tadi, aku mendengar suara keramaian seperti di karnaval. Mungkin Airish menelepon di tempat karnaval itu!"
"Kalau begitu ayo kita kunjungi Palembang fair. Kalau dugaan kita benar, Airish pasti masih berada di sana. Ngomong-ngomong apakah engkau bisa mengenali wajah Airish jika nanti bertemu? Bukankah sudah hampir sepuluh tahun kalian tidak bertemu, tentu wajahnya berubah dong"
"mudah mudahan aku mengenalnya. Aku tidak berpatokan pada penampilannya kok, sudah pasti wajahnya tidak sama seperti dahulu, pasti dia lebih tampan. Aku akan mengenalnya dari kenangan yang telah kami buat"
"kenangan apa sih yang telah kalian buat? Jika hanya mengandalkan nomor telepon, bisa jadi orang lain yang telah menemukan nomor telepon itu"
"banyak Adel, salah satunya gelang ini. Dia pasti mengenalku jika dia melihat aku memakainya. Ada satu lagi. Airish telah menciptakan sebuah lagu untukku. Hanya kami berdua yang mengetahuinya, kecuali dia mengekspos lagu itu"
Tidak begitu lama, akhirnya mereka sampai di lapangan karnaval Palembang fair. Banyak sekali pertunjukan yang di selenggarakan di sana. Setiap stand menampilkan pertunjukan yang berbeda. Dari seni budaya, sains, flora dan fauna, bahkan ada stand yang memamerkan alat perang dan pertukangan.
Di bagian yang lain, ternyata Senu sedang bergabung dengan sekelompok orang yang sedang mengantri karcis. Ternyata Senu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke karnaval Palembang fair. Kini Senu sedang ikut antri mengambil beberapa karcis untuk bermain game. Di depannya terlihat banyak orang yang sedang bermain bola gelinding.
Di atas meja petugas penjualan karcis, Senu melihat ada uang kertas dua puluh ribuan yang ada tulisan pena, nomor telepon dan nama Delilah. Betapa terkejutnya Senu, tanpa berpikir panjang Senu memotong antrian dan menemui penjual karcis itu.
"hei hei! Berani sekali engkau memotong antrian? Apakah engkau merasa bisa memprovokasi aku? Cepat mundur sebelum aku menghajarmu!" pria yang sedang mengantri didepan Senu menarik kerah baju Senu.
"maaf bang, aku tidak bermaksud demikian. Aku melihat di atas meja sana ada nomor telepon yang sedang ku cari. Memang tadi aku ikut mengantri, tapi mendadak aku berubah fikiran." karena fikirannya hanya tertuju pada nomor telepon itu, Senu tidak berfikir bahwa dia sedang membuat orang menjadi kesal.
"apakah aku harus perduli dengan perkataanmu? Cepat mundur!" pria itu masih bersikeras tetap pada antrian.
Mau tak mau Senu mundur, dan kembali pada antriannya. Untunglah penjual karcis itu menyimak perdebatan Senu dengan pria itu. Lalu uang kertas yang di maksud Senu di pisahkannya, sambil menunjukkan kepada Senu. Senu mengerti maksud dari penjual karcis, dan tetap mengawasi tempat penjual karcis meletakkan uang kertas yang tertulis nomor telepon itu.
Ketika tiba giliran Senu, penjual karcis hendak mengambil uang kertas yang di maksud. Saat uang itu akan di ambil, tiba-tiba angin kencang berhembus meniup tempat itu dan uang kertas tersebut terbang tertiup angin.
Senu berteriak histeris, hingga membuat seluruh orang menatapnya dengan pandangan keheranan. "uang itu!! Uang itu tertiup angin!" Senu mengejar uang kertas yang tertiup angin. Setelah bersusah payah berusaha mendapatkan uang kertas itu, akhirnya Senu berhasil mendapatkannya. Senu langsung mengeluarkan handphone dan ingin langsung menelepon. Tetapi malang kembali di alami Senu. Panggilan telepon tidak dapat di selesaikan, karena handphone Senu tiba-tiba mati.
"aduh! Sialan. Kenapa pada saat penting seperti ini handphone ku batre lemah?" Senu tetap mencobanya walaupun handphonenya lowbat. Tapi usahanya sia-sia, Senu tidak dapat melakukan panggilan telepon.
Senu berusaha mencari pinjaman telepon dari siapapun yang di lihatnya memiliki handphone. "Mbak, bolehkah aku meminta tolong sebentar? Handphone saya sedang lowbat. Bisakah mbak meminjamkan handphone mbak barang sebentar?"
Untunglah wanita itu berbaik hati dan meminjamkan handphonenya. Senu mulai menekan angka yang tertulis pada uang kertas itu, dan melakukan panggilan.
"halo, apakah benar ini Delilah?"
Delilah yang begitu terkejut melihat handphonenya ada panggilan masuk, segera menjawab. "iya benar, aku Delilah. Apakah aku mengenalmu?"
"Delilah! Aku Airish. Apakah engkau telah melupakanku? Aku Senu yang dahulu pernah mengenalmu."
"hai Airish. Kau dimana sekarang? Kenapa baru menghubungiku, apakah engkau telah melupakanku?"
"mana mungkin aku melupakanmu? Selama ini aku selalu mencarimu, bahkan aku setiap hari selalu memikirkan mu. Aku baru kali ini menghubungimu karena nomor telepon yang engkau berikan direbut oleh Pandu, orang yang mencelakakanku dahulu, kini aku menemukannya kembali secara tidak sengaja."
"Bisakah kita bertemu sekarang? Kau sekarang di mana?"
"aku di karnaval. Biarkan aku menemuimu, kau ada di mana?"
"aku di ka....." Tut..Tut..Tut... Tiba-tiba panggilan terputus, karena handphone Delilah habis baterai. Delilah kesal dengan handphonenya yang tidak bekerjasama.
"Adelia, sekarang bagaimana dong? Airish sudah ke dapatkan jejaknya, tetapi bagaimana cara kita menemuinya? Delilah hanya mengetahui bahwa Airish sedang berada di karnaval. Ini berarti mereka berada di tempat yang sama.
"Junnu, tadi kau mengatakan bahwa kalian memiliki sebuah kenangan berupa sebuah lagu. Coba kau lihat disana, bukankah itu stand seni dan budaya? Seharusnya disana ada alat musik. Bukankah kalian sama-sama suka alat musik biola? Ayo kita coba kesana."
"owh Adelia, engkau benar-benar sahabatku yang cerdas. Benar juga yang engkau katakan, Airish pasti mendengar alat musik biola yang ku mainkan, karena dia sedang di tempat ini."
Lalu Delilah dan Adelia mengunjungi stand musik dan budaya yang tidak jauh dari tempat mereka berada. Sementara Senu masih berada di stand permainan bola gelinding yang terletak tidak jauh dari stand seni dan budaya. Senu di sana bukan sedang bermain bola gelinding. Senu masih penasaran dengan panggilan telepon yang terputus.
Ketika Senu sedang menyerah dengan keadaan, sayup-sayup terdengar suara biola yang sangat merdu. Karena Senu sangat menggemari biola, Senu bisa membedakan apakah pemain biola itu mahir atau biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments