Kerajaan Champa

Pada saat matahari terbit dengan semburat keemasan di ufuk timur, deru angin laut menghantarkan aroma garam ke udara. Ribuan kapal angkatan laut Mongol, dengan layar berkibar dan bendera berkibar, menjulang di atas ombak menuju pantai Champa. Itu adalah ekspedisi besar yang dipersiapkan dengan cermat oleh Kubilai Khan, penguasa Mongol yang berkeinginan menaklukkan Nusantara yang lebih luas.

Kapal-kapal ini adalah ekspresi kekuatan dan tekad dari bangsa Mongol yang kuat. Kapal-kapal itu membawa tentara yang tangguh dan penuh semangat, terdiri dari para prajurit yang siap untuk memenuhi panggilan tugas, menjelajahi wilayah yang belum mereka kenal sebelumnya. Dengan meriam-meriam dan senjata-senjata lainnya yang mengkilat di atas kapal, mereka membawa potensi untuk memaksa wilayah yang mereka hadapi tunduk di bawah bayang-bayang Kubilai Khan.

Namun, saat mereka tiba di pantai Champa, mereka menemui tantangan yang tidak terduga. Kapal-kapal itu telah menghadapi cuaca yang keras di laut lepas, dan akibatnya, beberapa di antaranya mengalami kerusakan. Mereka membutuhkan perbaikan mendesak sebelum melanjutkan perjalanan. Selain itu, persediaan mereka perlu diisi ulang untuk memastikan kelangsungan perjalanan mereka yang akan berlanjut ke tujuan akhir mereka, yaitu Jawa.

Kapal-kapal yang telah mengarungi laut luas dengan tekad yang kuat akhirnya berlabuh di pelabuhan Champa. Penduduk setempat dengan rasa ingin tahu dan keingintahuan menyambut kedatangan mereka, merasa terkagum-kagum oleh pemandangan yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Namun, di tengah kekaguman ini, tentu saja ada kecemasan dan pertanyaan tentang tujuan dan niat ekspedisi ini.

Disisi lain sang penguasa dari kerajaan Champa, Raja Jaya Simhavarman merasa gundah didalam istananya. Dalam ketenangan istana, secercah kegelisahan mulai merembes ke dalam pikiran Jaya Simhavarman. Kabar-kabar tentang pasukan besar yang bergerak di bawah bendera bangsa Mongol tiba di telinganya seperti angin sejuk yang memeluk bumi yang gersang. Ia memahami bahwa masa depan Champa bergantung pada tindakan-tindakannya selanjutnya. Dengan hati yang berat, ia memanggil para penasehat terbaiknya untuk merancang strategi.

Di dalam aula istana pertemuan pun dimulai. Jaya Simhavarman dikelilingi oleh para penasehat dan panglima perang yang berpengalaman, sosok-sosok yang membentuk pilar-pilar kebijakan kerajaan. Wajah-wajah serius dan berpikir panjang mencerminkan tekad mereka untuk melindungi tanah air dari bahaya yang mengancam.

“Yang mulia, bangsa mongol tiba di pelabuhan, kapal kapal mereka cukup besar dilengkapi persenjataan lengkap” ucap salah satu panglima.

“Berapa banyak kapal mereka, seberapa banyak pasukan mereka”

“Ribuan yang mulia, tak terhitung jumlahnya”

“Segera siapkan pasukan, kita tidak tahu tindakan mongol selanjutnya”

Raja Jaya Simhavarman sangat khawatir jika mongol kembali menginvasi kerajaannya, karena pendahulunya raja Indra varman, dulu pernah menolak untuk tunduk dibawah kekaisaran mongol. Kondisi champa kacau pada waktu itu karena Champa tidak mau tunduk, sehingga mongol menginvasi dan menaklukkan kerajaan Champa

Pada saat itu raja Indera varman ditahan oleh mereka, namun beruntung Jaya Simhavarman berhasil meloloskan diri. Raja kertanegara dari Singasari saat itu bersimpati kepada Champa, ia memberi pertolongan kepada Jaya Simhavarman. Bantuan dari Singasari pada waktu itu benar-benar membuat Champa berhasil keluar dari cengkeraman Mongol.

Raja Kertanegara dari Singasari sudah sangat memprediksi ancaman dari mongol bertahun-tahun lamanya, ia meningkatkan pengaruhnya ke kerajaan-kerajaan besar seperti melayu dan Champa. Semenjak dikirimkannya bantuan dari Singasari ke Champa, membuat hubungan keduanya makin erat. Namun kali ini Jaya Simhavarman merasa resah apakah Singasari akan membantunya lagi?

Kemudian dari balik gerbang aula, seseorang datang dengan tergesa gesa menemui raja.

“Yang mulia, hamba datang untuk menyampaikan informasi yang saya dapatkan, pasukan mongol singgah hanya mengisi perbekalan dan memperbaiki kapal, mereka akan melanjutkan perjalanan besok pagi menuju ke tanah jawa”

Raja Jaya Simhavarman terkejut mendengarnya, kemudian ia mendiskusikan bersama panglima dan penasihatnya untuk merencanakan pengusiran mongol. Raja Jaya simhavarman merasa bahwa ini waktunya untuk membalas budi kepada Singasari.

Di tengah diskusi yang mendalam, terkuaklah strategi yang brilian. Jaya Simhavarman memahami bahwa bangsa Mongol memiliki kekuatan luar biasa dalam jumlah pasukan, namun kekuatan itu dapat dilawan dengan kecerdikan dan taktik yang tepat. Ia memutuskan untuk memfokuskan perhatian pada pertahanan di sekitaran pelabuhan, kemudian menyerang mereka menggunakan taktik gerilya, menyerang satu persatu pasukan mongol diam-diam dalam bayangan.

Di pelabuhan yang luas dan sibuk, suasana gelap mulai menyelinap seiring senja yang mendekat. Suasana masih cukup ramai dengan aktivitas perdagangan. Pasukan mongol yang sedari tadi sibuk membeli perbekalan dan perbaikan kata, kini terlihat terombang-ambing dan goyah seperti kapal dalam badai.

Suara riuh rendah dan tawa yang serak mengisi udara, menciptakan suasana yang aneh dan menegangkan. Para pelaut dan prajurit, kini berjalan dengan langkah yang tak menentu, seolah-olah lautan itu sendiri telah mengguncang keseimbangan mereka. Wajah-wajah yang biasanya serius, sekarang tertawa-tawa dan terdengar teriakan meriah yang terkadang terlalu keras.

Pandangan mata yang sayu dan ekspresi wajah yang terdistorsi mengungkapkan bahwa orang-orang ini telah mengalami lebih dari sekedar rasa senang. Sementara beberapa berusaha berjalan lurus, banyak yang tersandung dan terjatuh dengan tawa histeris. Kendi-kendi kosong berserakan di sekitar, menjadi saksi bisu dari kegembiraan liar yang melanda pelabuhan.

Lampu-lampu pelabuhan dan lampu-lampu jalan yang gemerlap memantulkan cahaya ke wajah-wajah yang buram. Seakan-akan pelabuhan itu sendiri ikut dalam perayaan penuh kenakalan ini. Namun, di balik kilauan cahaya dan kegembiraan semu itu, terasa ada ketidakstabilan dan kerentanan yang menggantung di udara.

Halraf duduk bersama di dekat mereka, ia terus menerus disodori kendi arak, kemudian ia dirangkul oleh salah satu prajurit untuk berdansa. Halraf menolak ajakan mereka, ia merasa mereka semua orang bodoh, terlalu sombong membanggakan diri mereka sendiri. Halraf pun pergi dari tempat itu dan naik ke kapal.

Para penduduk Champa pelabuhan berusaha keras menjaga ketertiban, namun tugas mereka menjadi semakin sulit karena para prajurit mabuk ini terlalu lepas kendali. Tawa, nyanyian yang kacau, dan kadang-kadang perkelahian kecil pecah di sela-sela kerumunan.

Para penduduk Champa pun meninggalkan mereka satu persatu. Pelabuhan perlahan menjadi sepi hanya menyisakan para prajurit dengan suara tawa dan nyanyian. Lampu yang tadinya terang kini padam satu persatu, pelabuhan menjadi gelap menyisakan rembulan yang memantul dilautan.

Pasukan sama sekali tidak peduli dengan keanehan yang terjadi. Tiba-tiba musuh yang bersembunyi dalam bayang-bayang, menyerang dan menghilang seolah-olah menyatu dengan alam, canda tawa berubah menjadi teriakan panik penuh kengerian.

Pasukan Mongol, yang sebelumnya yakin dengan keunggulan mereka, terkejut oleh serangan yang datang tanpa aba-aba. Dalam sekejap, panah-panah tajam dan senjata-senjata lainnya menerjang pasukan Mongol seperti hujan deras yang tak terduga.

Dalam kebingungan yang mendera, pasukan Mongol berusaha mencari sumber serangan. Namun, musuh mereka seperti hantu yang tak terlihat, datang dan pergi dengan cepat dalam bayang-bayang. Pasukan Champa menggunakan keahlian mereka dalam taktik gerilya, muncul dan menghilang kembali sebelum pasukan Mongol bisa bereaksi.

Pasukan Champa tidak pernah memberikan peluang kepada pasukan Mongol untuk berkumpul dan mengatur diri. Mereka terus melancarkan serangan-serangan kecil yang efektif, menyebabkan kepanikan dan kerusakan di tengah barisan Mongol. Suara teriakan, seruan, dan suara senjata mengisi udara, menciptakan medan pertempuran yang kacau dan mencekam.

Dalam hembusan angin laut yang dingin, pasukan Mongol merasakan betapa sulitnya melawan musuh yang seperti angin yang tak terlihat. Meskipun mereka memiliki jumlah pasukan yang lebih besar, taktik gerilya yang dilakukan oleh pasukan Champa membuat mereka semakin terpojok.

Setiap kali mereka berusaha untuk mengejar musuh yang menghilang, mereka hanya menemukan pelabuhan gelap yang sunyi dan pemandangan yang kosong. Keputusasaan merayap dalam pikiran mereka, mengingat betapa sulitnya melawan musuh yang tak terlihat dan terus bergerak dalam bayang-bayang.

Akhirnya, pasukan Mongol terpaksa mundur dan segera meninggalkan pelabuhan yang dipenuhi perlawanan tak terlihat. Jaya Simhavarman dan pasukannya menghadapi kemenangan dengan rendah hati, tahu bahwa kemenangan ini adalah hasil dari persatuan dan kerja keras mereka.

Di antara suka cita dan kelegaan, Jaya Simhavarman menyadari bahwa perjuangannya belum berakhir. Namun, ia juga menyadari bahwa semangat perlawanan dan kerjasama yang telah terbentuk akan menjadi pondasi bagi masa depan Champa yang lebih kuat.

Dalam cahaya rembulan yang memancarkan semangat kemenangan, Jaya Simhavarman I berjalan di antara para pasukannya, wajahnya memancarkan kepuasan dan harapan. Ia telah membuktikan bahwa ketika tekad kuat dan kebijaksanaan bergandengan tangan, bahkan ancaman terbesar pun bisa dihadapi dan ditaklukkan. Sang raja tersenyum puas melihat kepergian kapal-kapal pasukan mongol.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!