Persiapan Untuk Ekspedisi Ke Nusantara

Keesokan harinya tiga pemimpin pasukan Mongol, Ike Mese, Panglima Shi Bi, dan Laksamana Guo Xing memulai persiapan. Mereka bekerja tanpa lelah mempersiapkan diri selama tiga tahun untuk ekspedisi besar-besaran ke Nusantara. Setiap panglima memiliki peran penting dalam persiapan ini, membawa keahlian dan dedikasi mereka masing-masing.

Panglima Shi Bi, seorang komandan militer yang tegas dan berpengalaman, bertanggung jawab atas pengumpulan pasukan dan analisis taktik perang. Panglima Shi Bi melihat perlunya mengumpulkan pasukan yang kuat untuk mendukung ekspedisi ke Nusantara. Untuk itu, ia memutuskan untuk merekrut orang-orang dari provinsi-provinsi di Tiongkok yang memiliki keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan dalam perjalanan panjang dan tugas-tugas berat.

Proses perekrutan dimulai di provinsi Fujian, yang terletak di dekat laut. Provinsi ini dikenal memiliki banyak nelayan yang terampil dalam menghadapi medan laut yang sulit. Panglima Shi Bi memahami pentingnya memiliki pasukan yang terbiasa dengan lautan, sehingga ia mencari orang-orang yang memiliki pengalaman dalam mengarungi ombak dan menghadapi tantangan di tengah laut yang luas.

Selanjutnya, di provinsi Jiangxi, yang terkenal dengan pegunungan dan sungai-sungai yang melintasinya, Panglima Shi Bi mencari prajurit yang tangguh dan terlatih dalam medan pegunungan yang sulit. Orang-orang dari provinsi ini telah lama hidup dengan tantangan alam yang keras, dan mereka memiliki ketahanan dan keuletan yang diperlukan untuk bertahan dalam kondisi yang sulit.

Selanjutnya, di provinsi Huguang, Panglima Shi Bi menemukan banyak individu yang telah mengembangkan keterampilan bertahan hidup di wilayah yang beragam, termasuk pegunungan dan sungai. Orang-orang dari provinsi ini memiliki pengetahuan tentang cara beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dan mampu bergerak dengan gesit di medan yang berubah-ubah.

Melalui proses seleksi yang ketat, Panglima Shi Bi membangun pasukan yang memiliki keahlian dan keuletan yang diperlukan untuk menghadapi perjalanan panjang dan berbagai tantangan di Nusantara. Ia mengakui bahwa keberagaman latar belakang dan keterampilan prajuritnya akan menjadi aset berharga dalam persiapan ekspedisi. Setelah proses seleksi yang ketat Panglima Shi Bi mendapatkan sekiranya dua puluh ribu prajurit. Dengan teliti, ia menyusun rencana perang yang mendetail, mempertimbangkan medan tempur yang tidak dikenal dan beragam di Nusantara. Ia memimpin latihan-latihan intensif untuk memastikan pasukannya siap menghadapi berbagai kemungkinan dalam pertempuran nantinya. Dalam sesi analisis taktik, ia menguraikan kekuatan dan kelemahan musuh potensial serta merancang strategi yang efektif untuk menghadapinya.

Hal melihat panglima Shi Bi melatih pasukannya dari jauh, ia merasa tak sanggup lagi jika harus melanjutkan dendam kepada pasukan Mongol yang telah membunuh teman-temannya dan membawa dirinya ke istana. Namun dalam hatinya, ia membawa api kebencian yang berkobar-kobar terhadap mereka yang telah mengancam kedamaian dan kesejahteraannya. Namun, ia tahu bahwa membenci saja tidak akan membantu apa pun. Oleh karena itu, ia memutuskan berusaha untuk berlatih sendiri, menunjukkan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap nasibnya sendiri.

 

Setiap Hari ia berlatih dengan keras. Ia mempertajam keterampilan tempur, mengasah kelincahan, dan memperkuat otot-ototnya. Pada saat matahari terbit hingga terbenam, ia melibatkan diri dalam latihan fisik yang keras, menjalankan berbagai latihan bela diri, memanah dengan presisi, dan merancang taktik yang akan membantunya dalam pertempuran nantinya.

Dalam suatu momen, ia mencoba menguji hasil latihan kerasnya Hal mengajukan tantangan duel kepada Panglima Shi Bi. Matanya berbinar penuh tekad dan semangat, dengan keinginan kuat untuk membuktikan kemampuannya di hadapan prajurit-prajurit lainnya. Hal yakin bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk menunjukkan keterampilan tempurnya kepada mereka yang meragukannya.

Panglima Shi Bi dengan ramah menerima tantangan tersebut. Ia melihat dalam mata Hal semangat dan semangat yang tulus, yang membuatnya ingin membantu prajurit muda ini mengembangkan potensinya. Mereka berduel dengan pedang, gerakan tajam dan cepat, memantulkan cahaya matahari ke segala penjuru.

Namun, dalam serangkaian pertempuran, Hal mengalami kekalahan yang berturut-turut. Meskipun ia memiliki semangat yang kuat, keterampilan tempurnya belum cukup matang untuk mengalahkan keahlian dan pengalaman Panglima Shi Bi. Hal tidak merasa putus asa, malah semakin bertekad untuk belajar dan tumbuh dari setiap kekalahan yang ia alami.

Melihat semangat dan tekad Hal yang tidak pernah surut, Panglima Shi Bi merasa terkesan. Ia memutuskan untuk tidak hanya mengalahkan Hal dalam duel, tetapi juga membantu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Ia memutuskan untuk mengajarkan teknik-teknik berpedang yang lebih canggih kepada Hal, memberinya wawasan tentang bagaimana mengkombinasikan kecepatan, kelincahan, dan ketepatan dalam pertempuran.

Hal menerima pelajaran dari Panglima Shi Bi dengan rendah hati. Ia merasa terhormat dan bersemangat untuk belajar dari seseorang yang begitu berpengalaman. Panglima Shi Bi juga memberikan saran dan petunjuk tentang bagaimana menjaga ketenangan pikiran di tengah pertempuran, serta mengembangkan strategi yang efektif dalam situasi yang sulit.

Selama periode latihan yang intens dengan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Panglima Shi Bi, Hal mengalami perubahan yang signifikan dalam pola pikir dan emosinya. Hal yang awalnya penuh dendam dan kebencian terhadap pasukan Mongol, ia sekarang merasakan bahwa kebersamaan dan solidaritas mulai tumbuh di antara dirinya dan rekan-rekan prajurit Mongol.

Hal menyadari bahwa meskipun mereka berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, tujuan mereka dalam latihan dan persiapan ekspedisi adalah sama yaitu untuk menjalani tugas mereka dengan baik dan menghadapi tantangan bersama. Ketika mereka berlatih bersama, berduel, dan melalui berbagai latihan fisik yang menuntut, Hal semakin merasa adanya ikatan yang berkembang antara dirinya dan pasukan Mongol. Mereka berbagi pengalaman, tawa, dan kerja keras, yang mengubah perspektif Hal.

Dalam menghabiskan waktu bersama, Hal mulai melihat individu-individu dalam pasukan Mongol sebagai rekan dan teman. Ia menyadari bahwa mereka juga manusia yang memiliki tujuan dan impian yang serupa. Rasa dendam dan kebencian perlahan-lahan tergantikan oleh rasa saling menghormati dan bekerja sama. Ia mulai memahami bahwa konflik dan perbedaan bisa diatasi melalui komunikasi yang baik dan kerja tim yang efektif.

Solidaritas yang berkembang di antara Hal dan pasukan Mongol memberikan kepadanya pandangan yang lebih luas dan terbuka terhadap hubungan antarbudaya. Ia belajar untuk melihat di luar perbedaan dan menilai orang berdasarkan karakter dan tindakan mereka. Kini, Hal merasa dirinya lebih kuat dalam menghadapi tantangan yang akan datang, bukan hanya karena keterampilan tempur yang ia pelajari, tetapi juga karena kebersamaan yang ia bangun dengan rekan-rekan prajuritnya.

Dalam pengakuan atas tekad dan semangatnya yang tak pernah surut, pasukan Mongol memberikan julukan "Raf" kepada Hal. Julukan ini bukan hanya sebagai tanda penghormatan, tetapi juga sebagai pengakuan atas perubahan besar dalam dirinya. "Raf" menjadi simbol kesetiaan, persahabatan, dan semangat bersama yang telah tumbuh dalam diri Hal, meleburkan batasan budaya dan bahasa yang mungkin pernah memisahkan mereka.

Halraf, menjadi inspirasi bagi pasukan Mongol dengan kemauannya untuk berubah, tumbuh, dan mengatasi prasangka yang ada. Bersama dengan mereka, ia melanjutkan latihan dan persiapan untuk ekspedisi yang akan datang, membuktikan bahwa persatuan dan kebersamaan lebih kuat daripada dendam dan perpecahan.

Di sisi lain, Laksamana Guo Xing, seorang pemimpin yang kuat dan berpengalaman dalam hal operasi militer laut, menjadi sosok sentral dalam persiapan ekspedisi Mongol ke Nusantara. Ia memahami betapa pentingnya persiapan yang matang dan keahlian di laut dalam menghadapi tantangan ekspedisi jauh seperti ini. Dengan tekad yang kuat, Laksamana Guo Xing memfokuskan perhatiannya pada pembuatan kapal-kapal perang yang tangguh dan pelatihan para awaknya.

Ia mengambil peran yang sangat serius dalam memimpin pembuatan kapal-kapal perang yang akan digunakan dalam ekspedisi tersebut. Setiap kapal direncanakan dengan cermat, diperhitungkan setiap detailnya agar mampu menghadapi cuaca buruk, ombak besar, dan medan yang mungkin sulit dihadapi di lautan yang belum dikenal. Laksamana Guo Xing memastikan bahwa kapal-kapal tersebut memiliki struktur yang kokoh, peralatan yang andal, serta kemampuan navigasi yang baik.

Selain itu, Laksamana Guo Xing juga sangat peduli terhadap kesiapan para awak kapal. Ia memberikan pelatihan yang intensif kepada para awak, mengajarkan mereka keterampilan navigasi, taktik perang laut, dan teknik bertahan di tengah medan yang mungkin penuh tantangan. Dengan kemampuan dan kepercayaan diri yang diperoleh dari pelatihan ini, para awak kapal menjadi pasukan yang siap menghadapi segala hal dalam perjalanan mereka.

Tidak hanya itu, Laksamana Guo Xing juga memastikan bahwa persediaan dan perbekalan kapal cukup untuk memenuhi kebutuhan selama ekspedisi berlangsung. Ia merencanakan dengan cermat agar pasukan memiliki cukup makanan, air, dan perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk bertahan selama setahun di lautan yang tak berujung.

Laksamana Guo Xing menjadi sosok yang memberikan keyakinan kepada pasukan Mongol bahwa persiapan yang matang akan memaksimalkan peluang kesuksesan dalam ekspedisi tersebut. Dengan dedikasinya yang tak tergoyahkan dalam memimpin pembuatan kapal dan pelatihan awak, serta kesiapannya menghadapi tantangan laut yang sulit, ia memberikan fondasi kuat bagi keberhasilan misi ekspedisi mereka.

Sementara itu, Ike Mese, ahli pelayaran dari suku Uighur, memimpin perencanaan rute pelayaran ekspedisi. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang arus dan angin untuk merancang rute yang paling efisien dan aman. Ia bekerja dengan para navigator untuk memastikan bahwa setiap detail dari perjalanan laut telah dipertimbangkan dengan matang. Ike Mese juga merancang strategi navigasi untuk menghindari potensi bahaya dan mengoptimalkan perjalanan menuju Nusantara.

Tiga tahun persiapan ini tidak hanya mempersiapkan pasukan dan perbekalan fisik, tetapi juga membangun kekompakan dan kepercayaan di antara para panglima dan pasukan mereka. Kerja keras dan kolaborasi yang intensif antara Ike Mese, Panglima Shi Bi, dan Laksamana Guo Xing membentuk dasar kuat bagi ekspedisi besar-besaran yang akan datang, menunjukkan komitmen mereka untuk menghormati dan memenuhi harapan sang kaisar Kublai Khan.

... ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!