Di bawah sinar mentari yang baru saja menyambut pagi, langit di sekitar perkebunan itu terlihat cerah dan hangat. Di suatu sudut dekat sungai, terdapat sebuah kegiatan yang selalu mempesona, yaitu penempaan. Naran, seorang budak yang memiliki bakat sebagai pandai besi, memulai hari itu dengan semangat. Dengan sikap penuh tekun, dia bekerja di atas tungku, memanaskan api hingga membara, siap untuk membentuk logam menjadi karya-karya yang menakjubkan.
Naran mengangkat palu dengan penuh keahlian dan kemampuan. Ketukan-ketukan palu itu bergema seperti irama musik yang memukau, mengubah logam yang dingin menjadi bentuk-bentuk yang indah dan bermanfaat. Setiap gerakan tangannya dipenuhi dengan perasaan dan detail yang teliti, seolah-olah logam itu hidup dan berbicara melalui karya tangan Naran.
Pagi itu, sementara Naran asyik dalam karyanya, dia mendengar langkah kaki yang mendekat. Dia berbalik, dan mata mereka bertemu dengan pandangan Hal, budak pertanian kentang. Naran mengenali ekspresi di wajah Hal, dan dia bisa merasakan tekad dan semangat yang membara di baliknya.
"Hal, selamat pagi," sapa Naran ramah sambil meletakkan palu dan tungku, mengalihkan perhatiannya pada temannya.
"Halo, Naran," jawab Hal dengan senyuman lembut.
"Aku melihatmu bekerja dengan semangat pagi ini. Kau benar-benar berbakat sebagai pandai besi."
Naran tersenyum bangga, merasa dihargai atas kemampuannya.
"Terima kasih, Hal. Aku mencintai pekerjaan ini. Ini memberikan arti dalam hidupku, dan aku senang bisa menciptakan karya yang bermanfaat bagi orang lain"
"Naran, aku tahu betapa berharganya keahlianmu. Aku datang untuk meminta bantuanmu," ucap Hal dengan tulus. Wajah Naran berubah menjadi serius, mendengar permintaan temannya.
"Tentu saja, Hal. Apa yang bisa kubantu?"
Hal menjelaskan tentang keinginannya untuk membantu budak lain yang masih terjebak dalam perbudakan, memberikan mereka harapan dan kesempatan untuk kebebasan. Dia bercerita tentang rencananya untuk menciptakan gerakan solidaritas di antara mereka.
"Aku berpikir, dengan keahlianmu sebagai pandai besi, kita bisa menciptakan peralatan dan alat yang akan membantu dalam perjuangan kita," lanjut Hal, penuh harap.
Naran mendengarkan dengan penuh perhatian, dan senyumnya kembali muncul.
"Hal, aku bangga bisa membantu. Kita akan bekerja bersama untuk menciptakan alat yang berguna bagi perjuangan kita."
Saat siang hari tiba, mereka bersama-sama menghabiskan waktu untuk belajar dan meningkatkan pengetahuan mereka. Naran memberikan pelajaran tentang keahliannya sebagai pandai besi, sementara yang lain berbagi pengetahuan tentang pertanian dan keterampilan lain yang dimiliki.
Naran pun menjelaskan hal pertama yang harus dilakukan adalah menyaring pasir. Kain kasa bisa digunakan sebagai alat untuk menyaring pasir. Pasir diayak melalui kain kasa dengan ukuran lubang yang lebih besar daripada butiran pasir. Kotoran atau material lainnya yang lebih besar akan terjebak di atas saringan, sementara pasir yang lebih halus akan jatuh ke bawah dan dapat diambil.
Hal pun bergegas mengambil satu ember penuh pasir dan satu ember kosong, lalu ia melakukan saran yang diberikan oleh Naran menuang pasir sedikit demi sedikit di kain kasa, dan menggoyang-goyangkannya, pasir dengan ukuran kecil pun jatuh ke dalam ember.
Setelah selesai menyaring Hal memberikan pasir yang sudah disaring kepada Naran. Pasir itu ia letakkan ke dalam tungku tahan panas untuk proses peleburan. Kemudian di masukkan ke dalam bara api dengan suhu yang tinggi.
Sembari menunggu pasir melebur, Hal kembali mengambil ember kosong dan pergi ke sungai untuk mengambil pasir.
Air sungai yang jernih mengalir dengan riak kecil, memberi kesan menyegarkan dan menyenangkan. Terlihat bagian dasar sungai yang nampak bebatuan halus dan ikan-ikan berenang kesana kemari seperti sedang bermain.
Hal pun mengikuti gerak gerik ikan itu, wajahnya penuh semangat dan matanya memunculkan kegembiraan. Tubuhnya merunduk rendah untuk menyesuaikan posisi yang pas, terkadang juga jongkok di pinggir sungai untuk menjaga keseimbangan. Setiap gerakan tubuhnya seirama dengan irama sungai membuat aksinya lebih efektif. Beberapa ikan tampaknya penasaran dengan manusia satu ini. Kedua tangan Hal menengadah ke bawah seperti jala, perlahan menuntun ikan ke tepian sungai dekat batu. Kemudian dengan sigap ia langsung menangkap ikannya. Namun sayang gerakan ikan terlalu cepat, ikan itu berhasil mempermainkan Hal.
Namun Hal tidak putus asa, kali ini ia melihat ikan yang cukup besar, ia mencoba menggunakan taktiknya seperti tadi. Ketika ia berhasil menangkapnya, ekspresi wajahnya berubah menjadi penuh kegembiraan dan kepuasan. Kemudian ikannya ia letakkan di ember kosong tadi.
Kemenangan pertamanya hanya membuat semangatnya semakin membara. Ia tak henti-henti mencari dan meraba raba air sungai dengan teliti dan , saat tangannya menyentuh sesuatu yang bergerak dengan sigap ia menangkapnya.
Namun bukan ikan yang ia tangkap melainkan seekor katak. Katak itu pun menatap Hal, dan Hal pun kembali menatap katak itu dengan tajam. Lalu katak itu tiba-tiba melompat ke arah wajahnya. Hal pun terkejut dan jatuh terjengkang ke belakang membuat pakaiannya basah kuyup. Ia pun merasa kesal dan mengejar katak tadi, tapi bukannya malah tertangkap Hal malah terjatuh lagi, membuat bajunya tambah basah. Hal pun mengibaskan air dengan tangannya untuk melampiaskan kekesalannya.
Hal pun kembali menangkap ikan. Satu demi satu ia menangkap ikan hingga tak terasa, tangannya yang tangguh dan gesit berhasil menangkap banyak ikan. Kemudian Hal kembali ke tempat Naran dengan membawa seember penuh ikan.
Di perjalanan nampak dari kejauhan teman-teman Hal yang bekerja di lahan. Mereka bekerja dengan tekun dan semangat, karena harapan akan kebebasan adalah pendorong yang menggerakkan mereka.
Hal mencoba mendatangi mereka namun ia menunda niatnya karena ingin membantu Naran terlebih dahulu. Hal pun bergegas menemui Naran, namun ia baru sadar bahwa tujuan awal Hal ke sungai untuk mengambil pasir, tetapi ia malah keasikan menangkap ikan. Kemudian Hal meminta maaf kepada Naran karena melupakan pekerjaannya.
Naran pun tertawa melihat tingkah kekanakan Hal. Kemudian ia mengambil tungku peleburan didalam bara api. Terlihat pasir sudah meleleh berwarna abu-abu mengkilat. Hal pun nampak takjub dibuatnya, matanya melebar terpaku melihat perubahan pasir yang tadinya kasar menjadi cair seperti air.
“Nah, Hal, ini adalah hasil dari pasir yang kamu saring tadi, pasir itu mengandung yang namanya bijih hematit, atau pasir besi, kemudian dilelehkan dengan suhu tinggi dan jadilah seperti ini, logam cair namanya”
“Kemudian langkah selanjutnya adalah pencetakan. Logam cair ini kita cetak menjadi logam utuh. Logam cair dituang ke dalam cetakan pasir, kemudian tunggu hingga cukup dingin” lanjut Naran sambil menuangkan logam cair.
“Apakah proses pembuatan logam ini harus menggunakan pasir besi” Tanya Hal.
“Tidak harus, kita juga bisa menggunakan bijih besi murni, namun bahan itu sangat sukar di ditemukan”
Sambil menunggu logam dingin, Hal mengambil satu ikan kecil yang ia tangkap tadi. Ia tusuk ikan itu menggunakan ranting pohon dan memasukkannya ke bara api. Namun ikan itu malah gosong karena suhunya yang terlalu panas.
Naran yang melihatnya, mengajari Hal, cara membakar makanan yang benar. Ia mengambil arang-arang dari tungku, kemudian ia tata berjajar dengan rapi, sambil ia mengibaskan tangannya untuk menjaga api tetap menyala. Kemudian Hal mengambil ikan lagi, ia mengambil ikan dua ekor untuk diberikan satunya kepada Naran.
Mereka berdua saling mengibaskan tangannya sambil membolak-balikkan ikan di atas bara api. Suara gemerisik ikan yang terkena api, menambah rasa lapar dan keinginan untuk segera mencicipi hidangan itu. Perlahan-lahan, aroma harum ikan yang sedang dibakar mulai menyebar di udara. Hal tersenyum bahagia, hatinya berbunga bunga tak sabar untuk menanti momen untuk mencicipi ikan bakar yang ia pegang.
Setelah beberapa saat, ikan itu matang dengan sempurna. Kulitnya garing dengan warna keemasan berpadu dengan aroma yang sedap menggoda selera, memancing rasa lapar dan rasa penasaran untuk mencicipi cita rasa ikan bakar ini. Siapa pun yang melihatnya ingin segera menyantapnya
Hal dan Naran dengan penuh sukacita mengangkat ikan itu dari atas bara api. Rasa gurih ikan bakar yang baru matang, dengan sensasi kulit yang garing dan kelezatan daging yang lembut mencair didalam mulut. Rasa penasaran dan kegembiraan terus memancar di wajah mereka saat mereka menikmati setiap gigitan ikan tersebut. Mereka merasa seperti menemukan sebuah harta karun baru. Memberikan pengalaman makan daging yang memuaskan untuk pertama kalinya dan tidak akan terlupakan oleh mereka.
Setelah makan ikan mereka kembali melanjutkan pekerjaan, logam cair yang dicetak tadi pun sudah dingin dan terbentuk. Naran mengambil logam yang dicetak tadi menggunakan capit besi dan dimasukkannya ke dalam ember berisi air. Kemudian logam itu ia panaskan lagi dengan suhu yang sesuai sampai logam itu memerah dan menjadi panas. Proses pemanasan ini dilakukan bertujuan untuk melunakkan logam agar mudah untuk di tempa dan dibentuk sesuai dengan keinginan.
Ketika logam mencapai suhu yang tepat, Naran memotong logam itu karena dirasa terlalu banyak, kemudian menempanya menggunakan palu khusus. Tubuhnya tegap, stabil dan seimbang, kedua kakinya terpisah selebar bahu. Posisi tubuhnya santai untuk mengurangi stres pada otot. Dia memegang palu dengan erat dan stabil tetapi tidak terlalu kencang. Mengarahkan pukulannya di titik-titik tertentu dan membentuk logam itu menjadi bentuk awal cangkul. Setiap pukulan palu dilakukan dengan kekuatan dan presisi yang tepat agar logam terbentuk dengan baik. Kemudian Naran membentuk bagian mata cangkul yang tajam dan kuat. Dia terus menempa bagian itu dengan teliti, memastikan bahwa mata cangkul tajam dan andal dalam bekerja di tanah.
Setelah semua bagian cangkul terbentuk dengan baik, Naran kemudian merapikan dan menghaluskan permukaannya menggunakan segenggam batu yang kasar. Batu itu ia gosokkan ke permukaan logam untuk menghilangkan kekasaran logam dan memperhalus permukaannya. Setelah selesai ia menunjukkan hasilnya kepada Hal. Hal yang sedari tadi memperhatikan pun merasa kagum melihat hasil karya Naran.
“Aku ingin mencoba membuatnya” ucap Hal dengan semangat membara.
Segera ia mengambil batangan besi yang dipotong oleh Naran tadi, mengapit besi itu dan memasukkannya ke dalam bara api, Hal mempraktikkan semua gerakan yang dilakukan Naran tadi. Semua gerakannya sama persis dengan Naran tadi. Saat besi sudah panas ia memukul besi itu, pada awal memegang palu itu ia merasa gerakannya kaku, sehingga pukulan yang ia lakukan terlihat tidak tepat dan bentuk yang dihasilkan tidak beraturan.
Setelah beberapa kali ia memukul, terlihat pukulannya membentuk sebilah pisau. Bentuknya kotak tebal dan masih terasa kasar, kemudian ia menempa bagian mata pisau, untuk mendapatkan bilah yang tajam dan lancip. Setelah beberapa lama, usaha dan ketekunannya membuahkan hasil, Hal berhasil menyelesaikan penempaannya. Bilah pisau yang ia ciptakan tidaklah sempurna, namun itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri dan dia merasa bangga atas pencapaiannya.
Hal menunjukkan hasil kerja kerasnya kepada Naran dengan penuh kebahagiaan. Meskipun bilah pisau itu mungkin belum sebaik buatan Naran, tetapi itu adalah permulaan dari perjalanan penempaanya yang menarik dan penuh tantangan.
Naran tersenyum melihat hasil kerja keras Hal, kemudian ia menjelaskan bahwa pisau membutuhkan gagang supaya lebih leluasa saat digunakan, lalu ia mencoba memotong bambu di samping gubuk menempa. Ternyata pisaunya cukup kuat untuk memotong bambu kecil, bambu itupun dijadikannya sebagai gagang pisau dan menyerahkannya kepada Hal.
Hal mencoba mengetes pisau itu, ia mencoba memotong ikan, dengan sekali potong ia mampu memotong kepala ikan. wajah yang penuh dengan kebahagiaan dan kepuasan karena berhasil mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan setelah melalui usaha dan kerja keras yang gigih. Kemudian ia merayakan hasil pertamanya bersama Naran, mereka berdua membakar ikan semua ikan di ember.
Aroma yang sedang memenuhi udara sampai keluar menuju ke gubuk teman-teman Hal. Aswin yang pertama kali mencium bau itu pun perlahan menyusurinya. Teman-teman lainnya merasa bingung dengan apa yang dilakukan Aswin, lalu param pun juga ikut sadar mencium aroma yang telah lama ia lupakan, kemudian Param mengatakan pada Catra dan darma untuk “Diam sejenak, abaikan dulu makan kentangnya” barulah mereka mencium bau ikan bakar. Kemudian mereka berlari mengikuti Aswin, dan terlihat ternyata Hal yang membakar ikan itu.
Hal pun menyambut mereka dan menghidangkan ikan, lalu mereka penuh suka cita dan gembira menyantap ikan bakar dengan penuh semangat. Walaupun hanya hidangan ikan bakar yang sederhana, mereka merasakan kelezatan makanan yang diolah dengan penuh kasih sayang oleh Hal.
Mereka tertawa dan bercanda, saling bertukar cerita tentang kejadian sehari ini. Meskipun hidup mereka sulit, tetapi saat ini mereka merasa bahagia karena bisa berkumpul dan menikmati makanan Bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Angela M.
Pengalaman yang luar biasa! 🌟
2023-08-10
0