Dalam cahaya pagi yang lembut, pasukan Ekspedisi Pamalayu bersiap untuk berangkat. Mahesa Anabrang memimpin pasukan dengan penuh semangat, menginspirasi prajurit-prajuritnya untuk menjalankan misi yang telah ditetapkan. Di hadapan mereka, terletak tujuan yang tak hanya sekadar perjalanan, tetapi juga peluang untuk menjalin hubungan baru di wilayah yang lebih jauh.
Mahesa Anabrang adalah seorang panglima perang yang memiliki peran penting dalam pemerintahan Kerajaan Singasari. Jabatan ini menjadikannya seorang pemimpin militer yang bertanggung jawab atas strategi perang, pengawasan pasukan, dan pelaksanaan tugas-tugas militer lainnya. Sebagai seorang jenderal, Mahesa Anabrang juga dapat memiliki peran dalam pengambilan keputusan strategis dalam hal pertahanan dan penaklukan wilayah.
Jabatan Mahesa Anabrang menunjukkan keahliannya dalam bidang militer dan strategi, serta kemampuannya untuk memimpin pasukan dengan efektif ia juga memiliki kemampuan dalam diplomasi dan hubungan antar-kerajaan. Itulah sebabnya Maharaja Kertanegara menunjuknya untuk memimpin perjalanan Ekspedisi Pamalayu,
Dalam persiapan menuju kerajaan Melayu, Mahesa Anabrang menjalankan tugasnya dengan tekun. Ia merencanakan segala aspek ekspedisi dengan teliti, dari logistik hingga strategi perang. Ia membawa pasukan yang terdiri dari para prajurit berpengalaman dan pelaut-pelaut ulung untuk menghadapi tantangan perjalanan melintasi lautan yang tak terduga.
Perjalanan ekspedisi dimulai dari pelabuhan Pasuruan yang ramai terletak di utara kerajaan singasari. Kapal-kapal yang kuat dan berbendera kerajaan bersiap melaju di atas gelombang biru. Sembilan ratus prajurit pilihan telah diberangkatkan oleh Mahesa Anabrang, didukung oleh pelayan-pelayan istana yang membawa berbagai hadiah dan pesan perdamaian.
Namun, di tengah keberangkatan yang meriah, ada satu beban berharga yang diemban oleh salah satu pelayan. Beban itu adalah Patung Amoghapasa, karya seni yang terukir dari batu. Patung itu diangkat oleh 14 pengiring dan diletakkan dalam wadah yang dirancang khusus untuk melindunginya dari guncangan laut.
Ketika perahu-perahu hampir tiba dan berlabuh di pelabuhan Melayu, Mahesa Anabrang melihat salah satu prajurit dari kerajaan melayu berlari tergesa-gesa , setelah melihat kedatangannya.
Mahesa Anabrang pun memerintahkan pasukannya untuk bergegas turun dari kapal dan menegaskan kepada pasukannya bahwa “misi kali bukan untuk berperang, tetapi untuk menjalin kerja sama antar kerajaan” ia juga menegaskan untuk tetap waspada terhadap kejutan serangan dari pasukan melayu. Kemudian ia memimpin pasukannya berjalan melewati pinggiran hutan, karena Mahesa Anabrang mempunyai firasat jika melewati jalan di antara hutan, kemungkinan ia dan pasukannya disergap.
Benar saja setelah hampir mendekati kerajaan melayu, terlihat banyak sekali pasukan melayu yang menghadang, mereka menyatukan perisai-perisainya membentuk seperti tembok dan di belakangnya pasukan pemanah yang siap meluncurkan panahnya kapan saja.
Mahesa Anabrang dengan sigap memerintahkan pasukannya, ia memerintah dengan suara yang lantang memekakkan telinga para prajurit. ”Bentuk barisan!!!” Pasukan mengikuti perintah, mereka membentuk barisan sejajar untuk mengimbangi pasukan melayu. “Angkat perisai!!!” kemudian masing-masing prajurit mengangkat perisai mereka. “Maju!!!” pasukan maju perlahan, serentak mengikuti irama dan juga aba aba. “huff... huff...huff” teriakan para prajurit serentak untuk menyamai irama bergerak. “Tahan barisan, kita bersatu tidak akan terpecah!!!” Mahesa Anabrang memimpin pasukannya maju,tetapi ia juga mempertimbangkan resiko posisi pasukannya. Pasukannya maju tetapi masih dengan jarak yang cukup jauh dari pasukan melayu, karena jika ia maju lebih jauh lagi, pasukan melayu yang mungkin bersembunyi bisa mengepungnya dari belakang.
“Tahan posisi..., perisai dinding!!!” Setelah mendengar perintah itu, para prajurit bergerak membentuk formasi dinding. Barisan pertama dari pasukan, merunduk dengan perisai melindungi tubuh bagian bawah dan kaki. Barisan kedua bersiap menjangkau dan menempatkan pedang mereka ke depan dan melindungi tubuh bagian atas. Sedangkan barisan ketiga dan seterusnya menyandarkan perisai mereka ke atas, untuk melindungi kepala dari anak panah yang meluncur.
Setelah pasukan membentuk formasi sempurna, Mahesa Anabrang mulai melakukan negosiasi ke pihak melayu.
“Wahai pemimpin pasukan melayu!, kedatangan kami disini bukan berperang”
“Lalu apa tujuan mu membawa ratusan prajurit kesini jika tidak untuk berperang” sahut seseorang dari pihak melayu.
“Kami di perintah oleh Maharaja Sri Kertanegara untuk menjalin hubungan persahabatan”
“Coba keluar dari barisanmu, temui aku. tunjukkan jika kau bersungguh sungguh dengan ucapanmu”
“Jika aku keluar, apakah kau bisa menjamin perlindungan dan keselamatan diriku, karena kulihat pasukan pemanahmu sudah mengincar sumber suaraku”
“Baik, kamu bisa memegang kata kataku dan aku bersumpah untuk memberikan keselamatan untukmu” ucapnya sambil memberi aba-aba untuk menahan pasukannya.
Kemudian, Mahesa Anabrang memberanikan diri untuk keluar dan berjalan menuju ke tengah di antara pasukannya dan pasukan melayu. Saat keluar, pemimpin dari pasukan melayu juga ikut menunjukkan dirinya dan menemui Mahesa Anabrang.
“Salam sejahtera, pemimpin pasukan melayu, aku panglima Mahesa Anabrang pemimpin dari pasukan singasari”
“Apa maksudmu!!, kau membawa ratusan pasukan kesini dengan persenjataan lengkap, kalau bukan untuk menyerang lalu apa? Menakut-nakuti kami?”
“Saya memahami keraguan Anda. Namun, kami tidak datang dengan niat permusuhan. Kami percaya bahwa kerja sama lebih baik daripada konflik”
“Apa yang kalian tawarkan?”
“Saya memahami keraguan Anda. Namun, kami tidak datang dengan niat permusuhan. Kami percaya bahwa kerja sama lebih baik daripada konflik. Saya ingin mendengar keluh kesah Anda dan melihat apakah kita dapat menemukan jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak” ucap Mahesa anabrang dengan nada meyakinkan.
“Ini adalah tawaran menarik. Namun, bagaimana kami bisa yakin bahwa tawaran ini tidak hanya trik untuk mengambil keuntungan dari kami?”
“Saya mengerti keraguan Anda. Saya siap untuk menunjukkan niat baik kami dengan tindakan. Mari kita mulai dengan pertukaran diplomatik dan perdagangan, sebagai langkah awal untuk membangun kepercayaan satu sama lain”
“Tidak!, sebelum kau melakukan tindakanmu, aku harus meminta persetujuan dulu kepada Maharaja sri Tribuwana, dan kau, Panglima Mahesa Anabrang, kau ikut denganku”
Kemudian mereka berdua masuk menuju istana. Tapi sebelum itu Mahesa Anabrang meminta izin kepada pemimpin pasukan melayu itu untuk membawa 14 orang iring iringan yang membawa prasasti Anoghapasa.
Ketika pasukan Mahesa Anabrang dan rombongannya memasuki istana Melayu, mereka disambut dengan penuh kehormatan. Baris pohon palem dan rangkaian bunga menghiasi jalan menuju pintu gerbang, menciptakan suasana yang meriah. Mahesa Anabrang dan rombongannya melangkah maju dengan langkah tegap, memasuki aula istana yang megah.
Di tengah aula istana, Maharaja Sri Tribhuwana dan para bangsawan Melayu telah menanti. Di sekitar mereka, terlihat perwira-perwira istana dan pejabat kerajaan yang mengenakan pakaian serba indah. Suasana tegang dan haru terasa, karena pertemuan ini merupakan awal dari hubungan yang akan berkembang.
Mahesa Anabrang memberikan hormat dengan tulus. "Yang mulia Maharaja Sri Tribhuwana. Kami datang dengan niat yang tulus untuk menjalin hubungan yang baik antara kerajaan kami."
Dalam suasana penuh hormat dan keramahan, Mahesa Anabrang memaparkan maksud kedatangan mereka. Ia menjelaskan tentang niat baik dari Raja Kertanegara untuk memperkuat kerja sama dan perdamaian di antara kedua kerajaan. Ia juga berbicara tentang simbol persahabatan yang diwakili oleh Patung Amoghapasa yang mereka bawa.
Setelah Mahesa Anabrang selesai berbicara, Maharaja Sri Tribhuwana dan para bangsawan Melayu bertukar pandangan sejenak. Kecurigaan yang sempat ada mulai mereda, digantikan oleh ketertarikan dan keinginan untuk membangun hubungan yang erat.
Ketika suasana hati terasa santai, pelayan istana singasari berjalan maju dengan hati-hati, membuka wadah yang memuat Patung Amoghapasa. Mata semua yang hadir terpaku pada keindahan patung itu yang memancarkan aura ketenangan. Mahesa Anabrang menjelaskan makna di balik hadiah tersebut.
"Ini adalah Patung Amoghapasa, lambang kebijaksanaan dan kedamaian," ujar Mahesa Anabrang.
"Kami ingin memberikan hadiah ini sebagai simbol hubungan baik dan kerja sama yang erat antara kerajaan kami."
Maharaja Sri Tribhuwana dan para Bangsawan Melayu memandangi patung dengan penuh kagum. Patung yang dihadiahkan tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga membawa makna mendalam yang menggambarkan cita-cita damai dan kerja sama di antara bangsa-bangsa.
"Kami sangat menghargai hadiah Patung Amoghapasa ini," ujar Maharaja Sri Tribhuwana dengan suara lembut. "Simbol ini akan selalu mengingatkan kita tentang nilai-nilai kedamaian dan kerja sama."
Namun, kerangka kerja sama yang diusulkan oleh Mahesa Anabrang tidak berhenti di sini. Dalam diskusi yang berlangsung, kedua belah pihak membicarakan potensi kerja sama perdagangan, pertukaran budaya, dan pertahanan bersama. Maharaja Sri Tribhuwana juga menyampaikan keinginannya untuk memperdalam hubungan dengan Kerajaan Singasari.
"Saya ingin mengajukan usulan," kata Maharaja Sri Tribhuwana setelah mendengarkan rencana Mahesa Anabrang. "Kami siap menjalin kerja sama lebih lanjut dengan Kerajaan Singasari. Untuk menunjukkan niat baik kami, saya bersedia memberikan kedua putri saya sebagai permaisuri bagi Raja Kertanegara."
Mahesa Anabrang dan rombongannya terkejut mendengar tawaran tersebut. Namun, tawaran tersebut juga menggambarkan komitmen yang kuat dari Melayu dalam membangun hubungan yang erat.
Dalam momen itu, Mahesa Anabrang merasa optimis bahwa ekspedisi ini telah membuka pintu bagi kerja sama dan persahabatan yang akan membawa kedamaian dan kemakmuran bagi kedua kerajaan. Perjalanan Ekspedisi Pamalayu dan hadiah Patung Amoghapasa telah membawa lebih dari sekadar simbolisme, tetapi juga peluang untuk membentuk masa depan yang lebih baik untuk Asia Tenggara.
Dalam suasana yang semakin hangat, Mahesa Anabrang menyuruh pasukannya untuk memasuki wilayah kerajaan dan memulai proses membangun hubungan persahabatan dengan kerajaan Melayu. Dalam hari-hari berikutnya, mereka menjalin interaksi yang lebih dalam dengan penduduk setempat, berbagi pengalaman, budaya, dan pengetahuan.
Salah satu momen penting adalah ketika Mahesa Anabrang memandu Maharaja Sri Tribhuwana dan para Bangsawan Melayu mengunjungi percampuran tempat tinggal prajurit Singasari. Di sana, mereka melihat bagaimana pasukan Singasari berdisiplin dan kuat dalam formasi perang, serta mendengar kisah-kisah heroik dari para prajurit yang telah menjalani berbagai ekspedisi.
Dalam diskusi yang berlangsung di aula istana, Mahesa Anabrang dan para Bangsawan Melayu membahas potensi kerja sama yang bisa dijalin antara kedua kerajaan. Maharaja Sri Tribhuwana mengungkapkan keinginannya untuk memperluas hubungan perdagangan dan pertukaran budaya dengan Singasari. Mahesa Anabrang, dengan bijaksana, memaparkan visi Raja Kertanegara untuk menjalin persahabatan yang kuat dan membangun kestabilan di kawasan.
"Saudara-saudara Melayu," kata Mahesa Anabrang dengan tulus, "Kerajaan Singasari menghargai nilai-nilai damai dan keadilan. Kami ingin menjalin hubungan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan tetangga, seperti kerajaan Melayu. Dengan saling berbagi pengetahuan dan kemakmuran, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik."
Maharaja Sri Tribhuwana mengangguk setuju. "Kami percaya bahwa dalam persahabatan, kita dapat saling menguatkan. Kerajaan Melayu akan senantiasa membuka pintu untuk kerja sama yang bermanfaat bagi kedua belah pihak."
Keputusan Mahesa Anabrang untuk menetap di Melayu juga turut memperdalam hubungan persahabatan. Ia melihat peluang untuk memperluas pengaruh Singasari di wilayah ini. "Maharaja Sri Tribhuwana, sebagai tanda komitmen kami terhadap persahabatan, saya dan sejumlah pasukan kami ingin menetap di Melayu," kata Mahesa Anabrang dengan rendah hati. "Kami ingin mendukung hubungan baik ini dan menjaga kedamaian di wilayah ini."
Maharaja Sri Tribhuwana memberikan persetujuan hangat. "Keberadaan Anda dan pasukan Anda di sini akan menjadi simbol persahabatan yang tak tergoyahkan. Selamat datang di Melayu, Mahesa Anabrang."
Dengan langkah maju ini, Ekspedisi Pamalayu dan hadiah Patung Amoghapasa tidak hanya membawa keuntungan ekonomi dan diplomatik, tetapi juga menjalin hubungan persahabatan yang akan bertahan lama. Dua kerajaan yang awalnya berjarak, kini bersatu dalam semangat persatuan dan kerja sama yang akan membentuk masa depan yang cerah dan stabil bagi Asia Tenggara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments